Tetapiseni dan budaya sebagai karya cipta manusia tidak boleh dipisahkan dari tujuan hidup manusia sebagai hamba Allah SWT," imbuhnya. Seni dan budaya, lanjutnya, tidak boleh dijauhkan dari tujuan pembangunan manusia dan masyarakat yang bermoral, beragama, dan berkeadaban. Di tengah arus budaya global dan teknologi informasi, umat Islam dan
Dalam salah satu tulisannya, Sayyid Qutb rahimahullah menulis sebagai berikut “Da’wah Islam yang dilakukan Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم hanyalah merupakan mata rantai terakhir dari serentetan da’wah, yang panjang, yang menyeru kepada Islam, yang dilakukan oleh serombongan para Rasul yang mulia alaihimus-salaam. Sepanjang sejarah manusia, tujuan da’wah itu hanya satu saja. Yaitu mengenalkan manusia kepada Ilah mereka yang satu, Ilah mereka yang sesungguhnya, menegaskan bahwa mereka adalah hamba Ilah mereka yang satu, dan menghilangkan ke-ilah-an makhluk. Selain dari beberapa gelintir manusia pada saat-saat tertentu dalam sejarah, manusia tidak pernah mengingkari prinsip ketuhanan, atau menolak adanya Ilah sama sekali. Hanya mereka tersalah dalam mengenal hakekat Ilah mereka yang hak itu. Atau mereka perserikatkan Allah سبحانه و تعالى dengan suatu ilah yang lain, baik dalam bentuk kepercayaan atau peribadatan الاعتقاد و العبادة, maupun dalam bentuk kepenguasaan dan kepengikutan الحاكمية و الإتباع . Kedua bentuk ini adalah sama saja syiriknya, karena keduanya mengeluarkan manusia dari agama Allah سبحانه و تعالى , sebagaimana yang telah mereka kenal dari tangan setiap Rasul. Kemudian manusia itu mengingkari Rasul kalau masa telah berjalan agak lama. Manusia kembali kepada kejahiliyahan yang tadinya Rasul itu telah mengeluarkan mereka dari padanya. Manusia kembali mempersekutukan Allah سبحانه و تعالى sekali lagi. Hal ini terjadi baik dalam kepercayaan dan peribadatan, baik dalam hal kepengikutan dan kepenguasaan, maupun dalam kedua hal itu sekaligus.” Buku “Petunjuk Jalan” Sayyid Qutb- Media Da’wah- hlm 66 Jelas sekali sebagaimana ditulis oleh Sayyid Qutb di atas bahwa Sepanjang sejarah manusia, tujuan da’wah itu hanya satu saja. Yaitu mengenalkan manusia kepada Ilah mereka yang satu, Ilah mereka yang sesungguhnya, menegaskan bahwa mereka adalah hamba Ilah mereka yang satu, dan menghilangkan ke-ilah-an makhluk. Tujuan da’wah seperti ditegaskan beliau di atas sangat sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an dimana Allah سبحانه و تعالى menegaskan bahwa para Nabi dan Rasul Allah semua menyerukan kaumnya masing-masing pesan abadi yang serupa وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan “Sembahlah Allah saja, dan jauhilah Thaghut itu”.QS An-Nahl 36 وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ إِنِّي لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ أَنْ لا تَعْبُدُوا إِلا اللَّهَ “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, dia berkata “Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak menyembah selain Allah.” QS Hud 25-26 وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنْ أَنْتُمْ إِلا مُفْتَرُونَ “Dan kepada kaum Ad Kami utus saudara mereka, Hud. Ia berkata “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Ilah selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja.” QS Hud 50 Inilah pesan sepanjang zaman yang menjadi inti da’wah Islam. Yaitu mengajak setiap manusia untuk memfokuskan ibadah hanya kepada Allah سبحانه و تعالى seraya meninggalkan berbagai ilah atau thaghut yang merupakan musuh para Nabiyullah alaihimussalam. Demikianlah yang diungkapkan Nabiyullah Ibrahim alaihissalam kepada kaumnya قَالَ أَفَرَأَيْتُمْ مَا كُنْتُمْ تَعْبُدُونَ أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمُ الأقْدَمُونَ فَإِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِي إِلا رَبَّ الْعَالَمِينَ “Ibrahim berkata “Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu? Karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Rabb semesta alam.” QS Asy-Syuara 75-77 Selanjutnya Sayyid Qutb menulis “Selain dari beberapa gelintir manusia pada saat-saat tertentu dalam sejarah, manusia tidak pernah mengingkari prinsip ketuhanan, atau menolak adanya Ilah sama sekali. Hanya mereka tersalah dalam mengenal hakekat Ilah mereka yang hak itu.” Menurutnya, manusia pada umumnya tidak mengingkari prinsip ketuhanan atau menolak adanya ilah sama sekali. Artinya, sekedar mengaku ber-ilah bukanlah hal yang istimewa, sebab pada umumnya manusia memang mengakui adanya ilah bagi mereka. Tetapi mereka sering tersalah di dalam mengenal, memahami dan memuliakan ilah yang hak itu. Malah lebih lanjut beliau menulis “Atau mereka perserikatkan Allah سبحانه و تعالى dengan suatu ilah yang lain, baik dalam bentuk kepercayaan atau peribadatan الاعتقاد و العبادة, maupun dalam bentuk kepenguasaan dan kepengikutan الحاكمية و الإتباع .” Sering pula terjadi bahwa manusia memperserikatkan Allah سبحانه و تعالى dengan suatu atau beberapa ilah lainnya. Artinya manusia menjadikan bersama Allah سبحانه و تعالى partner yang disetarakan, disejajarkan atau disandingkan dengan Allah سبحانه و تعالى Dzat yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Dzat yang tidak bisa diserupakan dengan apapun dan siapapun. Dzat yang menjadi tempat bergantung segenap makhluk di langit maupun di bumi dan semua yang ada di antara keduanya. Dan sialnya lagi, manusia menyekutukan Allah سبحانه و تعالى bukan saja dalam bentuk kepercayaan atau peribadatan الاعتقاد و العبادة, yang mana hal ini sudah sangat diketahui dan diwaspadai oleh banyak muslim sebagai suatu dosa besar yang tidak bakal bisa diampuni Allah سبحانه و تعالى. إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan sesuatu dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” QS An-Nisa 116 Sudah relatif banyak muslim yang faham bahwa dalam hal keyakinan di dalam hati atau peribadatan seperti sholat atau bersujud dia mestilah mengesakan Allah سبحانه و تعالى semata. Allah سبحانه و تعالى tidak mereka dua-kan, tiga-kan atau lebih di dalam hatinya. Dia tahu itu adalah salah satu bentuk dosa tak terampuni, yakni syirik. Dia juga tahu bahwa jika dia ruku atau sujud di hadapan sesuatu atau seseorang selain Allah سبحانه و تعالى berarti itu merupakan bentuk dosa tak terampuni, yakni syirik. Setiap muslim –pada umumnya- sadar dan waspada untuk tidak mempartnerkan Allah سبحانه و تعالى dalam aspek keyakinan dan peribadatan. Ini sudah jelas. Namun Sayyid Qutb kemudian memperingatkan kita bahwa dosa mempersekutukan Allah سبحانه و تعالى tidak hanya terjadi dalam aspek keyakinan dan peribadatan. Ia menulis “…maupun dalam bentuk kepenguasaan dan kepengikutan الحاكمية و الإتباع .” Jadi, juga termasuk dosa tak terampuni –yakni syirik- bila seorang muslim men-dua-kan atau lebih Allah سبحانه و تعالى dalam aspek kepenguasaan dan kepengikutan. Artinya, bila ada seorang yang mengaku muslim tetapi ia rela atas kepenguasaan fihak selain Allah سبحانه و تعالى maka ia telah terlibat dalam salah satu bentuk dosa tak terampuni, yakni syirik. Begitu pula, bila ada seorang yang mengaku muslim namun rela menyerahkan kepengikutan atau ketaatannya kepada fihak selain Allah سبحانه و تعالى berarti ia telah terlibat dalam salah satu bentuk dosa tak terampuni, yakni syirik. Sehingga di bagian lain tulisannya, Sayyid Qutb menulis “Inilah bentuk da’wah yang menyeru kepada Allah sepanjang perputaran sejarah manusia. Tujuannya adalah “Islam”. Atau penyerahan. Penyerahan hamba kepada Rabb hamba itu. Melarang mereka untuk menyembah hamba manusia yang lain dan menyuruh mereka untuk hanya menyembah Allah saja. Mengeluarkan manusia dari lingkaran kekuasaan hamba dan memasukkan mereka kepada lingkaran Allah dalam hal kepenguasaan, hukum, nilai dan tradisi. Dalam segala segi persoalan kehidupan. Tentang persoalan inilah Islam datang dengan perantaraan Muhammad صلى الله عليه و سلم . Sebagaimana dahulunya Islam telah datang di tangan para Rasul yang mulia Islam datang untuk mengembalikan manusia kepada penguasaan Allah. Kekuasaan yang mengatur hidup manusia haruslah kekuasaan yang mengatur adanya manusia itu. Manusia tidak boleh menyeleweng dan mengadakan sistim sendiri, kekuasaan sendiri, kebijaksanaan sendiri, lain dari sistim, kekuasaan dan kebijaksanaan Allah Yang telah mengatur seluruh alam semesta. Dia Allah yang bahkan telah mengatur adanya manusia itu sendiri dalam kehidupan mereka yang di luar kehendak mereka. Manusia tunduk kepada undang-undang fitri yang telah dibuat Rabb dalam penciptaan dan pertumbuhan mereka, dalam sehat-sakitnya mereka, dan dalam hidup-matinya mereka. Sebagaimana halnya manusia itu harus tunduk kepada undang-undang ini dalam persatuan sosial mereka dan kepada akibat yang mereka derita sebagai hasil kebebasan gerakan mereka sendiri. Mereka tidak sanggup merubah sunnatullah dalam hal peraturan alam-semesta yang mengatur alam semesta ini dan tindak-tanduknya.” Buku “Petunjuk Jalan” Sayyid Qutb- Media Da’wah- hlm 67 Berdasarkan itu, maka sepatutnya setiap manusia memeluk dienullah Al-Islam, menerima syariat Allah سبحانه و تعالى dan tunduk kepada hukum Al-Qur’an bila ia ingin menjalani hidup yang selaras antara aspek fitri dirinya yang tunduk kepada sunnatullah aturan Allah سبحانه و تعالى yang berlaku di alam semesta, dengan aspek iradi kehendak yang membebaskan dirinya memilih antara menjadi mu’min taat atau kafir ingkar kepada Allah سبحانه و تعالى Rabb semesta alam. Bila ia memilih menjadi mu’min taat berarti ia bakal menjalani kehidupan yang selaras dan serasi dengan gerak alam dan gerak fisik dirinya. Bila ia memilih menjadi kafir yang ingkar kepada Allah سبحانه و تعالى , maka ia menjalani kehidupan yang kontradiktif dengan gerak fisik dirinya dan dengan gerak alam yang melingkupinya. أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ “Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah Al-Islam, padahal kepada-Nya-lah “aslama” berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.” QS Ali Imran 83 Oleh karena itu Sayyid Qutb selanjutnya menulis “Tetapi faham jahiliyah yang berdasarkan berkuasanya manusia atas manusia, dan dengan begitu telah menyeleweng dari wujud adanya alam semesta dan bertentangan antara sistim segi iradi dan segi fitri dari kehidupan manusia, maka faham jahiliyah seperti inilah yang telah dihadapi oleh setiap Rasul yang menyeru kepada Islam, terhadap penyerahan diri kepada Allah saja. Faham ini pulalah yang telah dihadapi Rasulullah صلى الله عليه و سلم ketika beliau berda’wah.” Buku “Petunjuk Jalan” Sayyid Qutb- Media Da’wah- hlm 67 Kutipan paragraf buku Petunjuk Jalan di atas menegaskan bahwa setiap Rasul yang menyeru kepada Islam selalu berhadapan dengan “faham jahiliyah yang berdasarkan berkuasanya manusia atas manusia”. Setiap Nabi dan Rasul yang menyeru manusia agar hanya menghamba kepada Allah سبحانه و تعالى serta menjauhi segenap ilah dan thaghut senantiasa bertolak-belakang dengan seruan jahiliyah apapun yang pada intinya berdasarkan penghambaan manusia atas sesama manusia lainnya. Apapun nama seruan atau faham jahiliyah tersebut. Oleh karena itu kita dapati dewasa ini kaum muslimin yang peduli menegakkan tauhid secara murni dan konsekuen tidak dapat menerima berbagai faham dan ideologi bikinan manusia, apapun nama dan bentuknya. Sebab setiap faham dan ideologi selain Islam pastilah bukan dari Allah سبحانه و تعالى , sehingga di dalamnya mesti mengandung keharusan mengakui berkuasanya manusia atas manusia lainnya. Misalnya faham demokrasi, di dalamnya ada segelintir orang yang diberikan wewenang serta kekuasaan untuk menetapkan hukum dan perundang-undangan agar diberlakukan dan wajib ditaati oleh sekian banyak manusia di luar mereka yang disebut rakyat kebanyakan. Padahal segelintir orang tersebut tidak menetapkan hukum dan perundang-undangan berlandasakan hukum tertinggi dan tanpa cacat, yakni hukum Allah سبحانه و تعالى . Mereka wajib dan hanya boleh menetapkan hukum dan perundang-undangan di dalam bingkai faham dan ideologi bikinan manusia yang disebut Konstitusi atau Nasionalisme. Berarti sekian banyak manusia baca rakyat tersebut diwajibkan mengakui kekuasaan segelintir manusia atas diri mereka semua. Inilah hakekat jahiliyah. Berarti segelintir manusia tadi telah memainkan peran sebagai Rabb selain Allah سبحانه و تعالى . Sebab di dalam Islam, hak menetapkan hukum, menetapkan mana yang halal dan mana yang haram hanyalah milik Allah سبحانه و تعالى . إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ “…menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah…” QS. Al An’am 57 Sedangkan rakyat kebanyakan tersebut berarti telah menyerahkan kekuasaan dan ketaatan mereka kepada fihak selain Allah سبحانه و تعالى . Dan itu berarti mereka telah memilih untuk meninggikan hukum selain hukum Allah سبحانه و تعالى . Padahal di dalam Al-Qur’an Allah سبحانه و تعالى hanya menawarkan dua pilihan saja dalam urusan berhukum. Yakni hukum Allah سبحانه و تعالى atau hukum jahiliyah. أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ “Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” QS Al-Maidah 50 Dan begitu rakyat menolak untuk mengutamakan hukum Allah سبحانه و تعالى alias menerima hukum jahiliyah, maka Allah سبحانه و تعالى segera memvonis mereka telah bertahkim kepada hukum thaghut, padahal orang-orang yang mengaku beriman telah diperintahkan oleh Allah سبحانه و تعالى untuk mengingkari thaghut, jangan hendaknya meninggikan, memuliakan apalagi meng-ilahkan thaghut…! أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka dengan penyesatan yang sejauh-jauhnya.” QS An-Nisa 60 Kemudian yang membuat kita menjadi sangat prihatin melihat keadaan ini ialah karena Sayyid Qutb menyatakan “Selain dari beberapa gelintir manusia pada saat-saat tertentu dalam sejarah, manusia tidak pernah mengingkari prinsip ketuhanan, atau menolak adanya Ilah sama sekali. Hanya mereka tersalah dalam mengenal hakekat Ilah mereka yang hak itu. Atau mereka perserikatkan Allah سبحانه و تعالى dengan suatu ilah yang lain, baik dalam bentuk kepercayaan atau peribadatan الاعتقاد و العبادة, maupun dalam bentuk kepenguasaan dan kepengikutan الحاكمية و الإتباع . Kedua bentuk ini adalah sama saja syiriknya, karena keduanya mengeluarkan manusia dari agama Allah سبحانه و تعالى , sebagaimana yang telah mereka kenal dari tangan setiap Rasul.” Buku “Petunjuk Jalan” Sayyid Qutb- Media Da’wah- hlm 66 Baik seseorang mempersekutukan Allah سبحانه و تعالى dalam bentuk kepercayaan dan peribadatan maupun dalam bentuk kepenguasaan dan kepengikutan, maka kedua bentuk ini adalah sama saja syiriknya. Na’udzubillahi mindzaalika…! Ya Allah, jadikanlah kami sebagaimana para pemuda Kahfi yang menyerukan dan istiqomah dengan seruan lantang kalimat al-haq sebagai berikut رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا “Rabb kami adalah Rabb langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru ilah selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran”.QS Al-Kahfi 14
Jadishalat adalah gambaran manusia yang hidup. Karena hidup adalah bicara, berkeyakinan dan berbuat, dilaksanakan oleh orang yang bersih di tempat yang bersih, dan shalat harus berjamaah dan dipimpin oleh seorang Imam. Shalat dalam arti aktual yaitu wujud kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang didasari kebersihan.
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID JxW6OfU2KmXalpDWcpKUhK1MBBGOaLYQzA5SCbNDiswPkxG4b51Hyw==
ALLAHmenciptakan manusia dengan tujuan yang luar biasa. Dia menciptakan pria dan wanita pertama, yaitu Adam dan Hawa, untuk tinggal di sebuah taman yang indah. Allah ingin mereka beranak cucu, membuat seluruh bumi menjadi firdaus, dan mengurus binatang. Itulah yang juga Allah inginkan bagi semua manusia. Tujuan Allah belum berubah.
Ditulis oleh Fethullah Gülen Diterbitkan pada Para Nabi dan Rasul. Salah satu tujuan dari diutusnya para nabi dan rasul yang bersinggungan dengan tujuan penciptaan manusia adalah penghambaan diri kepada Allah al-ubûdiyyah. Al-Qur`an sendiri menyatakan hal ini dalam ayat “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” QS al-Dzâriyât [51] 56. Jadi, tujuan utama yang paling mendasar dari diciptakannya manusia adalah mengenal Allah ma’rifatullâh dan penunaian kewajiban beribadah kepada-Nya dengan cara yang benar. Bukan untuk mengejar harta, tahta, kekuasaan, atau sekedar untuk makan-minum dan menikmati pelbagai kenikmatan duniawi. Adalah benar jika dikatakan bahwa semua itu merupakan kebutuhan manusiawi yang lumrah bagi kita, namun harus disadari bahwa ia sama sekali bukan tujuan penciptaan kita. Sementara itu, diutusnya para nabi dan rasul adalah untuk menunjukkan kita jalan menuju tujuan tersebut. Al-Qur`an menyatakan hal ini dalam ayat “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya Bahwasanya tidak ada Tuhan yang hak melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’.” QS al-Anbiyâ` [21] 25. Ayat lain menyatakan “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan Sembahlah Allah saja, dan jauhilah Thaghut itu,’ maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan rasul-rasul.” QS al-Nahl [16] 36. Ayat ini dengan tegas menunjukkan bahwa alasan diutusnya para rasul adalah untuk menghindarkan umat manusia dari penyembahan terhadap berhala, membimbing mereka untuk beribadah kepada Allah, dan untuk menjadi teladan bagi manusia. Namun berkenaan dengan tujuan diutusnya Rasulullah Saw., tampaknya agak sedikit berbeda dengan para rasul lain, sebab beliau diutus untuk menjadi rahmat bagi alam semesta rahmat li al-âlamîn dan sekaligus memikul tanggung jawab untuk berdakwah menyeru segenap umat manusia dan jin menuju penghambaan diri kepada Allah Swt. Dari Abdullah ibn Mas’ud diriwayatkan bahwa dia berkata Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda “Tadi malam aku lewati dengan membacakan al-Qur`an satu rub’ di daerah al-Hajun.”[1] Setelah Rasulullah selesai menyampaikan risalah beliau kepada manusia dan jin, beliau pun menyadari bahwa telah datang waktu baginya untuk kembali menemui al-Rafîq al-A’lâ Teman yang Tertinggi. Oleh sebab itu, kita ketahui bahwa di akhir khutbah yang disampaikannya Rasulullah bersabda “Sesungguhnya ada seorang hamba yang diminta Allah untuk memilih antara gemerlap dunia sekehendak hatinya atau apa yang ada di sisi Allah. Lalu dia ternyata memilih apa yang ada di sisi Allah.”[2] Si hamba yang disebut-sebut Rasulullah itu tidak lain adalah beliau sendiri. [1] Al-Musnad, Imam Ahmad 1/449; Jâmi’ al-Bayân, al-Thabari 24/33.[2] Al-Bukhari, Manâqib al-Anshâr, 45; Muslim, Fadhâ`il al-Shahâbah, 2. Dibuat oleh 11 November 2015 Cetak E-mail
Oleh Almara Sukma* Allah Swt. memiliki 99 sifat sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran yang disebut dengan Asma'ul Husna. Selain itu, Allah juga mempunyai sifat wajib dan sifat mustahil, salah satu sifat wajib bagi Allah adalah wujud (ada). Apakah wujud Allah bisa dilihat oleh manusia? Manusia adalah makhluk yang lemah, manusia membutuhkan bantuan satu sama lain dalam []
– Setelah sebelumnya saya membahas perihal perbedaan mushaf dan al-Quran, kali ini kami membahas tentang salat. Lebih tepatnya membahas tentang wujud penghambaan manusia kepada Allah adalah salah satu dari makna ibadah tertarik membahas lantaran banayak orang menjawab dengan jawaban salah perihal pertanyaan ini. Pertanyaannya sebagaimana berikutWujud penghambaan manusia kepada Allah adalah salah satu dari … ibadah salatA. HIKMAHB. MAKNAC. SYARATD. RUKUNAnehnya, banyak saja yang masih menjawab dengan keliruJawaban tersebut jelas keliru, dengan beberapa alasan. Tidak ada rukun salat yang berupa wujud penghambaan manusia kepada Allah. Kedua, jawaban yang benar sebagaimana dalam buku agama Islam kelas 4 halaman 120 adalah makna. Hal itu selaras dengan apa yang ada dalam bab yang ada di Ihya’ Ulumid-Din. Ada bab khusus dalam kitab Ihya’ mengenai makna salat. Bab tersebut sebagaimana berikutبيان المعاني الباطنة التي تتم بها حياة الصلاة“Menjelaskan beberapa makna batin yang mana dengannya salat dapat hidup”Beliau menjelaskan makna di sana denganإعلم أن هذه المعاني تكثر العبارات عنها ولكن يجمعها ست جمل وهي حُضُورُ الْقَلْبِ وَالتَّفَهُّمُ وَالتَّعْظِيمُ وَالْهَيْبَةُ وَالرَّجَاءُ وَالْحَيَاءُ“Ketahuilah bahwa mengungkapkan beberapa makna ini membutuhkan penjelasan panjang. Hanya saja, semua itu berkumpul dalam enam poin, yakni 1 Kehadiran hati, 2 Memahami, 3 Takzim, 4 Haibah, 5 Raja’, 6 Rasa malu.”Lantas beliau di beberapa penjelasan berikutnya menuturkan penyebab seseorang bisa mendapatkan makna batin tersebut. Ada enam penyebab yang beliau sebutkan. Namun, kami fokus kepada penyebab yang kedua, yakni mengetahui bahwa jiwa ini hina dan kita ini merupakan hamba. Hal ini yang dimaksud dengan wujud penghambaan manusia kepada Allah. Imam al-Ghazali menjelaskanالثَّانِيَةُ مَعْرِفَةُ حَقَارَةِ النَّفْسِ وَخِسَّتِهَا وَكَوْنِهَا عَبْدًا مُسَخَّرًا مَرْبُوبًا حَتَّى يَتَوَلَّدَ مِنَ الْمَعْرِفَتَيْنِ الِاسْتِكَانَةُ وَالِانْكِسَارُ وَالْخُشُوعُ لِلَّهِ سُبْحَانَهُ فَيُعَبَّرُ عَنْهُ بِالتَّعْظِيمِ وما لم تمتزج معرفة حقارة النفس بمعرفة جلال الله لا تنتظم حالة التعظيم والخشوع فإن المستغني عن غيره الآمن على نفسه يجوز أن يعرف من غيره صفات العظمة ولا يكون الخشوع والتعظيم حاله لأن القرينة الأخرى وهي معرفة حقارة النفس وحاجتها لم تقترن إليه
Berbahasamerupakan salah satu dari sekian banyaknya pilihan manusia untuk mewujudkan keharmonisan di dalam kehidupan mereka. Tentu tidak bisa dipungkiri bahwa bahasa adalah sarana paling utama dalam bertukar pikiran, berdiskusi, mengutarakan rasa cinta, dan lebih dari itu ialah menghidupkan lentera keilmuan Islam. Berbicara tentang keilmuan sama halnya berbicara tentang literatur para ulama
Fauzan rindu menjadi Mukmin. Ia ingin mendapatkan status menjadi “hamba Allah.” Ia berusaha hidup taat walau kadang banyak kelemahan. Fauzan adalah remaja pria yang ingin tahu cara menjadi hamba Allah yang taat dan terbaik agar mendapatkan kasih Allah. Apakah Anda seperti Fauzan yang ingin mendapatkan kasih Allah? Mari kita lihat pencarian Fauzan akan hal ini. Merindukan Status “Menjadi Hamba Allah” Fauzan banyak bertanya kepada teman dan ahli agama. Banyak sekali yang menyatakan hakikat manusia utama adalah mendapat status sebagai hamba Allah. Banyak ayat Al-Quran menyatakan hal ini. Contohnya “Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Quran kepada hamba-Nya” Qs 251. Nabi Islam juga mendapat sebutan “hamba Allah” Qs 7219. Lebih lanjut ada ayat yang meminta manusia untuk menyembah Allah sebagai hamba. “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah sebagai hamba dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya . . .” Qs 985. Ayat Suci Yang Mengubah Cara Pandang Fauzan Satu kali Fauzan mendengar informasi dari temannya. Ia mendengar cerita di kitab Allah yang membuatnya kagum. Berikut ini kisahnya Injil, Lukas 1511-24, parafrasa “Ada seorang ayah mempunyai dua anak laki-laki. Si bungsu tiba-tiba datang dan meminta pembagian warisan. Padahal sang ayah masih hidup. Lalu anak bungsu itu pergi ke negeri jauh untuk hidup berfoya-foya. Sampai hartanya habis dan timbul bencana kelaparan. Iapun melarat dan bekerja sebagai penjaga babi. Keadaan makin parah, sampai satu saat anak bungsu ini kelaparan. Ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi. Namun tidak seorangpun yang memberikan kepadanya. Lalu ia menyadari keadaannya. Dalam keterpurukan ia mau kembali ke rumah ayahnya. Dalam takut dan rasa bersalah ia berniat kembali sebagai “hamba” bukan “anak.” Namun, ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia. Lalu merangkul dan menciumnya. Bahkan ayah itu berkata kepada hamba-hambanya Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik. Pakaikanlah itu kepadanya. Kenakanlah cincin pada jarinya. Juga sepatu pada kakinya. Ambillah anak lembu tambun. Marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku telah mati dan menjadi hidup kembali. Ia telah hilang dan didapat kembali.’” Ayat-ayat ini menggambarkan kasih Allah bagi manusia berdosa. Anak yang penuh dosa itu sebenarnya puas menjadi hamba. Ia merasa tidak layak. Namun, rahmat Allah menerimanya sebagai anak. Beda Pola Pikir “Hamba Allah” dan “Anak Allah” Kisah ini menggelisahkan Fauzan. Ia melihat perbedaan pola pikir antara status menjadi hamba Allah dengan anak Allah. Jika orang bisa memilih menjadi hamba Allah atau anak Allah, pastilah memilih menjadi anak Allah. Perhatikan beberapa perbedaan ini 1. Hak-hak hamba Secara umum, status menjadi hamba mempunyai hak terbatas. Mereka hanya bekerja atau mengabdi pada tuannya. Hamba tidak mendapat warisan sama sekali. Mereka hanya mendapat upah pekerjaan. Kebanyakan hamba dan tuan tidak punya hubungan yang erat. Karena hanya sebatas pekerjaan saja. Juga hubungan berdasarkan kepercayaan terbatas. Sesuai hasil pekerjaan. Jika ada pelanggaran maka pasti ada sanksinya. 2. Hak-hak anak Sebaliknya anak memiliki banyak hak. Anak adalah anggota keluarga. Pasti mendapatkan warisan dari orang tua. Kasih dan kepercayaan adalah dasar hubungan ayah dan anak. Anak mematuhi perintah ayahnya karena mengasihi dan ingin membahagiakannya. Anak taat bukan karena merasa takut. Juga bukan agar mendapatkan kasih ayahnya. Tetapi, karena ayahnya telah mengasihinya. Sehingga menjadi bagian dari bakti dan ucapan syukur anak. Memang ayah bisa menghukum anaknya. Namun, itu terjadi karena sang ayah ingin yang terbaik untuk anak tersebut. Pilihlah Yang Terbaik Bagi Diri Anda! Fauzan mendengar bahwa Allah menyediakan jalan melalui Isa Al-Masih. Allah sangat mengasihi manusia. Ia mau menerima manusia bukan saja sebagai hamba melainkan juga sebagai anak. “Allah yang telah mengasihi kita. Ia mengutus Anak-Nya [Isa Al-Masih/Kalimatullah] sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Supaya semua orang yang menerima-Nya [Isa Al-Masih] menjadi anak-anak Allah. Dan menjadi ahli waris Kerajaan [surga]” Injil, 1 Yohanes 49-10, Yohanes 112-13, Yakobus 25, parafrasa. Fauzan senang karena adalah kehormatan besar ia bisa mendapat status “anak Allah” lebih baik daripada menjadi hamba Allah. Ia merasakan penerimaan dan kasih Allah. Fauzan hidup dalam ucapan syukur. Menjadi “hamba Allah” ataukah “anak Allah” yang Anda inginkan? Jika ingin mengalami kasih Allah dan jaminan surga-Nya, jadilah anak Allah dengan percaya kepada Isa Al-Masih! [Staf Isa dan Islam – Untuk masukan atau pertanyaan mengenai artikel ini, silakan mengirim email kepada Staff Isa dan Islam.] Artikel Terkait Berikut ini dua link yang berhubungan dengan artikel “Menjadi Hamba Allah atau Anak Allah, Mana yang Terbaik?” Jika Anda berminat, silakan klik pada link-link berikut Mengapa Sebaiknya Muslim Mengenal Allah Sebagai “Bapa”? Pewaris Surga Untuk “Hamba Allah” Islam Atau “Anak Allah” Kristen? Dapatkah Isa Al-Masih Menanggung Dosa Manusia? Video LEBIH BAIK MENJADI BUDAK ALLAH ATAU ANAK ALLAH? Fokus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut Menurut Saudara mengapa menjadi anak Allah lebih baik bahkan terbaik? Manakah yang Saudara pilih, menjadi hamba Allah yang dinilai ketaatannya, atau anak Allah yang beroleh kasih dan jaminan surga dari Allah? Mengapa? Mengapa Isa berkuasa menghapus dosa-dosa manusia dan menjadikan kita anak-anak Allah? Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus. Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.” Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. atau SMS ke 0812-8100-0718
Kemudianbeliau menuturkan kembali bahwa konsep islam megenai alam semesta merupakan penegasan bahwa alam semesta adalah sesuatu selain Allah Swt.[4] Dari satu sisi alam semesta dapat didefenisikan sebagai kumpulan jauhar yang tersusun dari maddah (materi) dan shurah (bentuk), yang dapat diklasifikasikan ke dalam wujud konkrit (syahadah) dan
Penghambaan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atau al-ubudiyyah adalah kedudukan manusia yang paling tinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena dalam kedudukan ini, seorang manusia benar-benar menempatkan dirinya sebagai hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang penuh dengan kekurangan, kelemahan dan ketergantungan kepada Rabb-nya, serta menempatkan dan mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Rabb yang maha sempurna, maha kaya, maha tinggi dan maha Subhanahu wa Ta’ala berfirman{يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ}“Wahai manusia, kamulah yang bergantung dan butuh kepada Allah; sedangkan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya tidak memerlukan sesuatu lagi Maha Terpuji” QS Faathir 15.Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa manusia pada zatnya butuh dan bergantung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memenuhi kebutuhan mereka lahir dan batin, dalam semua arti kebutuhan dan ketergantungan, baik itu disadari oleh mereka maupun tidak. Oleh karena itu, hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang beriman dan selalu mendapat limpahan taufik-Nya, mereka selalu mempersaksikan ketergantungan dan kebutuhan ini dalam semua urusan dunia maupun agama. Maka mereka selalu merendahkan diri dan memohon dengan sungguh-sungguh agar Dia Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menolong dan memudahkan segala urusan mereka, serta tidak menjadikan mereka bersandar kepada diri mereka sendiri meskipun hanya sekejap mata[1 Sebagaimana doa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan ini termasuk doa yang dianjurkan untuk dibaca pada waktu pagi dan petang “… Ya Allah! jadikanlah baik semua urusanku dan janganlah Engkau membiarkan diriku bersandar kepada diriku sendiri meskipun cuma sekejap mata” HR an-Nasa-i 6/147 dan al-Hakim no. 2000, dishahihkan oleh al-Hakim, disepakati oleh adz-Dzahabi dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaaditsish shahihah” 1/449, no. 227]. Mereka inilah yang selalu mendapatkan pertolongan dan limpahan taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala[2. Lihat keterangan Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di dalam “Taisiirul Kariimir Rahmaan” hal. 687].Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata “Kesempurnaan makhluk manusia adalah dengan merealisasikan al-ubudiyyah penghambaan diri kepada Allah, dan semakin bertambah kuat realisasi penghambaan diri seorang hamba kepada Allah Ta’ala maka semakin bertambah pula kesempurnaannya kemuliaannya dan semakin tinggi derajatnya di sisi Allah Ta’ala.Dan barangsiapa yang menyangka dengan keliru bahwa seorang hamba bisa saja keluar dari penghambaan diri kepada Allah tidak terkena kewajiban beribadah kepada Allah Ta’ala dalam satu sisi, atau dia menyangka bahwa keluar dari penghambaan diri itu lebih sempurna utama, maka dia termasuk orang yang paling bodoh bahkan paling sesat”[3. Kitab “al-Ubuudiyyah” hal 57 – Tahqiiq Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi, cet. Darul ashaalah].Makna dan hakikat al-ubudiyyahOrang yang paling sempurna penghambaan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’alaSombong dan membanggakan diri, perusak al-ubudiyyahPenutupMakna dan hakikat al-ubudiyyahal-Ubudiyyah penghambaan diri atau ibadah adalah sesuatu yang menghimpun rasa cinta yang utuh disertai sikap merendahkan diri yang sempurna[4. Lihat keterangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab “al-Ubuudiyyah” hal. 94 dan Imam Ibnul Qayyim dalam kitab “Thariiqul hijratain” hal. 510]. Maka tidaklah dikatakan suatu perbuatan sebagai ibadah atau penghambaan diri jika tidak disertai dua hal Islam Ibnu Taimiyah berkata “Ibadah atau penghambaan diri mengandung kesempurnaan dan puncak kecintaan serta kesempurnaan dan puncak sikap Menghinakan merendahkan diri. Sehingga sesuatu yang dicintai tapi tidak diagungkan dan merendahkan diri kepadanya maka tidaklah disebut sebagai sesembahan sesuatu yang diibadahi. Sebagaimana sesuatu yang diagungkan tapi tidak dicintai maka tidaklah disebut sebagai sesembahan sesuatu yang diibadahi. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman{ وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ }“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapan orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah” QS al-Baqarah 165”[5. Kitab “Majmu’ul fata-wa” 10/56].Imam Ibnul Qayyim berkata “Tidak ada jalan menuju keridhaan Allah yang lebih dekat dari jalan al-Ubudiyyah penghambaan diri kepada Allah Ta’ala dan tidak ada hijab penghalang menuju keridhaan-Nya yang lebih tebal dari pengakuan membanggakan dan kagum dengan diri sendiri. Penghambaan diri berporos pada dua patokan yang merupakan landasan al-Ubudiyyah, yaitu kecintaan yang utuh dan penghinaan diri yang sempurna kepada Allah Ta’ala.Kedua lndasan ini tumbuhnya dari dua pokok utama, yaitu mempersaksikan besarnya anugrah dan kurunia dari Allah Ta’ala bagi hamba-Nya, dalam memudahkan segala kebaikan dan melindungi dari semua keburukan, yang ini akan menumbuhkan rasa cinta kepada Allah Ta’ala, dan mempersaksikan besarnya kekurangan diri hamba dan ketidaksempurnaan amalnya, yang ini akan menimbulkan sikap merendahkan diri yang sempurna kepada Allah Ta’ala”[6. Kitab “al-Waabilush shayyib” hal. 15 – cet. Dar al-kitab al-Arabi].Imam al-Qurthubi berkata “Barangsiapa yang selalu taat dan beribadah kepada Allah, menyibukkan pendengaran, penglihatan, lisan dan hatinya dengan perintah-Nya, maka dialah yang paling berhak mendapatkan nama al-Ubudiyyah hamba Allah sejati. Dan barangsiapa yang melakukan kebalikan dari semua itu, maka dia termasuk dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala{أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ}“Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi” QS al-A’raaf 179[7. Kitab “Tafsir al-Qurthubi” 13/67-68].Inilah kedudukan mulia yang diminta oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam doa beliau Shallallahu’alaihi Wasallam “Ya Allah, hidupkanlah aku sebagai orang miskin, matikanlah aku sebagai orang miskin, dan kumpulkanlah aku di dalam golongan orang-orang miskin pada hari kiamat”[8. HR at-Tirmidzi 4/577, Ibnu Majah no. 4126 dan al-Hakim 4/358, dinyatakan shahih oleh Imam al-Hakim, imam adz-Dzahabi dan syaikh al-Albani].Arti “orang miskin” dalam hadits ini adalah orang yang selalu merendahkan diri, tunduk dan khusyu’ kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala[8. Lihat kitab “al-Khusyu’ fish shalaah” hal. 34 dan “Tuhfatul ahwadzi” 7/16].Inilah sifat yang menjadikan sempurna penghambaan diri manusia kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahkan inilah yang menjadikan bertingkat-tingkatnya kedudukan dan keutamaan manusia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga seorang hamba yang kelihatannya banyak berbuat kebaikan dan amal shaleh tapi di dalam hatinya tidak terdapat hakikat penghambaan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahkan sebaliknya, dia bersifat sombong, bangga diri dan lupa menisbatkan taufik kebaikan yang dikerjakannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka hamba ini adalah hamba yang buruk dan tidak diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ Ahmad menukil dari salah seorang ulama Salaf, bahwa ada seorang laki-laki yang berkata kepada ulama ini Sungguh aku melaksanakan shalat lalu aku menangis tersedu-sedu sampai-sampai hampir bisa tumbuh sayuran karena derasnya air mataku. Maka ulama inipun berkata kepadanya “Sungguh jika kamu tertawa tapi kamu mengakui dosa-dosamu lebih baik dari pada kamu menangis tapi kamu menyebut-nyebut membanggakan amalmu, karena sesungguhnya shalat orang yang menyebut-nyebut membanggakan amalnya tidak akan naik ke atas tidak diterima/diridhai Allah Ta’ala”[9. Dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab “Ighaatsatul lahfaan” 1/89].Inilah makna ucapan yang dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dari salah seorang ulama Salaf yang berkata “Sungguh ada seorang hamba yang melakukan perbuatan dosa tapi karena dosa itu dia masuk Surga, dan ada seorang hamba lain yang melakukan kebaikan tapi karena kebaikan itu dia masuk Neraka”. Orang-orang bertanya dengan keheranan Bagaimana itu bisa terjadi?Ulama tersebut berkata “Hamba yang berbuat dosa, lalu setelah itu dosa tersebut selalu ada di hadapan kedua matanya karena dia takut dan khawatir dirinya akan binasa, maka dia selalu menangis, menyesali perbuatan dosa itu, merasa malu kepada Allah Ta’ala, menundukkan kepala di hadapan-Nya, dan merasa hatinya remuk di hadapan-Nya. Maka dosa yang diperbuatnya itu lebih bermanfaat bagi hamba ini dari pada banyak amal ketaatan, karena dampak yang muncul setelah itu berupa hal-hal sikap takut dan merendahkan diri/ penghambaan diri yang sempurna yang dengan itulah seorang hamba meraih kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat. Sehingga dosa yang dilakukannya justru menjadi sebab dia masuk hamba yang melakukan kebaikan, tapi setelah itu dia selalu menyebut-nyebut kebaikan tersebut di hadapan Allah, merasa sombong, bangga, merasa dirinya besar dengan kebaikan tersebut dan dia berkata aku telah melakukan banyak kebaikan. Maka kebaikan tersebut justru menimbulkan sifat sombong, bangga diri dan angkuh yang menjadi sebab kebinasaannya karena dia tidak merendahkan dirinya di hadapan Allah, padahal Dialah yang memudahkan bagi hamba tersebut untuk melakukan kebaikan itu”[10. Kitab “al-Waabilush shayyib” hal. 13 – cet. Dar al-kitab al-Arabi].Orang yang paling sempurna penghambaan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’alaMereka adalah orang-orang yang mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan utuh dan sempurna, sehingga mereka selalu bersegera dan berungguh-sungguh dalam mengerjakan amal shaleh dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bersamaan dengan itu, mereka tetap menundukkan diri dan meyakini ketergantungan diri mereka kepada-Nya, dengan selalu berharap dan takut Ta’ala memuji para Nabi dan Rasul-Nya dengan sifat ini dalam firman-Nya{إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ}“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka selalu berdoa kepada Kami dengan berharap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ dalam beribadah” QS al-Anbiyaa’ 90.Dalam ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang shaleh dalam firman-Nya{تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ}“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya karena mereka selalu mengerjakan ibadah dan shalat ketika manusia sedang tertidur di malam hari, sedang mereka berdoa kepada Allah dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka” QS as-Sajdah 16.Juga tentang sifat-sifat mulia para Shahabat radhiallahu’anhum dalam firman-Nya{مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا، سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ}“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia para Shahabat radhiallahu’anhum bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Tanda-tanda meraka tampak pada wajah mereka dari bekas sujud” QS al-Fath 29.Imam Mujahid dan beberapa ulama ahli tafsir lainnya berkata tentang makna “tanda-tanda pada wajah mereka” dalam ayat ini “Yaitu Khusyu’ dalam shalat dan tawadhu’ sikap merendahkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala”[ oleh imam Ibnu Katsir dalam tafsir beliau 4/260].Inilah makna al-ubudiyyah al-khaashshah penghambaan diri yang khusus yang dipuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam al-Qur-an, dengan mereka disebut sebagai hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sejati’ dan digandengakan-Nya mereka dengan nama-Nya yang maha mulia, yang mana penggandengan ini mengandung arti “idha-fatu at-tasriif” kemuliaan dan keagungan bagi mereka[12. Lihat kitab “Mada-rijus saalikiin” 1/105, “at-Tahriir wat tanwiir” hal. 3910 dan “Fathul Majiid” hal. 429].Sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menyebut Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai hamba-Nya{سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ}“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” QS al-Israa’ 1.Juga firman-Nya{أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ}“Bukankan Allah cukup untuk melindungi hamba-Nya Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam?” QS az-Zumar 36.Hal ini dikarenakan Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam adalah manusia yang paling sempurna dalam menunaikan penghambaan diri dan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala[13. Lihat kitab “Fathul Majiid” hal. 41].Sebagaimana sifat ini juga yang Allah jadikan sebagai kemuliaan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa kepada-Nya[14. Lihat kitab “Tafsir al-Qurthubi” 13/67] dalam firman-Nya{وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا. وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا}“Dan hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan. Dan orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri melksanakan shalat malam untuk Rabb mereka Allah Ta’ala” QS al-Furqaan 63-64.Sombong dan membanggakan diri, perusak al-ubudiyyahDari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda “Tidaklah masuk Surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan meskipun seberat biji debu”. Ada yang bertanya Wahai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, sesungguhnya setiap orang senang memakai baju yang bagus dan alas kaki yang indah. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan Dia mencintai keindahan, kesombongan itu adalah menolak kebenaran karena congkak dan merendahkan manusia“[15. HSR Muslim no. 91].Hadits ini menunjukkan bahwa sifat sombong dan membanggakan diri merupakan sifat yang sangat tercela, bahkan bertentangan dengan sifat al-ubudiyyah yang hakikatnya adalah sikap merendahkan diri dan ketundukan yang sempurna kepada Allah Subhanahu wa Ta’ Islam Ibnu Taimiyah berkata “Hakikat Islam adalah kepasrahan dan ketundukan diri seorang muslim hanya kepada Allah dan bukan kepada selain-Nya. Karena orang yang memasrahkan diri kepada Allah dan juga kepada selain-Nya maka dia adalah seorang musyrik berbuat syirik/menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana orang yang menolak agama Islam maka dia adalah hakikat agama Islam yang diturunkan oleh Allah kepada para Rasul-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam dan dalam kitab-kitab-Nya. Yaitu kepasrahan dan ketundukan diri seorang hamba hanya kepada Allah dan bukan kepada selain-Nya. Maka orang yang memasrahkan diri kepada Allah dan juga kepada selain-Nya maka dia adalah seorang musyrik berbuat syirik/menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana orang yang menolak agama Islam maka dia adalah orang yang menyombongkan hadits yang shahih dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam beliau bersabda bahwa “Surga tidak akan dimasuki oleh orang yang dalam hatinya ada kesombongan meskipun seberat biji debu“[16. HSR Muslim no. 91]. Sebagaimana Neraka tidak akan dimasuki oleh orang yang dalam hatinya ada keimanan meskipun seberat biji debu. Maka dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjadikan sifat sombong sebagai lawan dari keimanan, karena sesungguhnya sifat sombong itu meruntuhkan hakikat al-ubudiyyah penghambaan diri seorang hamba. Sebagaimana dalam hadits yang shahih dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda Allah berfirman “Keagungan adalah sarung-Ku dan kebesaran adalah selendang-Ku, maka barangsiapa melawan-Ku dengan merasa memiliki salah satu dari kedua sifat itu maka Aku akan mengazabnya“[17. HR Abu Dawud no. 4090 dan Ibnu Majah no. 4174, dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani].Maka sifat keagungan dan kebesaran termasuk sifat-sifat yang khusus dalam rububiyah Allah sifat-sifat Allah, seperti menciptakan, mengatur dan menguasai alam semesta beserta isinya. Dan sifat kebesaran lebih tinggi dari sifat keagungan, oleh karena itu, sifat kebesaran dijadikan pada kedudukan selendang, sebagaimana sifat keagungan dijadikan pada kedudukan sarung[18. Kitab “al-Ubuudiyyah” hal. 30].Oleh karena itu, seorang hamba yang selalu merendahkan diri dan mengakui kelemahan serta kekurangan dirinya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih baik dan lebih mulia dari pada seorang yang selalu membanggakan dirinya meskipun amal ibadahnya terlihat Mutharrif bin Abdillah bin asy-Syikhkhiir[19. Beliau adalah seorang imam besar dari kalangan Tabi’in senior yang mulia dan sangat terpercaya dalam meriwayatkan hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau wafat tahun 95 H lihat kitab “Taqriibut tahdziib” hal. 534] berkata “Sungguh jika aku tertidur di malam hari tapi aku bangun di pagi hari dalam keadaan menyesali dosa-dosaku lebih aku sukai dari pada aku berdiri beribadah di malam hari tapi ketika di pagi hari aku bangga dengan diriku sendiri”. Imam adz-Dzahabi menukil ucapan beliau ini, lalu beliau mengomentari “Demi Allah, tidak akan beruntung orang yang menganggap dirinya suci atau bangga dengan dirinya sendiri”[20. Kitab “Siyaru a’laamin nubalaa’” 4/190].PenutupAllah Ta’ala berfirman menjelaskan sifat hamba-hamba-Nya yang telah menyempurnakan sifat al-ubudiyyah sehingga mereka meraih predikat takwa kepada-Nya{تِلْكَ الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوّاً فِي الْأَرْضِ وَلا فَسَاداً وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ}“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan maksiat di muka bumi, dan kesudahan yang baik itu surga adalah bagi orang-orang yang bertakwa” QS Al Qashash83.Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di berkata “Jika mereka orang-orang yang disebutkan dalam ayat ini tidak mempunyai keinginan untuk menyombongkan diri dan berbuat kerusakan maksiat di muka bumi, maka konsekwensinya berarti keinginan mereka hanya tertuju kepada Allah, tujuan mereka hanya mempersiapkan bekal untuk negeri akhirat, dan keadan mereka sewaktu di dunia selalu merendahkan diri kepada hamba-hamba Allah, serta selalu berpegang kepada kebenaran dan mengerjakan amal shaleh, mereka itulah orang-orang bertakwa yang akan mendapatkan balasan akhir yang baik surga dari Allah Subhanahu wa Ta’ala”[21. Kitab “Taisiirul kariimir Rahmaan fi tafsiiri kalaamil Mannaan” hal. 453].Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk menyempurnakan penghambaan diri dan ketaatan kepada-Nya yang merupakan sebab keberuntungan kita di dunia dan akhirat, الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين***Penulis Abdullah bin Taslim al-Buthoni, Lc.,
Karenashalat merupakan salah satu wasiat Allah kepada Nabi-nabi dan wasiat para Nabi kepada umatnya," kata Hasan Husen Assagaf dalam satu tausiyahnya. Bulan Ramadan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang benar dan yang batil
Makassar - Sebentar lagi umat muslim akan merayakan Hari Raya Idul Adha. Berbagi ucapan dan quotes menjadi salah satu cara berbagai quotes Idul Adha 2023 yang bisa digunakan. Berikut diantaranya yang telah dihimpun detikSulsel dari berbagai Hari Raya Idul Adha 2023"Kurban adalah pertanda cinta. Cinta kepada Allah dan sesama. Selamat hari raya Idul Adha 2023, 10 Dzulhijjah 1444 H.""Kala sa'i adalah harapan, putaran thawaf adalah cermin penghambaan. Di kala wukuf menjadi wujud ketundukan, serta lemparan jumrah adalah perjuangan. Dengan takbir digemakan, Selamat Idul Adha 1444 H.""Nabi Ibrahim menjadi inspirasi kita dalam momen Idul Adha ini. Keikhlasannya diganti oleh Allah SWT dengan begitu banyak berkah. Semoga kita semua bisa melakukan hal yang sama di tahun ini. Selama menyambut Idul Adha 1444 H.""Bukan menyoal kambing atau sapi yang kamu kurbankan, tetapi soal keikhlasan memohon ridha dari Allah SWT. Dengan kerendahan hati, saya pun memohon maaf agar Lebaran tahun ini menjadi pengingat kita selalu ikhlas dan rendah hati.""Bila kamu bahagia, tersenyum dan rayakan. Tapi saat kamu sedang sedih, sekali lagi rayakan untuk membawa senyuman kepada orang lain. Selamat Idul Adha.""Idul Adha mengajarkan kita untuk senantiasa berkurban dan ikhlas, Semoga itu selalu mengiringi setiap langkah kehidupan kita.""Kurban lebih berarti jika dilakukan untuk berbagi. Dan bukan untuk pribadi. Selamat Hari Idul Adha.""Fitrah sejati dalam tiap diri manusia ialah memuja setiap asma Allah. Jangan lupakan syariatnya dan tanamkan kuat dalam jiwa. Agar tak cepat buat berbagai dosa dan berjalan teguh pada ajarannya. Selamat Idul Adha 2023/1444 Hijriah.""Hidup adalah timbal balik. Apa yang kamu berikan akan kembali, apa yang kamu tanam akan tumbuh, dan apa yang kamu kurbankan akan berbuah pahala. Selamat berkurban dan mohon maaf lahir dan batin.""Belajarlah dari masa lalu dan hiduplah untuk masa depan. Jika masa lalu penuh dengan kesalahan, maka perbaikilah dengan memaafkan. Selamat Hari Raya Idul Adha 2023.""Hidup adalah sebuah pencarian. Labuhkan pencarian hidupmu hanya pada Yang Maha Kekal, meski penuh pengorbanan. Layaknya pencarian dan pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang hanif. Selamat hari raya Idul Adha.""Bukan kambing ataupun sapi yang menjadi esensi di hari raya kurban ini, tetapi kerendahan hati dan juga keikhlasan, itulah makna Idul Adha yang sesungguhnya.""Orang yang lemah tidak dapat memaafkan karena yang mampu memaafkan hanyalah orang-orang yang kuat. Selamat hari raya Idul Adha 2023, mohon maaf lahir dan batin.""Makna Idul Adha adalah semangat bagi kita dalam berkurban. Harapan kita akan ampunan-Nya serta keteguhan kita dalam beriman. Selamat Hari Raya Kurban untuk kamu dan semua keluarga di rumah.""Awali hari dengan berbagi kebaikan, layaknya mereka yang begitu bahagia menerima pemberianmu. Selamat Hari Raya Idul Adha 1444 H.""Kala tetesan air mata Ibrahim jatuh menyaksikan keteguhan iman anaknya Ismail, kala itulah sejarah agung tercipta. Selamat Hari Raya Idul Adha 1444 H. Semoga kita senantiasa dalam lindungan Allah SWT.""Belajar dari keikhlasan seorang Ibrahim di kala mengorbankan anaknya dan seperti Ismail yang ikhlas dan menerima segala kehendak Allah SWT. Jadikanlah Idul Adha tahun ini sebagai waktu untuk kita saling belajar mengikhlaskan. Selamat Hari Raya Idul Adha 2023.""Memaafkan memang tidak akan mengubah masa lalu, namun dengan memaafkan masa depan akan penuh dengan persaudaraan yang terjalin. Semoga di hari yang penuh berkah ini, kita dapat saling memaafkan dan dilimpahkan keberakahan. Selamat Merayakan Idul Adha."Idul Adha adalah momentum mengasah kepekaan sosial menjadi sumber inspirasi menjaga kebersamaan bagi keluarga dan masyarakat secara hikmah."Di mana setiap helai bulu ternak kurban akan bernilai pahala, sementara di sisi lain kita akan merasakan indahnya berbagi kepada sesama. Selamat Hari Raya Kurban.""Hidup layaknya sebuah pencarian. Labuhkan pencarian hidupmu pada Allah Yang Maha Kuasa meski harus dipenuhi pengorbanan layaknya pengorbanan Nabi Ibrahim yang hanif. Selamat Hari Raya Idul Adha 1444. Mohon maaf lahir dan batin.""Setiap satu helai rambut kurban merupakan satu kebaikan. Selamat Hari Raya Idul Adha, semoga momen membahagiakan ini menjadi pengingat bagi kita untuk bersyukur dan terus berbagi kenikmatan dengan sesama.""Dalam setiap kebersamaan yang penuh senyum dan tawa, dalam setiap untaian doa dan kata maaf, dalam kesempatan yang datang menyapa. Semoga Allah senantiasa memberkahimu. Selamat Hari Raya Idul Adha. Mohon maaf lahir dan batin.""Awali perayaan kurban dengan senyum dan bahagia layaknya mereka yang bahagia karena menerima pemberian darimu. Selamat Hari Raya Idul Adha 1444 H. Mohon maaf lahir dan batin.""Mari jadikan Idul Adha momentum menyambungkan tali silaturahmi, melatih kepekaan, empati, dan mengikis kebencian di hati. Selamat Lebaran Idul Adha."Nah itulah kumpulan quotes Idul Adha 2023 yang bisa dijadikan referensi. Semoga bermanfaat ya detikers! Simak Video "Tips Jumatan di Masjidil Haram yang Kian Padat" [GambasVideo 20detik] alk/edr
. hit4sx601u.pages.dev/247hit4sx601u.pages.dev/305hit4sx601u.pages.dev/667hit4sx601u.pages.dev/130hit4sx601u.pages.dev/525hit4sx601u.pages.dev/818hit4sx601u.pages.dev/318hit4sx601u.pages.dev/827hit4sx601u.pages.dev/734hit4sx601u.pages.dev/434hit4sx601u.pages.dev/403hit4sx601u.pages.dev/12hit4sx601u.pages.dev/274hit4sx601u.pages.dev/111hit4sx601u.pages.dev/261
wujud penghambaan manusia kepada allah adalah salah satu dari