Liturgiadalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani, leitourgia, yang berarti kerja bersama.Kerja bersama ini mengandung makna peribadatan kepada Allah dan pelaksanaan kasih, dan pada umumnya istilah liturgi lebih banyak digunakan dalam tradisi Kristen, antara lain umat Katolik.Kurang lebih dapat dibandingkan dengan rukun salat secara berjamaah baik pada hari-hari raya maupun hari Jumat dan
[dropcap]A[/dropcap]PAKAH LITURGI ITU?Liturgi adalah perayaan misteri karya keselamatan Allah dalam Kristus; yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus Sang Imam agung bersama Gereja-Nya, dalam Roh adalah medan perjumpaan Allah dan manusia, serta manusia dan LITURGIPerayaan iman bersama Kristus dan seluruh Gereja KebersamaanResmi ada ketentuan-ketentuan bakuAktual dan kontekstual saat ini, kini, di siniMemuliakan Tuhan sebagai sarana pengudusan umat manusiaMakna Musik dan Nyanyian dalam dan nyanyian merupakan bagian liturgi sendiri yang penting dan integral liturgis â dan nyanyian liturgi termasuk liturgi itu dan nyanyian haruslah melayani boleh menjadi musik dan nyanyian liturgi adalah musik dan nyanyian yang dapat membantu orang berjumpa dengan Tuhan dan sesamanya berliturgi.Musik dan nyanyian memperjelas misteri Kristus kristologisIsi syair nyanyian, memperdalam misteri iman akan Yesus Kristus yang sedang nyanyian, membantu umat untuk merenungkan dan mengkontemplasikan misteri iman yang dan nyanyian ditentukan dan dipilih atas dasar kesesuaiannya dgn jiwa dan misteri iman akan Yesus Kristus yang dirayakan dalam dan nyanyian mengungkapkan peran serta umat secara aktif eklesiologis â dan nyanyian yang sesuai dengan tema liturgi dan tempat nya akan membantu umat dalam memasuki misteri iman yang dirayakan dan memungkinkan umat untuk lebih baik menangkap sabda Tuhan dan karunia sakramen yang dan nyanyian dapat ikut membangun kebersamaan dan kesatuan umat yang sedang dan nyanyian membangun dan membentuk dan nyanyian liturgi adalah musik dan nyanyian yang mampu mempersatukan umat beriman dan membantunya dalam berparti sipasi secara sadar dan aktif dalam perayaan diperhatikan dan disikapi dengan bijaksana musik dan nyanyian yang sesuai dengan citarasa umatPeranan Musik dan Nyanyian dalam Liturgi Perayaan EkaristiRITUS PEMBUKA Nyanyian PembukaMembuka perayaan kesatuan umat yang masuk ke dalam misteri iman yang dirayakan dalam perayaan liturgi tersebut sesuai masa dan pesta liturginya.Mengiringi imam dan para petugas yang lain berjalan menuju altar. Nyanyian pembuka berhenti saat imam /pemimpin siap di tidak ada nyanyian pembuka, antifon pembuka dapat diba cakan. Doa Tobat dan Tuhan Kasihanilah KamiâTKK adalah seruan kepada Tuhan untuk menyatakan penghormat tan kepada Tuhan Yesus Kristus dan memohon belas Tuhan Kasihanilah Kami bisa ditiadakan apabila lagu pembuka sudah memuat pernyataan tobat dan mohon belas Kemuliaan GloriaMadah kemuliaan adalah nyanyian/kidung pujian yang dilambung kan oleh dorongan Roh Kudus kepada Bapa dan kemuliaan bisa diucapkan atau dinyanyikan secara bergan tian atau bersamaan, diangkat oleh imam atau solis dan dilanjutkan oleh kemuliaan diucapkan atau dinyanyikan pada hari Minggu, hari raya, dan pesta-pesta, kecuali dalam masa adven dan prapas SABDA Mazmur Tanggapan MT atau Nyanyian Tanggapan Sabda NTSMT dimaksudkan untuk memperdalam renungan atas sabda Allah dan menanggapi âNya, bisa dibaca atauMT diambil dari Kitab Suci dan disesuaikan dgn bacaan dinyanyikan oleh pemazmur di mimbar sabda, umat mendengar kan dan menjawab dengan sebuah ulangan atau dalam kasus darurat saja MT diganti dengan NTS yang sesuai dengan tema , bersifat biblis/alkitabiah, dan mengajak umat untuk dalam MT tidak harus dinyanyikan semua, dipilih saja yang sesuai. Bait Pengantar Injil / AlleluyaBait pengantar Injil atau Alleluya dimaksudkan untuk mempersiap kan umat mendengarkan Injil yang akan bisa diulangi dan teks ayat diambil dari bacaan atau bait pengantar Injil dapat ditiadakan apabila tidak dinyanyikan, artinya Alleluya atau bait pengantar Injil harus dinya EKARISTI Nyanyian Persiapan PersembahanBerfungsi untuk mengiringi perarakan bahan persembahan, membi na kesatuan umat dan mengantar umat masuk dalam misteri EkaristiJika tidak ada perarakan bahan-bahan persembahan nyanyian per siapan persembahan bisa nyanyian persiapan persembahan ungkapan persembahan hidup umat berimanyg tak pantas kepada Allah dan semoga disatukan dengan persembahan sejati Kristus .Nyanyian KudusNyanyian kudus termasuk Doa Syukur Agung, merupakan aklamasi atau seruan umat beriman terhadap pujian syukur yang dilambung kan dalam prefasi. Maka nyanyian kudus tidak bisa ditiadakan dan sebaiknya nyanyian-nyanyian ordinarium yang lain nyanyian kudus menduduki rangking mengumumkan nomor nyanyian kudus setelah prefasi atau saat mau menyanyikan nyanyian kudus dan jangan menunggu/pakai lama . Bapa KamiBapa Kami bisa diucapkan saja atau dinyanyikan dan diusahakan dibawakan oleh seluruh umat yang hari Minggu, pesta dan perayaan khusus Bapa Kami lebih baik Kami yang boleh digunakan dalam liturgi adalahBK yang isi syairnya sesuai dengan teks resmi doa Bapa yang melodinya sesuai dengan jiwa liturgi Gereja. Anak Domba Allah dan Nyanyian Iringan Pemecahan RotiAnak Domba Allah dimaksudkan untuk mengiringi pemecahan dan pencampuran roti dan untuk persiapan pembagian roti tidak harus diiringi dengan nyanyian Anak Domba Allah, tetapi dapat juga dipakai nyanyian lain yang sesuai, misalnya 281 atau Nyanyian KomuniMengiringi umat dalam menyambut Tubuh persaudaraan dan persatuan umat secara lahir-batin sebagai tubuh suasana doabagi umat yang sedang berjumpa dengan Tuhan secara sakramental dalam nyanyian hendaknya berhubungan dengan tema Ekaristi, Tubuh dan Darah Kristus, kesatuan dengan Tuhan dan komuni dapat dinyanyikan sendiri oleh paduan suara, tanpa melibatkan umat, atau instrumen Madah PujianMengungkapkan puji syukur seluruh umat beriman atas karunia Ekaristi Suci dan atas seluruh perayaan Ekaristi yang setelah imam selesai membersihkan piala , sebelum Doa Sesudah nyanyian yang dapat mengikutsertakan seluruh umat, misalnya Kidung PENUTUPNyanyian PenutupMenutup perayaan gairah dan semangat kepada umat agar pergi menjalankan tugas perutusan mewartakan damai dan kebaikan Tuhan dengan perarakan imam dan para petugas liturgi memasuki LITURGI ITU BUKAN SELINGAN1 Harus membantu terjadinya perjumpaan Allah dengan manu sia2 Memperdalam misteri iman yang sedang dirayakan sesuai dengan tema3 Mempersatukan seluruh umat dan membantu umat berpartisi pasi secara sadar dan aktif dalam liturgi4 Harus ada unsur VERTIKAL mengarah pada Tuhan5 Harus ada unsur HORISONTAL mengarah pada sesama umat6 Unsur vertikal dan horisontal dapat dikenali dari syair dan Syair kata-kata yang tidak vulgar; dari KS atau teks liturgi8 Melodi otentik, tidak mirip nyanyian lain, membawa asosiasi pada nyanyian lainKELOMPOK NYANYIAN LITURGIProprium pembuka, persiapan persembahan, komuni, madah pujian, penutupOrdinarium Tuhan Kasihanilah Kami, Kemuliaan, Kudus, Anak Domba Allah, dan RohaniNyanyian Rohani tidak dibuat untuk liturgi, maka syair tidak cocok untuk bagian-bagian liturgiNyanyian Rohani mengungkapkan kedekatan, hormat, cinta istimewa pada Tuhan devosiNyanyian rohani bisa untuk persekutuan, pewartaan CARA MEMILIH NYANYIAN Prinsip Pemilihan Nyanyian LiturgiMelayani seluruh umat memilih lagu hanya berdasarkan selera pribadi atau lagu yang bisa menjawab harapan dan kebutuhan umat agar perayaan liturgi menjadi perayaan partisipasi dipilih dari buku nyanyian yang seharusnya dapat diikuti oleh umat refren mazmur tanggapan, bait pengantar Injil, nyanyian kudus, aklamasi anamnese, Bapa Kami. Nyanyian yang sebaiknya dapat diikuti oleh umat nyanyian pembuka, kyrie, iman akan misteri syair dan melodi harus benar-benar sesuai dengan citarasa iman dengan masa dan tema dengan hakekat masing-masing pertimbangan pastoral dan praktis. Langkah Konkrit Pemilihan Nyanyian LiturgiPedoman Nyanyian-nyanyian liturgi dipilih berdasarkan kesesuaian kata-kata nyanyian itu dengan bacaan-bacaan dalam perayaan pedoman ini maka ada beberapa langkah konkrit dalam memilih nyanyian liturgiLangkah PertamaMembaca Bacaan KS dan Mazmur Tanggapan yang DigunakanBacaan Hari Minggu dan Hari Raya Tema Bacaan I dekat dengan Injil. Mazmur Tanggapan selalu menanggapi bacaan Harian Bacaan pertama dan Injil baik juga diperhatikan adanya peringatan, Kedua Memilih NyanyianMemilih nyanyian pembuka, persiapan persembahan, madah syukur, dan nyanyian penutup yang sesuai dengan isi Injil, bacaan I dan Ada kebebasan untuk TIDAK TERIKAT pada pengelompokan lagu dalam buku MB atau PS. Bila syair lagu cocok dengan bacaan Kitab Suci ada kelonggaran untuk menggunakan sesuai dengan tidak ada syair atau lagu yang sesuai dengan bacaan I dan Injil maka boleh mendasarkan pada bacaan Langkah PraktisAda kelonggaran untuk masa khusus dan bisa diambil dari nyanyian masa biasa asal syair sesuai dengan bacaan dan tidak melanggar kaidah pokok. Misalnya Prapaskah tidak boleh ada kata nyanyian masa khusus bisa digunakan untuk suatu perayaan devosional sebaiknya digunakan dalam konteks perayaan atau ibadatSetelah memilih nyanyian buatlah daftar Pilihan Nyanyian, kemudian dikomunikasikan dengan imam yang memimpin ekaristi sebelum ekaristi Tulisan oleh Rm Budi Haryono, Pr, foto oleh Yusup Priyas
5 Dasar. Sementara dasar pujian dan penyembahan tentunya bersumber dari firman Allah. Karena di dalam Alkitab telah jelas tertulis bahwa Tuhan ingin umatNya memuji dan menyembah Dia. Oleh karena itu tentunya hal ini cukup penting untuk selalu dilakukan apalagi dengan penuh tuntunan peranan Roh Kudus dalam gereja agar menghasilkan pujian serta
Memuji Dengan Nyanyian Dalam Ibadah Jemaat Abstract Apa yang kita lakukan pada waktu kita memuji dalam ibadah? Ketika pemimpin pujianmengajak kita dengan akrab "Mari kita memuji Tuhan dengan menyanyi dari nomor... bagaimana kita memuji?Di dalam Alkitab banyak kutipan yang maknanya memerintahkan kita untuk memujiTuhan, bagaimana caranya supaya kita berhasil memenuhi perintah tersebut? Persiapan apa yang harus dilakukan? Apakah suara saja tidak cukup?Hal memuji dengan nyanyian rupanya perlu dimaknai secara benar dan tepat karena dalam ibadah, nyanyian dan pujian berperan membawa kita memasuki hadirat banyak hal yang diuraikan tentang memuji dengan nyanyian dalam ibadah, maka aklamasi dan proklamasi merupakan pokok utama yang harus terkandung dalam setiap nyanyian jemaat. Keduanya tidak dapat dipisahkan atau dikesampingkan, karena dari kedua pokok tersebut alamat nyanyian menjadi jelas, bukan diri kita sendiri atau orang-orang yang terlibat dalam pelayanan nyanyian, melainkan Allah dan dunia sebagai kerajaan-Nya. Demikian juga isi nyanyian, bukan perasaan hati kita, melainkan kekudusan dan pengasihan Allah serta perbuatan-Nya yang besar terhadap dunia ciptaan-Nya. Oleh sebab itu, perlu memerhatikan lagu atau nyanyian yang manahendak digunakan; jenis, bentuk, dan gaya menyanyikannya, semua harus dipersiapkan. Barangkali salah satu - bahkan semua - dari keempat cara yang sudah diuraikan di muka, dapat menjadi pilihan, tetapi harus tetap disadari bahwa setiap gereja sudah mempunyai 'aturan main' dalam menata ibadah masing-masing terutama dalam penggunaan nyanyian dan cara menyanyikannya. Keywords ibadah, jemaat, nyanyian, Kerajaan References Abineno, Gereja dan lbadah Gereja. Jakarta BPK Gunung Mulia, 1986. Handol, John ML. Nyanyian Lucifer. lkhwal Penciptaan & Pengaruh Musik Terhadap Kerohanian, Kesehatan dan Keiiwaan. Yokyakarta ANDI, 2002. Hicks, Roger The Alliance. Everyone Has Some Gift of Music Hustad, Donald P. 1981. JUBILATE Church Music in the Evangelical Tradition. Hope Publishing Company, Carol Stream, lllionis. LLB. Pengetahuan Dasar Musik Gereja. Bandung. 1983. Martasudjita E. Pr-Kristanto, Musik&Nyanyian Liturgi. Yokyakarta Kanisius. 2000. Salim, Peter. Advanced English-lndonesian Dictionary. Jakarta Modern English Press. 1993. STTJ Diktat Musik Gereja dariMasa ke Diktat Dasar Musik Gerejawi. Ujungpandang. DOI viewed = 0 times Copyright c 2007 Jurnal Jaffray This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike International 1829-9474eISSN 2407-4047Copyright © Jurnal Jaffray 2014-2023
1 Musik dan nyanyian merupakan bagian liturgi sendiri yang penting dan integral (liturgis) - SC.112. Musik dan nyanyian liturgi termasuk liturgi itu sendiri. Musik dan nyanyian haruslah melayani liturgi. Yang boleh menjadi musik dan nyanyian liturgi adalah musik dan nyanyian yang dapat membantu orang berjumpa dengan Tuhan dan sesamanya
BAB IPENDAHULUAN A. Latar Belakang MasalahGereja Kristen dimulai sebagai suatu sekte Yahudi. Tarian dan nyanyian pujian seperti Mazmur-mazmur merupakan salah satu bagian dari ibadat Yahudi yang dikenal semua orang yang terbiasa mengunjungi Bait Allah di Yerussalem pada abad pertama saat sekte Kristen mulai gereja mengalami sejarah perkembangan yang panjang. Sampai dengan abad kesepuluh musik gereja sama dengan musik Gregorian, yang diteruskan secara lisan dan improvisasi. Karena belum ada notasi musik, maka lagu Gregorian berkembang tidak sama pada daerah yang berbeda. Musik dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu dijaga keseragamannya, tetapi sebagai unsur fungsional yang disesuaikan dengan keperluan umat yang hadir dalam berkembangnya musik polifon sejak abad ke-11, terciptalah aneka bentuk musik baru yang khusus untuk paduan suara, sehingga disamping musik liturgi, lahir lagu selingan yang dapat dipakai dalam liturgi. Musik profan yang bermutu dipisahkan dari musik keagamaan baru sejak abad ke-17. Pius X dalam Motu Proprio-nya Tra Le Sollectudine tahun 1903 membedakan antara Musik Gereja dan Musik Sacra. Yang terakhir disamakan dengan musik Gregorian sebagai gaya ideal dan suci. Menurut pola inilah segala musik dalam gereja hendaknya ada musik yang dapat disebut musik ibadat Kristiani. Lagu Gregorian adalah warisan lagu kebudayaan Yunani, himne-himne St. Ambrosius adalah pengolahan lagu profan abad ke-4 dari Eropa Tenggara. Begitu pula lagu gereja Abad Pertengahan merupakan pengolahan kebudayaan = lagu bermutu dari abad ke-14 sampai dengan abad ke-18. Jadi yang selama ini dianggap sebagai khas gerejani seperti khidmad, tenang, suci sebenarnya adalah soal sikap orang yang beribadat, bukan soal jenis/bentuk/sifat musik. Namun sikap orang Kristen lain-lain menurut zaman dan tempat, maka musik liturgi juga berbeda-beda menurut zaman dan lingkup gereja Katolik, ibadat hampir sama dengan liturgi, yang sering disebut ibadat resmi gereja. Istilah ibadat gereja menitikberatkan pada aspek kultus lahiriah dari liturgi, yakni upacara dan ulah kebaktian lainnya, yang dilakukan oleh umat Allah sebagai Tubuh Mistik Yesus Kristus yang disusun secara hirarkis yakni secara resmi dan di hadapan umum umat yang meluhurkan Tuhan, bersyukur serta menyatakan bakti hidup sehari-hari orang Kristen tidak tampil sebagai anggota gereja namun, bila mereka berkumpul atas nama Kristus artinya sebagai umat Kristen mereka membentuk dan bertindak sebagai gereja, sebagai anggota Tubuh Kristus. Segala kegiatan profan duniawi seluruh kehidupan sehari-hari dibawa ke hadapan Tuhan, dimurnikan dan diperteguh dalam ibadat. Maka ibadat, khususnya ekaristi merupakan ungkapan iman yang paling jelas menjadi dasar dan puncak semua kegiatan Allah bdk G 11 dan 26. Dalam arti luas, ibadat mencakup aneka ragam bentuk kebaktian bersama, misalnya ibadat sabda, ibadat tujuh sabda Yesus di Salib, pujian dan sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa ibadat merupakan suatu kesatuan, semua unsur yang berupa musik maupun bukan musik dikaitkan yang satu dengan yang lain. Maka musik ibadat Kristiani tidak dapat dipisahkan dari tempat orang berkumpul, dari gereja pembangunan arsitektur, dari seni rupa, bahasa, gerak-gerik, musik dan Konsili Vatikan II 1963-1965, arti Musik Gereja direlativasi dengan berkata Musik Gereja kiranya makin suci makin erat hubungannya dengan upacara ibadat. Berkat musik, ungkapan doa dijadikan lebih mendalam, rasa sehati umat semakin dipupuk, dan upacara-upacara suci diperkaya dengan rasa khidmat yang lebih Gereja dapat dibedakan menjadi dua jenis1. Musik Liturgi atau Musik IbadatLiturgi adalah puncak dan sumber hidup Kristiani. Sedang musik liturgi merupakan suatu bagian fungsional dalam liturgi L 112, karena bagian-bagian ibadat tertentu seyogyanya dilakukan dengan bernyanyi. Musik liturgi terutama mencakup nyanyian umat supaya berperan aktif dalam ibadat. Tujuan yang luhur menuntut suatu sikap yang khusus waktu bernyanyi dan bermusik. Bukan naskah yang membuat musik menjadi sakral, tetapi hati manusia yang diungkapkan dalam Nyanyian RohaniNyanyian rohani berhubungan dengan agama Kristen, namun diciptakan untuk keperluan-keperluan keagamaan selain ibadat, misalnya sebagai lagu hiburan rohani atau lagu yang enak dinyanyikan dalam pertemuan atau bisa juga sebagai lagu pelajaran dalam sekolah batasannya tidak begitu jelas, antara musik liturgi dan nyanyian rohani memiliki tujuan yang berbeda. Maka sebaiknya dihindari pemakaian istilah Musik Gereja dan dipakai Musik Liturgi dan Nyanyian Rohani. Bentuk musik vokal serta instrumental yang merupakan bagian dalam liturgi Kristiani itulah yang disebut musik liturgi Kristiani atau musik ibadat suci di dalam segi-seginya yang menyangkut pembaharuan liturgi, telah dipertimbangkan dengan seksama oleh Konsili Ekumenis Vatikan kedua. Konsili telah menjelaskan peranan musik di dalam upacara-upacara Ilahi, telah mengeluarkan prinsip-prinsip dan undang-undang mengenai hal ini di dalam Konstitusi tentang liturgi dan bahkan telah menyediakan satu bab khusus dari konstitusi itu untuk membahas persoalan dalam liturgi, umat beriman menduduki peranan utama. Oleh sebab itu musik liturgi hendaknya mengabdi pada kepentingan umat dan senantiasa mendorong partisipasi umat secara aktif dalam perayaan liturgi. Hal ini tidak berarti bahwa musik liturgi semakin miskin sehubungan dengan sifat massal dari umat, sebaliknya harus semakin bermutu dan berkesan. Oleh karena itu potensi di kalangan umat perlu dilibatkan, dan inisiatif yang sudah ada perlu Liturgi Gereja pada setiap tempat yang berbeda mengalami inkulturasi dengan kebudayaan setempat. Sejak Konsili Vatikan II, dengan lantang dalam gereja Katolik bergema anjuran-anjuran agar gereja membuka diri dan menerima unsur-unsur kebudayaan setempat sejauh unsur-unsur kebudayaan itu tidak secara prinsipiil bertolak belakang dengan ajaran agama Katolik. Keyakinan bahwa ada hubungan dekat antara agama dan kebudayaan telah mewajibkan gereja Katolik untuk setia mendengarkan bisikan kebudayaan. Kewajiban lainnya yang lebih luas adalah untuk merefleksikan dan merenungkan proses terbentuknya interaksi budaya manusia. Kewajiban tersebut merupakan tahap pertama dari proses inkulturasi. Proses inkulturasi ini dapat dilihat sebagai perjalanan dari kebudayaan yang satu menuju kebudayaan lainnya. Agama dan juga Kristianitas akhirnya adalah bagian dari kebudayaan manusia. Tujuan inkulturasi liturgi adalah pengungkapan atau perayaan liturgi gereja dalam tata cara dan suasana yang serba selaras dengan cita rasa budaya umat yang beribadat. Dengan kata yang lebih sederhana, tujuan inkulturasi ialah agar umat yang mengikuti ibadat terpesona oleh lagu, doa, lambang atau hiasan, dan upacara, karena semua bagus menurut penilaian yang dipakai dalam hidup kebudayaan dari inkulturasi adalah adanya kepercayaan bahwa kebudayaan pun secara tidak langsung lewat manusia diciptakan oleh Tuhan, maka ia baik adanya. Dan kesadaran bahwa kebudayaan tidak sempurna karena ada juga kemungkinan manusia tersesat, misalnya Allah dipandang sebagai dewa yang tinggal dalam pohon, dalam rumah adat, yang menuntut sesaji, yang marah kalau suatu ketetapan-Nya tidak dipenuhi. Maka inkulturasi hanya mungkin melalui proses tobat ada unsur kebudayaan yang harus ditinggalkan agar dapat berjumpa dengan Tuhan.Dirasakan dengan kecenderungan musik masyarakat masa kini yang makin sekularistis dianggap perlu petunjuk-petunjuk yang telah digariskan dalam inkulturasi musik di dalam liturgi untuk membina musik liturgi yang berbobot. Dengan menyadari bahwa musik liturgi merupakan bagian fungsional dalam liturgi, maka gereja menganggap perlu diadakannya lembaga yang menangani masalah musik liturgi baik yang berskala internasional, nasional, maupun skala yang lebih kecil Laus adalah sebuah lembaga internasional untuk musik gereja. Didirikan pada tahun 1966 di Eropa atas inisiatif dari tokoh Gereja Katolik bersama Gereja Kristen lainnya untuk mempelajari dan membahas masalah musik dalam liturgi. Titik pangkal usaha ini terletak pada pembaharuan liturgi dari Konsili Vatikan II. Maka masalah historis, teologis, pastoral, serta teknis tentang musik dalam ibadat merupakan pokok dalam rapat kerja serta kongres yang diadakan oleh Universa Laus hampir setiap tahun. Tahun 1980 hasil kerja dari tahun-tahun yang lalu dirumuskan bersama dalam karya tulis sebagai pegangan untuk langkah berikutnya. Meskipun terdapat perbedaan di antara negara-negara dalam tradisi musik gereja dan kebudayaan musik, namun dirasa hakekat musik gereja itu mempunyai tradisi musik sendiri yang besar artinya dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Maka sewajarnya musik liturgi Indonesia ditumbuhkembangkan melalui proses inkulturasi sehingga umat dibantu menemukan identitasnya sebagai umat yang beriman Indonesia dengan latar belakang budayanya yang khas. bdk KL 119. Agar kebudayaan dapat menjadi sumber inkulturasi musik liturgi maka musik tradisional harus hidup. Bagi musik tradisional yang hampir mati harus dihidupkan kembali sebagai musik adat profan sebagai tradisi yang khas yang merupakan lantai untuk perkembangan selanjutnya inkulturasi.Meskipun gereja bersifat universal, namun de facto uskup setempat bersama umatnyalah yang menghadirkan gereja secara nyata. Oleh karena itu bapak uskup bersama komisi liturginya bertanggung jawab atas kehidupan dan perkembangan musik liturgi di dalam wilayah keuskupan yang bersangkutan. Dalam hal ini kerjasama dengan keuskupan lain secara langsung maupun di bawah koordinasi Seksi Musik Komisi Liturgi KWI sangat dianjurkan. Begitu pula kerjasama dengan sanggar atau Pusat Musik Liturgi dalam keuskupan sendiri atau keuskupan lainnya. B. Rumusan MasalahDengan melihat latar belakang masalah yang penulis uraikan di atas, maka di dalam penulisan skripsi ini dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu1. Bagaimana pengaruh Konsili Vatikan II Konstitusi Sacrosanctum Concilium terhadap perkembangan Musik Liturgi di Indonesia ?2. Bagaimana proses terjadinya inkulturasi Musik Liturgi di Indonesia ?3. Bagaimana wujud inkulturasi Musik Liturgi di Indonesia ? C. Tujuan PenelitianDi dalam penulisan skripsi ini ada beberapa tujuan yang ingin penulis capai, disesuaikan dengan latar belakang serta rumusan masalah yang sudah ada. Adapun tujuan tersebut diantaranya adalah1. Untuk mengungkap pengaruh Konsili Vatikan II terhadap perkembangan Musik Liturgi di Untuk lebih memahami secara mendalam proses terjadinya inkulturasi musik liturgi di Untuk mengetahui wujud dari inkulturasi Musik Liturgi di Secara khusus tujuan penelitian ini bagi umat Islam adalah memperluas wacana dan pengetahuan tentang musik liturgi untuk dijadikan bahan bagi usaha pengembangan khazanah musik Islami, seperti dibentuknya suatu badan khusus yang menangani pengembangan musik tersebut. D. Tinjauan PustakaSebelum mengkaji pustaka-pustaka yang penulis pergunakan dalam penelitian, perlu penulis ungkapkan bahwa penelitian ini merupakan pengembangan dari berbagai penelitian dan penulisan tentang musik liturgi gereja sebagai bagian yang fungsional. Penulis berusaha mengungkapkan keadaan musik liturgi di Indonesia setelah Konsili Vatikan II yang mengalami inkulturasi kebudayaan dengan keanekaragamannya. Secara tidak langsung penulis juga mengungkapkan perbedaan musik liturgi sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II khususnya di kajian pustaka bisa diungkapkan di sini, diantaranya buku berjudul Kedudukan Nyanyian dalam Liturgi oleh Karl-Edmund Prier SJ terbitan PML Yogyakarta, tahun 1987. Dalam buku ini Prier membahas struktur dari suatu ibadat, setiap bagian dari acara dalam suatu upacara ibadat mempunyai maksud tersendiri sehingga diperlukan nyanyian yang cocok. Misalnya, nyanyian yang cocok untuk pembukaan adalah nyanyian Directorium Tentang Pengembangan Musik Liturgi di Indonesia, buku terbitan Seksi Musik Komisi Liturgi KWI, Yogyakarta, 1989 ini membahas usaha pengembangan musik liturgi yang melibatkan Komisi-komisi Musik Liturgi. Instruksi Tentang Musik di dalam Liturgi terbitan Arnoldus, Ende, 1967 membicarakan keputusan konsili yang menyangkut pembaharuan dalam musik suci serta norma-norma pokok bagi pelaksanaan konstitusi tentang musik liturgi. Instruksi ini disusun oleh Gabriel Manek SVD. Karl-Edmund Prier SJ dalam buku yang diterbitkan PML Yogyakarta tahun 1986, Inkulturasi Nyanyian Liturgi berbicara masalah inkulturasi dan Indonesianisasi musik liturgi. Kemudian dalam Pedoman Untuk Nyanyian dan Musik dalam Ibadat Dokumen Universa Laus Komentar dan Terjemahan Terbitan PML Yogyakarta, tahun 1987, Prier mencoba untuk mengomentari dan menterjemahkan. Buku ini berisi pedoman untuk langkah berikutnya, bahwa pada hakekatnya musik gereja adalah sama meskipun terdapat perbedaan dalam tradisi musik gereja dan kebudayaan buku Laporan/Rumusan Hasil Musyawarah Liturgi dan Musik Liturgi Keuskupan Agung Jakarta, buku ini khusus membahas inkulturasi musik liturgi di Keuskupan Agung Jakarta, diterbitkan di Jakarta, oleh Panitia Liturgi KAJ tahun 1983. Yang terakhir buku Inkulturasi Agama Katolik Dalam Kebudayaan Jawa oleh JB. Hari Kustanto SJ. Buku ini membahas mengenai kebudayaan Jawa yang mampu mempertahankan kepribadiannya serta usaha masuknya agama besar yakni Katolik melalui pintu masuk kebudayaan. Selain dari pustaka-pustaka di atas berikut judul skripsi yang perlu penulis sebutkan berkenaan dengan masalah tersebut, diantaranya M. Khanan Muchtar dalam skripsinya Konsepsi Katolik dan Protestan Tentang Liturgi. Ia berusaha membandingkan antara konsep liturgi dalam Katolik dan Protestan. Kemudian Inkulturasi Gereja Katolik Terhadap Aspek Mistik Jawa oleh Siti Romlah. Liturgi dalam Gereja Pantekosta oleh Siti Muslihah. Evayani Fadhillah dalam skripsinya Liturgi dalam Konsili Vatikan II. Dan yang terakhir Royani Wibowo dalam skripsi yang berjudul Iringan Karawitan dalam Gereja Studi Terhadap Inkulturasi dalam Liturgi, skripsi ini membahas mengenai pengertian karawitan, komponen-komponennya serta karawitan di lingkungan gereja. E. Metode Penelitian Dalam setiap penelitian pasti tidak lepas dari metode. Metode mutlak adanya karena merupakan upaya agar penelitian dapat terlaksana dengan baik sehingga mendapat hasil yang memuaskan. Di dalam skripsi ini, metode yang digunakan adalah1. Metode Pengumpulan Data. Di dalam mengumpulkan data ini penulis menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan metode pengumpulan data dengan menggunakan sumber-sumber data yang berupa dokumen, dalam hal ini adalah penelusuran atas pustaka-pustaka yang relevan dengan tema merupakan jalan yang wajib ditempuh guna tercakupnya data-data yang komprehensif. Hal ini disesuaikan dengan sifat penelitian skripsi ini yang bisa digolongkan ke dalam jenis penelitian Pendekatan. Di dalam skripsi ini, pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan historis. Pendekatan historis merupakan usaha untuk menelusuri asal-usul dan pertumbuhan ide-ide agama melalui periode-periode tertentu dari perkembangan sejarah dan juga merupakan usaha untuk memperkirakan peranan kekuatan-kekuatan yang sangat mempengaruhi agama. Dalam hal ini usaha menelusuri sejarah dan perkembangan musik liturgi di Indonesia dengan berbagai pengaruh dari keanekaragaman budaya setempat sehingga tercipta Metode Analisis Data. Data diolah dan dianalisis dengan teknik deskriptif-analitik yaitu metode yang digunakan terhadap sesuatu data yang terkumpul kemudian disusun, dijelaskan dan selanjutnya dianalisis. Sesuai dengan penelitian ini untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian penulis menggunakan cara berfikir induktif, yaitu pembahasan yang berdasarkan pada pemikiran yang bersifat khusus untuk kemudian disimpulkan dalam kegiatan yang umum. F. Sistematika PembahasanDi dalam skripsi ini penulis merencanakan membuat sistematika pembahasan sebagai berikutBab pertama berupa Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika kedua membahas Seputar Perjalanan Musik Gereja yang meliputi Sejarah dan Perkembangan Musik Liturgi Gereja Sebelum Masa Pembaharuan, Tugas Musik dan Nyanyian Liturgi Sebelum Konsili Vatikan II, serta Periodisasi Pembaharuan Musik Liturgi dalam Gereja ketiga adalah mengenai Inkulturasi Musik Liturgi yang meliputi Pengertian Inkulturasi, Inkulturasi Bagi Gereja Katolik, dan Kebutuhan Atas Kontekstualisasi Musik Liturgi, serta Musik Liturgi Sebagai Bahasa dan Wahana Bagi Injil dan Budaya keempat mengenai Musik Liturgi di Indonesia terdiri dari Sejarah dan Perkembangan Musik Liturgi di Indonesia Sebelum Konsili Vatikan II, Musik Liturgi di Indonesia Setelah Konsili Vatikan II dan Wujud Inkulturasi Musik Liturgi di kelima adalah Penutup berisi Kesimpulan dan Saran-saran. BAB IISEPUTAR PERJALANAN MUSIK LITURGI A. Sejarah dan Perkembangan Musik Liturgi Gereja Sebelum Masa PembaharuanSebagaimana telah penulis gambarkan sebelumnya, musik liturgi mengalami sejarah perkembangan yang panjang. Berikut ini merupakan uraian singkat mengenai sejarah musik liturgi sejak zaman kekristenan purba hingga menjelang masa Musik Gereja PerdanaMusik merupakan bagian terpenting dalam kehidupan sosial sekuler orang Ibrani. Mereka tidak membedakan antara kehidupan yang rohani dan sekuler. Kehidupan musik mereka tumbuh dari jiwa orang-orang yang kehidupan sehari-harinya diatur oleh agama mereka. Menurut koleksi tulisan Yahudi yang ditulis setelah penulisan kitab Injil, Raja Salomo menikah dengan wanita Mesir dengan mas kawin berupa 1000 peralatan musik. Latar belakang agama Kristen dalam hubungannya dengan sumber utama yaitu agama Yahudi menjadi awal untuk membicarakan sumber-sumber liturgi tata ibadat Kristen dan musik gerejawi.âSesudah menyanyikan nyanyian pujian, pergilah Yesus dan para murid-murid-Nya ke bukit Zaitun.â Begitulah berita Injil Matius 2630 dan Markus 1426 tentang perjamuan terakhir yang diadakan Yesus dan murid-murid-Nya. Perjamuan ini pada dasarnya berbentuk perjamuan Paskah Yahudi sehingga berakhir dengan nyanyian Hallel yakni Mazmur-Mazmur 114 sampai 118. Inilah awal dari musik ibadat Kristen yang dilanjutkan dalam ibadat gereja mitos Yunani Kuno musik dianggap sebagai ciptaan dewa-dewi atau setengah dewa. Ada anggapan bahwa musik memiliki kekuasaan ajaib yang dapat menyempurnakan tubuh dan jiwa manusia, serta membuat muâjizat dalam dunia alamiah. Seperti halnya dalam tradisi Ibrani, dalam tradisi Yunani Kuno musik pun tidak dapat dipisahkan dari upacara-upacara keagamaan, misalnya alat musik Iyra terkait dengan aliran Apollo, Aulos berkaitan dengan alat musik Dionysus. Dalam musik Ibrani, syair dan lagu dikatakan lebih penting dari musiknya dan lagunya lebih ditekankan untuk mengikuti alunan yang wajar dari syair dan aksen diantara kata-kata itu. Generasi Kristen mula-mula menggunakan lagu-lagu Yahudi lama untuk penyembahan musik gereja Perdana berasal dari bentuk nyanyian ibadat sebagaimana dilakukan dalam sinagoge Yahudi. Karena belum ada notasi musik pada zaman itu, nyanyian ini berkembang lewat improvisasi seorang solis. Pada waktu menjelang akhir Perjanjian Lama, memasuki zaman Kristus, bangsa Yahudi membiarkan penyembahan berkembang secara leluasa. Dalam masa Perjanjian Baru, para rasul Yesus meneruskan kebiasaan sebagai orang Yahudi dengan mengikuti ibadat di Bait Suci di Yerussalem/Sinagoge. Kitab Mazmur Perjanjian Lama yang selalu dinyanyikan dalam ibadat Yahudi dan lagu-lagu baru yang memuji Yesus dalam bentuk seperti mazmur menjadi dasar liturgi yang dinyanyikan dalam ibadat Kristen awal. Musik gereja Perdana melanjutkan tradisi nyanyian ibadat Yahudi maupun tradisi musik dari Palestina dan Masa Musik Gereja Mencari Identitasnya Sampai Periode Perkembangan Pada Abad XMulai abad I gereja tersebar sampai kawasan Eropa selatan. Di Roma berkembang warisan gereja Perdana. Sejak abad IV selain solis terdapat pula schola. Sehingga terbuka jalan bagi lagu yang lebih kaya akan seni. Di Milano, Italia Utara berkembang bentuk nyanyian baru yang dipelopori oleh St. Ambrosius 333-397. Dalam perang melawan bangsa Arian 386, ia sering terkurung dalam gereja bersama umatnya. Kemudian ia melatih mereka nyanyian yang mudah dinyanyikan bersama-sama. Yang pertama, himne atau madah yakni nyanyian berbait dengan syair baru bukan dari kitab suci. Yang kedua adalah nyanyian antiphon, refren yang diulang diantara ayat-ayat musik himne berasal dari Syria yang dibawa ke Eropa Barat pada abad IV, kemudian dikembangkan oleh St. Ambrosius sesuai kebudayaan dan kebutuhan setempat. Suatu bentuk penyesuaian yang saat ini dikenal dengan istilah inkulturasi. Perkembangan pokok terjadi di Roma. Sejak abad IV perayaan ibadat dirayakan secara resmi dalam gereja basilika, tidak lagi tersembunyi dalam katakombe. Sampai abad VI nyanyian ibadat berkembang subur, Paus Gregorius Agung 590-604 merasa perlu mengaturnya, kemudian lahirlah nyanyian Gregorian. Nyanyian ini terus berkembang, sebagai tradisi dan tulang punggung musik gereja abad pertengahan. Di Eropa Utara nada-nada melisma yang panjang diisi dengan syair baru, tropus dan abad X musik berkembang sebagai tradisi lisan berupa musik jemaat, dinyanyikan dalam bahasa Latin dan dimengerti oleh semua Musik Gereja Dalam Masa Abad Pertengahan 1000-1400Sekitar tahun 1000 terjadi perubahan dalam musik gereja. Di Eropa dikembangkan notasi musik, untuk keperluan didaktis. Nyanyian Gregorian dipandang sebagai warisan yang mengikat, sehingga menjadi tantangan para komponis untuk menciptakan musik Polifon yang bermutu tinggi. Maka lahirlah musik gereja gaya baru, Organum. Pada abad XXII di Paris, Prancis berkembang sekolah Notre Dame dengan seni ritmik yang tinggi, kemudian dengan motetus dan conductus yang termasuk Ars Antiqua. Pada abad ke-14 digunakan ars Nova sebagai notasi itu, musik gereja menjadi musik klerikal, jemaat menjadi pasif karena penyanyi dan paduan suara hanya terdapat di seminari dan biara. Hal ini membuat gereja berulangkali mengeluarkan peraturan tentang musik ibadat, namun kenyataan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Maka sejak abad XIII Imam harus mengucapkan semua teks liturgi, meskipun nyanyian tersebut dibawakan oleh paduan gereja dipandang sebagai tambahan, hiasan, bukan bagian integral dari ibadat. Sehingga terbuka jurang pemisah antara liturgi resmi dan musik gereja. Pada tahun 1300 muncul istilah Musica Ecclesiastica bagi nyanyian Gregorian, dan Musica Mensurata bagi nyanyian Polifon. Disimpulkan perkembangan musik gereja menjadi seni Polifon adalah hasil perkembangan gereja di Eropa Utara dan akibat konfrontasi kebudayaan musik Eropa Selatan Gregorian yang monodis satu suara, organum.Gereja melalui proses inkulturasi memajukan kesenian, namun di lain pihak pendewasaan musik gereja mendatangkan konflik dengan pimpinan gereja gereja semakin yuridis, menegaskan ritus dari pada iman dalam perbuatan Musik Gereja Renesans 1400-1600Dibandingkan dengan musik Abad Pertengahan, musik Renesans lebih manusiawi. Hal ini tampak dalam bunyi bulat vokal Renesans, suara yang linear berkembang dalam Polifon menjadi harmonis. Para komponis tidak lagi mengarang suara satu persatu namun konsep komposisi keseluruhan. Melodinya disederhanakan dan diperindah dengan potongan-potongan yang ditentukan nafas manusia. Ritmik Gotik yang rumit diganti dengan irama hidup yang mengalir dan sederhana. Musik vokal diharuskan mengungkapkan isi dan perasaan yang termuat dalam abad XV di Belgia mulai terbentuk pusat-pusat musik, tempat komponis ternama berkarya atas permintaan pangeran maupun Uskup, di istana-istana dan gereja Katedral tertentu terbentuk paduan suara, orkes, dan kegiatan kreatif yang cukup subur. Umumnya para komponis tersebut tidak tinggal menetap, tetapi berkeliling, sehingga di Eropa berkembang gaya musik baru, musik Renesans. Musik ini dikuasai bentuk motet, suatu bentuk musik yang berpangkal dari syair dan merenungkannya dalam ulangan-ulangan potongan secara Polifon. Disamping musik gereja, berkembang seni musik Profan di Italia Madrigal dengan mutu yang Konsili Trente 1545-1563 terdapat dua aliran musik gereja yang pertama, ingin membendung dan melindungi tradisi musik gereja yakni nyanyian Gregorian dan musik Polifon klasik lama, dan yang kedua, ingin belajar perkembangan musik baru seni Madrigal dengan mencari faedah untuk musik Konsili Trente, pengolahan syair dalam komposisi motet dianggap terlalu bebas termasuk kebiasaan solis memakai hiasan, tambahan dalam membawakan lagu, sikap sembrono para organis yang memakai musik hiburan sebagai selingan. Mengenai perbedaan kedua aliran, Konsili hanya menuntut agar syair dalam musik gereja dapat ditangkap dan lagu Profan dihindari dalam ibadat. Nyanyian Gregorian agar dipelihara secara intensif terutama di Seminari-Seminari. Namun pelaksanaan keputusan diserahkan pada Uskup dasar ini berkembang pusat-pusat musik gereja lokal, yang diwarnai oleh tradisi lokal dan dicap oleh pakar musik tertentu. G. P. da Palestrina Penyelamat musik gereja Polifon berhasil menciptakan gaya musik Polifon yang sangat seimbang dengan mengembangkan teknik Polifon dari sekolah Belanda dan mengembangkannya dengan bunyi indah khas Italia. Selain itu terdapat pakar musik lain seperti G. Allegri dengan Miserere, W. A. Mozart, dan Orlando de Lasso yang menyumbangkan 60 misa dan 1200 motet untuk musik tahun 1600 terjadi perubahan yang cukup besar, musik monodi dengan basso continuo dan dengan akor-akor menggantikan musik modal dan polifon. Ini dikembangkan di Italia, Jerman dalam gereja Katolik maupun Protestan. Gaya musik monodi dengan iringan basso continuo hanya bertahan sementara sampai pertengahan abad XVII kemudian diganti dengan bentuk baru seperti Orgelmesse, Versetti lagu-lagu pendek untuk orgel untuk menggantikan solis dalam membawakan ayat-ayat Magnificat dan Mazmur. Selain itu muncul juga musik gereja yang murni instrumental seperti Sonata gereja, Epistelsonate, elevation dan gereja Katolik pada hakikatnya bersifat tradisional, untuk ibadat masa Adven dan Prapaskah, gereja melarang bunyi instrumen meriah sehingga digunakan musik khas gerejawi seperti Gregorian dan Polifoni a capella gaya Gaya Barok 1600-1750Terutama pada abad XVII, dalam sistem absolutisme, gereja mengalami perkembangan lahiriah dengan arsitektur yang mewah. Begitu pula dengan perayaan liturgi dan musik gereja. Hal ini dilatar belakangi, yang pertama karena gengsi untuk berprestasi atau saingan antar istana, yang kedua karena situasi perang selama 40 tahun dan rasa tidak aman dalam hidup sehari-hari mendorong masyarakat mencari pegangan pada Tuhan. Maka tidak mengherankan perkembangan musik gereja menjadi meriah, bahkan tidak jarang melampaui batas yang gereja Katolik berusaha mengendalikan perkembangan musik gereja dengan menegaskan bahwa syair liturgi tidak boleh dikurangi atau dirubah, larangan dipergunakannya alat musik terutama flute dan piano karena dicap sebagai musik teater, larangan jenis alat musik selama prapaskah. Namun semua aturan ini bersifat regional. Amanat Sri Paus tentang musik gereja selalu diarahkan kepada keuskupan Roma. Para pangeran Barok memandang musik gereja dalam istana mereka sebagai urusan swasta, dan karena hukum gereja dan hukum sipil dipisahkan, maka musik gereja diurus oleh instansi Zaman Klasik WinaKarya besar musik gereja pada abad XVIII dan musik klasik Wina sebagian besar merupakan karya dari Joseph Haydn, W. A. Mozart, dan L. Van Beethoven. Disamping melanjutkan tradisi Barok dengan iringan orkes yang megah, dalam musik ini nampak cita-cita klasik Wina untuk menciptakan musik yang bermutu setinggi mungkin, sehingga pegangan teknis, formal, dan estetis dari musik profan klasik diambil alih dalam musik gereja zaman klasik mencerminkan suatu optimisme dan pandangan yang luas. Musik gereja Mozart tidak berbeda dengan musik profan seperti opera ciptaan Mozart. Seperti halnya seniman klasik lainnya, Haydn dan Mozart mengabdi pada Allah dengan hati gembira. Haydn berkata âKarena Allah memberikan kepadaku sesuatu hati yang gembira, maka kiranya Ia akan memaafkan daku, bila aku mengabdi kepada-Nya dengan hati gembiraâ.Manusia abad XVIII merasa satu dengan dunia sekitarnya berdasarkan humanisme sebagaimana diajarkan oleh para filosof pada abad XVIII Kant, Hegel, Schopenhauer, dan sebagainya. Pada zaman ini iman begitu terbuka untuk dunia, sehingga mengangkat semua unsur yang dapat memperlihatkan sikap terbuka ini ke dalam musik Abad RomantikPada abad romantik sikap musik gereja mendapat kritikan karena dinilai terlalu gembira dan terbuka. Pada awal abad XIX, E. TH. A. Hoffman, seorang sastrawan Jerman menuntun musik liturgi gereja menjadi seni musik suci gereja musica sacra yang bertujuan mengangkat hati manusia langsung kepada Allah melalui akar-akar sederhana, murni, dengan bunyi yang indah. Dalam musik gereja Katolik abad XIX terdapat tiga alirana. Aliran yang melanjutkan tradisi zaman klasik Wina. Cita-cita klasik Wina dilanjutkan oleh sejumlah komponis seperti Von Weber, Franz Schubert, Kaspar Ett, dan terutama A. Bruckner. Para komponis bekerja secara mandiri, maka komposisi yang mereka ciptakan merupakan cetusan iman pribadi atau berdasarkan pesanan. Bukan ibadat yang menentukan komposisi mereka, tetapi komposisi menentukan karakter ibadat melalui gaya komposisi, sehingga musik gereja dapat juga dipentaskan dalam gedung konser sebagaimana missa Solemnes karya Gerakan Cecilianisme. Cecilianisme adalah suatu organisasi di dalam gereja Katolik Jerman, yang didirikan pada tahun 1868 oleh seorang imam, Witt untuk mempersatukan kor-kor gereja katolik. Witt mengambil alih cita-cita musica sacra dari Hoffmann. Tujuan ini dimulai dengan penyegaran nyanyian Gregorian dan memperbaharui musik Polifon gaya Palestrina. Namun para pakar Cecilianisme dalam pembaharuan nyanyian Gregorian berpangkal pada Editio Medicaea dari tahun 1614/1615, sedangkan para rahib dari Solemnes, Perancis dengan menyelidiki naskah-naskah dari Abad Pertengahan. Maka terjadilah persaingan yang kurang sehat di antara mereka, perselisihan ini diselesaikan oleh Paus Leo XIII pada tahun 1901 dengan membenarkan versi Solemnes. Fellerer menilai restaurasi, pengembalian ke bentuk historis menjadi ideal untuk musik dalam ibadat, dan musik Gregorian dan Polifoni klasik kuno dipandang sebagai musik gereja yang Aliran Musik Devosional. Dalam masa Romantik timbul suatu devosi baru subyektif dan sentimental. Namun devosi ini tidak bermuara dalam liturgi sejati melainkan sering tersesat dalam moral dan mistisme. Selain Cecilianisme dengan keterikatannya pada musik Polifon a capella, individualisme telah mengakibatkan musik gereja mengalami suatu stagnasi kemacetan, tidak mendapat kemajuan yang baru teratasi pada abad XX, dimulai saat pembaharuan oleh Pius X. Sementara musik trivial murahan dan sentimental berkembang biak dengan pesat, sedang musik religius sejati diciptakan di luar gereja. B. Tugas Musik dan Nyanyian Liturgi Sebelum Konsili Vatikan IITugas musik dan nyanyian dalam liturgi sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II, mengalami perbedaan. Hal ini terjadi karena Konsili Vatikan II lebih memberikan posisi yang istimewa bagi musik dan nyanyian liturgi dalam sebuah perayaan sebelum Konsili Vatikan II, tugas musik dan nyanyian dalam liturgi adalah sebagai latar belakang untuk perbuatan liturgi, sebagai iringan, selingan misalnya pada waktu imam sibuk di panti imam, maka koor atau umat mengisi waktu tersebut dengan nyanyian. Setelah Konsili Vatikan II, musik dan nyanyian dalam liturgi merupakan liturgi itu sendiri, yakni bagian mutlak dan integral liturgi mulia. Sehingga dapat dikatakan musik suci tidak lagi sebagai hiasan, dengan dipegangnya peranan atau tugasnya dalam suatu perbuatan dan perayaan liturgis antara lain1. Dalam pewartaan kitab suci2. Dalam ungkapan iman3. Dalam doa Syukur4. Dalam doa permohonan5. Serta untuk memperjelas perbuatan sakramen C. Periodisasi Pembaharuan Musik Liturgi dalam Gereja KatolikMasa pembaharuan musik liturgi gereja terjadi dalam tiga tahap. Pembaharuan ini terjadi pada abad XX setelah pembaharuan pada masa Cecilianisme tidak Pembaharuan oleh Pius XPada tahun 1903 Paus Pius X mengeluarkan suatu dokumen tentang musik gereja agar suci, bermutu, dan bersifat universal. Menurut Sri Paus ideal ini dilaksanakan secara istimewa dalam nyanyian Gregorian, serta dalam musik gereja yang bergaya Polifon klasik. Namun boleh juga diciptakan musik gereja modern asal bunyinya berbeda dengan musik Profan. Karena musik gereja melaksanakan tugas klerikal, maka para wanita tidak boleh ikut bernyanyi di dalamnya. Alat musik, kecuali organ hanya boleh dipakai dengan izin khusus. Meskipun agak bersifat restriktif membatasi namun dokumen ini menjadi suatu pegangan untuk perkembangan Gerakan Liturgi Sampai Menjelang Konsili Vatikan IISejak tahun 1920-an di Jerman terdapat usaha untuk menghidupkan liturgi sebagai liturgi jemaat, yang dapat dimengerti dan diikuti seluruh umat. Maka diperjuangkan bahasa pribumi untuk ibadat. Suatu usaha menghidupkan liturgi dengan jalan inkulturasi ini antara lain dicari jalan untuk mengkaitkan melodi Gregorian dengan syair dalam bahasa Jerman. Selain itu diambil alih sejumlah lagu gereja Koral, nyanyian berbait dari Gereja Protestan. Gerakan liturgi ini langsung bermuara dalam Konsili Vatikan Pembaharuan Musik Liturgi Gereja oleh Konsili Vatikan Pengertian Mengenai Konsili Vatikan IIKonsili berasal dari kata latin Concilium yang berarti persatuan, pertemuan, sidang. Di lingkungan Gereja Katolik Roma berarti sidang para pejabat gereja terutama para uskup, dengan tujuan membahas berbagai masalah kegerejaan untuk pembangunan masyarakat gereja dan mencari keputusan bersama. Dibedakan antara Konsili ekumenis atau konsili umum yang mewakili gereja keseluruhan dan Konsili khusus yang meliputi suatu wilayah gereja Vatikan II merupakan Konsili ekumenis yang ke-21 atau yang terakhir dalam sejarah gereja sampai saat ini. Konsili ini diadakan antara tanggal 11 Oktober 1962 sampai dengan tanggal 8 Desember 1965, dalam empat kali periode sidang yaitu 11 Oktober sampai 8 Desember 1962, 29 September sampai 4 Desember 1963, 14 September sampai 21 November 1964, dan 14 September sampai 8 Desember 1965. Konsili ini dihadiri oleh lebih banyak uskup dibandingkan dengan konsili sebelumnya. Jumlah dokumen yang dihasilkan lebih banyak dan dampak atas pengaruh kehidupan gereja Katolik lebih besar dari peristiwa manapun sesudah zaman reformasi pada abad XVI. Pandangan Gereja Katolik Tentang Musik liturgi Konsili Vatikan II yang dimulai pada tanggal 11 Oktober 1962 dan ditutup pada tanggal 7 dan 8 Desember 1965 menghasilkan 16 dokumen resmi. Dokumen resmi tersebut terdiri dari 4 konstitusi, 9 dekrit, dan 3 deklarasi. Salah satu dari keempat konstitusi tersebut merupakan landasan idiil bagi konstitusi liturgi yang didalamnya terdapat satu bab khusus yang membahas tentang musik Vatikan II telah merubah pandangan gereja Katolik tentang musik liturgi. Musik liturgi gereja pada periode Konsili Vatikan II tidak lagi dipandang sebagai hiasan liturgi, musik dan nyanyian itu sendiri merupakan liturgi, berarti dalam perayaan liturgi tidak dapat dipakai lagi sembarangan nyanyian rohani, namun, harus nyanyian yang dapat memainkan peranan ibadat. Pembawaan nyanyian liturgi bukan lagi tugas Klerikal tetapi tugas seluruh jemaat, meskipun sebagian ditangani oleh kor gereja. Dalam keputusan Konsili disebutkan mengenai martabat musik liturgi, yang kurang lebih isinya menyebutkan bahwa Tradisi musik gereja semesta merupakan kekayaan yang tidak terperikan nilainya, lebih gemilang dari ungkapan-ungkapan seni lainnya, terutama karena nyanyian suci yang terikat pada kata-kata merupakan bagian liturgi meriah yang penting atau integral. Disebutkan pula bahwa kegiatan liturgi mendapat bentuk yang lebih anggun, apabila ofisi Ilahi dinyanyikan dengan dihadiri pelayan-pelayan suci dan diikuti oleh umat secara aktif. Maka musik liturgi semakin suci, bila semakin erat hubungannya dengan upacara ibadat, entah dengan mengungkapkan doa-doa secara lebih bergema, entah dengan memupuk kesatuan hati, entah dengan memperkaya upacara suci dengan kemeriahan yang lebih semarak. Gereja juga menyetujui segala bentuk kesenian yang sejati, yang memiliki sifat-sifat menurut persyaratan liturgi, dan mengizinkan penggunaannya dalam ibadat kepada Allah. Pengaruh Konsili Vatikan II Bagi Kehidupan Musik Liturgi GerejaSebagai peristiwa, Konsili mempunyai pengaruh yang besar sekali. Dalam kenangan gereja, Konsili merupakan pengalaman pertama pelaksanaan Kolegial kewibawaan tertinggi gerejawi. Gereja yang sebelumnya sering membanggakan sifatnya tetap tidak berubah, harus menjalani evaluasi diri yang mendalam dan bersikap kritis terhadap dirinya. Sikap dan strategi gereja ditinjau kembali dan ditantang dalam terang Injil dan dalam konfrontasi dengan kebutuhan-kebutuhan zaman sekarang. Gejala ini berkelanjutan pada masa pasca Konsili. Perubahan yang menonjol terjadi pada liturgi dan musik liturgi sebagai bagian dari liturgi juga mengalami perubahan Latin tidak lagi mutlak untuk liturgi, maka terbukalah pintu untuk diciptakannya khazanah musik gereja dalam bahasa pribumi. Inkulturasi dalam musik liturgi semakin mantap dilaksanakan dengan dicantumkannya kaidah-kaidah tentang pengembangan dan pembaharuan musik liturgi. Sehingga dapat dikatakan bahwa Konsili Vatikan II bukan hanya sebagai tonggak sejarah, melainkan juga telah menjadi pedoman arah, dasar bagi pengembangan pemikiran, gerakan serta tindakan pembaharuan, peremajaan, dan pemantapan yang sangat bermanfaat. Inkulturasi Sebagai Upaya Pembaharuan Musik Liturgi Inkulturasi dalam musik liturgi gereja Katolik sebetulnya sudah ada jauh sebelum Konsili Vatikan II. Hal ini dapat dilihat dalam perkembangan musik liturgi gereja. Pada setiap penyebaran agama Katolik ini, musik liturgi berinkulturasi dengan kebudayaan tempat agama ini mulai menancapkan akarnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa inkulturasi musik liturgi telah ada sejak gereja lahir, dari awal kekristenan purba yang mengadaptasi dengan ibadat Yahudi, namun memang gereja pernah mengalami kemacetan inkulturasi, gereja menutup dirinya. Sampai kemudian terjadi Konsili Vatikan II, melalui inilah bergema kembali inkulturasi. Inkulturasi musik liturgi sangat berkaitan erat dengan daerah-daerah misi penyebaran agama Katolik. Inkulturasi musik liturgi dengan kebudayaan setempat sangat membantu proses misi. Gereja juga menyadari bahwa bangsa-bangsa terutama di daerah misi mempunyai tradisi musik sendiri yang memainkan peranan penting dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Maka, secara khusus Konsili Vatikan II telah membuka pintu untuk menerima pula kekayaan musik tradisional bangsa-bangsa sebagaimana diungkapkan dalam konstitusi liturgi no. 119, musik itu hendaknya mendapat penghargaan selayaknya dan tempat yang sewajarnya, baik dalam membentuk sikap religius mereka, maupun dalam menyesuaikan ibadat dengan sifat perangai mereka. Dalam batas-batas yang telah ditetapkan pimpinan gereja setempat yang berwenang dan berhak merinci penyesuaian-penyesuaian ini, termasuk musik gereja dan kesenian, asal sesuai dengan kaidah-kaidah dasar konstitusi musik liturgi selain bertujuan mengembangkan khazanah musik gereja, juga bertujuan agar gereja tidak ditinggalkan, sehingga dapat dikatakan inkulturasi adalah suatu momen dalam proses gereja untuk mewujudkan dirinya secara nyata. BAB IIIINKULTURASI MUSIK LITURGI A. Pengertian InkulturasiIstilah inkulturasi saat ini sudah sangat lazim dipergunakan. Namun begitu, menurut Jean-Yves Calves istilah inkulturasi ini pertama kali dipergunakan orang pada tahun 1974. Sebuah kata dengan arti baru yang belum banyak dikenal maknanya. Meskipun begitu arti yang terkandung di balik kata inkulturasi itu tidaklah arti yang luas dan umum, inkulturasi adalah sejenis penyesuaian dan adaptasi kepada masyarakat, kelompok umat, kebiasaan, bahasa, dan perilaku yang biasa terdapat pada suatu tempat. Ada pengarang yang lebih suka menggunakan istilah enkulturasi daripada inkulturasi, prefik in dalam bahasa Inggris bisa berarti negatif, seperti misalnya dalam kata incult. Dalam bahasa Indonesia, konotasi negatif itu tidak terasa dan istilah inkulturasi sudah lazim biasanya mengarah pada kontektualisasi atau pempribumian. Kontekstualisasi adalah usaha menempatkan sesuatu dalam konteksnya, sehingga tidak asing lagi, tetapi terjalin dan menyatu dengan keseluruhan seperti benang dalam tekstil. Dalam hal ini tidak hanya tradisi kebudayaan yang menentukan tetapi situasi dan kondisi sosial pun turut berbicara. Kontekstualisasi sudah ada sejak gereja mula-mula bertemu dengan dunia lain. Sebagai usaha oikumenis terdapat dua macam pola dalam kontekstualisasi, yaitu1. Sikap bagi gereja penerima, yang dimaksudkan adalah merelevankan pergumulan teologis bagi gereja-gereja di daerah misi. Gereja penerima memikirkan terlebih dahulu hal-hal yang relevan pada tempatnya, sebelum gilirannya menyesuaikan dengan pola liturgi Sikap gereja pengirim, yang dimaksudkan ada kesadaran bahwa kontekstualisasi bukan seperti mengganti baju luar tanpa mengganti jiwa. Gereja penerima memulai proses kontekstualisasi dengan mempertimbangkan pola liturgi secara ekumenis, lalu dari hasil pertimbangan tersebut dicoba menerapkan pada Inkulturasi Bagi Gereja Katolik1. Inkulturasi Sebagai Persoalan Abadi dalam Tubuh GerejaIstilah inkulturasi digunakan untuk pertama kali dalam dokumen gereja pada tahun 1977, yaitu oleh para uskup di Roma mengenai menjadi persoalan abadi dalam gereja yang berkembang terus karena hidup. Saat Yesus Kristus lahir, Ia telah mengadakan inkulturasi yang paling mendasar. Sabda telah menjadi daging dan tinggal di antara umat Kristen. Ia telah mengambil wujud sebagai manusia, menerima bahasa setempat, tata adat setempat, dan liturgi setempat. Ia mengosongkan diri untuk mengambil rupa manusia dalam kebudayaan dan liturgi setempat. Inkulturasi juga terjadi saat gereja lahir pada hari Pantekosta pertama dalam lingkungan kebudayaan Yahudi Palestina. Penerimaan orang Yahudi Helenis yang berbahasa Yunani dan lebih-lebih orang yang bukan dari kalangan Yahudi ke dalam gereja oleh Petrus dan Paulus langsung menimbulkan masalah-masalah yang sebagian berhubungan dengan latar belakang sebagian orang beriman, perbedaan kultural dianggap menyangkut unsur-unsur hakiki keagamaan, bahkan Petrus dan Paulus berselisih paham karena inkulturasi. Masalah-masalah serupa muncul lagi setiap kali gereja melampaui batas suatu lingkungan pernah mengalami perpecahan. Kurang adanya saling pengertian merupakan salah satu faktor pokok perpecahan antara gereja Latin Roma dan gereja Yunani Konstantinopel pada abad ke-12. Perbedaan kebudayaan antara Roma dan Eropa Utara pada abad ke-16 tidak kecil perannya bahwa reformasi menjadi perpecahan gereja, antara lain karena warna Latin terlalu kuat pada gereja Katolik Romawi. Maka para pejabat gereja ikut bertanggung jawab atas terpecahnya gereja pada abad ke-11 dan ke-16 seperti diakui oleh Paulus ke VI. Oleh karena itu inkulturasi yang gegabah dan chauvinistic sesuatu yang berlebihan mengandung banyak Inkulturasi sebagai celah penyebaran ajaran gerejaBaru saja gereja berumur 200 tahun, sudah terdapat tiga bentuk kekristenan yang berbeda, yaitu gereja Yahudi-Kristen, gereja Helenis, dan gereja Latin di Afrika Utara. Tatkala agama Kristen menyebar di dunia Greko-Romawi, terjadilah inkulturasi besar, meninggalkan bahasa Ibrani, lalu sebagian besar penulisan Injil menggunakan bahasa Yunani. Bukan hanya bahasa, penalaran teologipun digali dari kekayaan agama setempat. Liturgi Katolik banyak diwarnai oleh tradisi Romawi yang dulunya adalah gereja berkembang ke dunia Barat, terjadi pula inkulturasi yang fundamental. Beberapa upacara agama kafir disucikan menjadi upacara Kristen dengan isi Kristen pula. Misalnya, pesta Natal dikristenkan dari upacara pemujaan terhadap matahari, sebab Kristus adalah matahari keadilan. Bahkan pemakaian pohon Natal, dahulu adalah pemujaan terhadap pohon kehidupan, sebab Kristus adalah pohon kehidupan sejati. Pengaruh sosio budaya setempat ditampung pula dalam tata cara hukum perkawinan. Kesetiaan kepada Kristus dan communio erat di antara gereja-gereja itu, sehingga masih menjamin kesatuannya. Penyebaran agama Kristen di Eropa Utara, apalagi di India dan Tiongkok sangat terhambat oleh lambannya Inkulturasi dalam Konsili Vatikan IIInkulturasi sudah dimulai bila seseorang dari lingkungan kebudayaan manapun menerima sapaan Ilahi sesuai dengan kebudayaan setempat yang dihayatinya. Proses inkulturasi ini sepantasnya berlangsung sejalan dengan pendewasaan iman sebagai jawaban atas wahyu Ilahi yang berintikan inkarnasi Yesus Kristus dalam diri manusia Yahudi dari zaman ini gereja tersebar, berakar, dan mulai berkembang hampir di semua lingkungan kebudayaan dunia ini. Maka, di mana-mana timbul masalah bagaimana mengungkapkan dan menghayati iman yang satu dan sama dengan cara-cara yang sesuai dengan kebudayaan bangsa, zaman, atau tempat tertentu. Hal inilah yang membuat Konsili Vatikan II memiliki konsep baru tentang arti pluralisme gereja dan rasa hormat terhadap kebudayaan umat manusia, penyesuaian menjadi pusat perhatian dalam dunia modern ini. Tentunya hal ini bukan sekedar basa-basi saja, namun bertujuan supaya iman sungguh berakar dan meresapi sebuah kehidupan orang perorangan dan masyarakat, maka iman itu sedapatnya harus menyatu dengan kebudayaan supaya dapat diekspresikan selaras juga memberikan alasan yang meyakinkan yang mendukung adanya penyesuaian liturgi, dan ternyata tidak dapat disangkal bahwa penyesuaian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tradisi gereja. Pembudayaan ungkapan iman tidak boleh begitu radikal, sampai-sampai tidak dapat dikenali lagi sebagai ungkapan iman yang sama oleh orang beriman dari lingkungan-lingkungan kebudayaan yang lain. Sebab, keadaan seperti itu mengasingkan umat Kristen satu sama Kebudayaan yang diinkulturasiKonsili Vatikan II menegaskan, gereja Katolik tidak menolak apa yang baik dan berguna pada agama. Hendaklah umat Katolik familiar dan dekat kepada tradisi religius serta kebudayaan setempat, inilah salah satu usaha ke arah setiap inkulturasi sejati terdapat dua segi yang pertama, adalah segi inkarnatif atau berakarnya dalam kebudayaan tertentu, yang kedua, adalah segi redemptif atau penebusan kebudayaan yang bersangkutan dari segi-segi negatif. Setiap kebudayaan mempunyai unsur-unsur positif yang mempermudah penerimaan sabda Allah serta ekspresinya. Akan tetapi, dalam setiap kebudayaan juga terdapat unsur-unsur yang menghalangi, sebagai akibat dosa yang meresapi seluruh dunia ini. Maka kebudayaan apa pun perlu dijernihkan, supaya semakin tepat dapat mengungkapkan iman Kristiani tidak pernah boleh diidentifikasikan dengan satu kebudayaan secara total, meskipun kebudayaan itu adalah Ibrani, Yunani, atau Romawi. Iman itu tetap Katolik dan terbuka pada setiap kebudayaan manusiawi. Tidak sembarang kebudayaan dapat diadaptasi sebagai bahan inkulturasi untuk dijadikan bagian dalam tradisi gereja, hanya kebudayaan yang bermutu dan bernilai tinggi serta yang sesuai dengan ajaran gereja saja yang boleh dan sifat Katolik gereja tidak terpisahkan satu sama lain. Dengan demikan, iman sebagai jawaban salah satu kekompakan umat manusia menjadi lebih layak, lebih universal, lebih Katolik. Jadi, sesuai dengan misteri wafat serta kebangkitan Kristus, unsur-unsur kebudayaan juga harus melalui proses mati dan bangkit kembali. Dengan demikian unsur-unsur itu menjadi lebih sempurna dan membawa hati orang beriman kepada Kristus. Sebab, sebagai Allah-manusia, Dialah wahyu yang sempurna, dan sebagai manusia, Dialah sekaligus jawaban yang sempurna atas wahyu Harapan gereja Katolik dari inkulturasiKebudayaan merupakan cara memandang, mengartikan, dan membentuk realitas dalam lingkungan historis tertentu. Untuk sementara waktu iman dapat meminjam sarana-sarana budaya tertentu untuk mewujudkan diri, tetapi dimulai juga untuk membentuk sarana-sarana baru. Maka iman bercorak reseptif dan kreatif-kritis terhadap kebudayaan apa pun. Namun inkulturasi bukan hanya sekedar asimilasi atau adaptasi kebudayaan mencakup seluruh kehidupan orang dan umat beriman. Proses ini terus berlangsung secara bertahap, bisa berhasil bisa juga gagal. Keberhasilan suatu inkulturasi sangat penting bagi perkembangan gereja baik dari segi rohani kualitatif maupun dari segi perkembangan kuantitatif. Inkulturasi bukan hanya penting dari segi gereja partikular tempat proses ini berlangsung. Proses ini penting demi kekatolikan seluruh gereja supaya semakin Katolik, dalam arti menyeluruh, mengekspresikan iman yang sama secara otentik dengan cara yang berbeda-beda. Dengan demikian, gereja memuji Tuhan secara lebih indah dengan seluruh kemampuan manusiawi yang dikaruniakan Tuhan kepada lingkungan-lingkungan kebudayaan yang berbeda-beda itu. Sebagaimana Kristus sebagai manusia untuk mengkuduskan dan memajukan apa saja yang baik dalam kebudayaan manusiawi manapun lewat proses-proses yang paling mendesak sekarang ini adalah menanamkan iman Kristiani secara sungguh-sungguh ke dalam kebudayaan mundial sedunia, yang sangat diwarnai oleh ilmu dan teknologi mutakhir yang tumbuh dengan pesat pada akhir abad ke-20 ini. Walaupun iman akan kemajuan teknologi tanpa batas tidak dapat dipertahankan lagi, ketegangan antara pandangan dunia dan cara berfikir positivistis disatu pihak dan keyakinan keagamaan yang berdasarkan iman akan wahyu di lain pihak belum begitu, diharapkan dengan ciri khas dan nilai-nilai suatu lingkungan kebudayaan dapat membantu manusia untuk menemukan dan mengungkapkan diri sebagai makhluk yang kemampuan terluhurnya adalah memuji sang penciptanya. Tetapi perlu diingat bahwa inkulturasi bukanlah pengabdian terhadap tradisi lama dengan bantuan agama, melainkan pengungkapan iman dalam dan melalui kebudayaan yang sekarang ini hidup dalam masyarakat. C. Kebutuhan Atas Kontekstualisasi Musik LiturgiMusik adalah bunyi atau suara yang diorganisir, karena musik pada dasarnya terdiri dari suara, maka musik merupakan bagian yang integral dari manusia dan kehidupan manusia itu sendiri. Keeratan hubungan ini terlihat misalnya dalam bentuk manusia berkomunikasi. Sementara kelebihan suatu lagu adalah dalam hal kemudahan untuk mengingatnya, karena menyanyi adalah kegiatan yang menyenangkan dan memiliki penghayatan batiniah atau yang utuh dan sehat selalu mengandaikan adanya dua dimensi terpadu batiniah dan lahiriah. Dari sisi batiniah adalah menerima ajakan Allah untuk hidup dalam persekutuan dengan Dia dan dalam paguyuban dengan sesama. Sedangkan sisi lahiriah adalah pengungkapan iman dalam bentuk lahiriah atau yang kelihatan, misalnya ajaran, doa, liturgi, upacara, tingkah laku, dan lain-lain. Semua ungkapan lahiriah itu hanya ada artinya jika benar-benar mengungkapkan iman batiniah. Dua dimensi iman merupakan keterpaduan yang perspektif Katolik, musik liturgi merupakan istilah yang dipakai untuk menunjuk pada musik yang terkait dengan tata ibadat, baik itu lagu, iringan, dan instrumen yang dipakai. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa dalam kegiatan beribadat, menyanyi senantiasa menjadi bagian yang integral bagi gereja. Menurut Antonius K. Budi seorang organis di Paroki Santo Thomas, Kelapa Dua, Depok, keindahan suatu lagu dalam perayaan Ekaristi harus didukung oleh kebersamaan umat untuk ikut bernyanyi. Bagi umat Katolik selalu ada kata-kata bernyanyi bagi Tuhan dengan baik merupakan dua kali dari berdoa. Tidak ada yang melarang untuk bernyanyi memuji Tuhan di dalam Misa selama itu sesuai dengan liturgi, dan kalau dilakukan dengan penuh rasa percaya, maka akan mendapat karunia. Dalam ibadat musik merupakan salah satu bentuk komunikasi umat Katolik terhadap penciptanya, tempat iman diekspresikan. Disisi lain tidak boleh dilupakan, karena musik adalah bagian integral dari manusia, maka ia terkait erat dengan budaya. Kita dapat mulai melihat bahwa musik itu kontekstual ia terikat pada konteksnya, terikat pada tempat, waktu, dan budaya. Konteks itu beraneka ragam, yang terjadi saat ini perkembangan pesat dalam dunia elektronika, kebudayaan yang globalistis yang tersebar dengan cepat melalui percetakan, film, dan tradisi, kebudayaan tetap mengalir sementara gereja mempunyai tradisi musik liturgi adalah salah satu cara mengkontekstualisasikan musik liturgi karena nyanyian dan musik gereja perlu dilibatkan dalam suatu proses interaksi yang menyangkut sejarah, kebudayaan, serta perkembangan zaman. Dalam dunia inkulturasi, gereja dituntut agar bersikap lunak, kalau perlu malah bersikap mengalah lebih dahulu. Gereja perlu mempelajari lingkungan kebudayaan di sekitar gereja itu tumbuh. Dalam proses interaksi yang baik diperlukan keterbukaan untuk mengapresiasi dan menerima sesuatu, kerelaan ini perlu diiringi dengan pertimbangan dan penilaian kritis. Hakikat apa yang disodorkan untuk diterima atau diubah harus dijelaskan sedalam-dalamnya sehingga meyakinkan jemaat. Gereja harus memiliki pengajaran tentang kebenaran di dalam Tuhan. Jika ada puji-pujian yang kurang dimengerti oleh jemaat, maka jemaat diberi penjelasan tentang syair lagu tersebut. Musik bukan hanya merupakan suatu keindahan tetapi juga merupakan suatu sarana latihan yang kekal. Karena, musik adalah suatu seni yang melampaui waktu. Musik gereja dapat membantu kita untuk mengerti arti sebenarnya dari musik itu sendiri, dan memberikan keindahan sendiri bagi umat Katolik12Penjelasan kepada jemaat juga disadari karena ibadat jemaat adalah tempat pengabdian diri, tempat komunikasi, tempat menghayati, dan semakin belajar komunikasi dengan Tuhan dan dengan sesama secara ekstensial. Demi komunikasi itu ada yang perlu dikorbankan, ada pula yang perlu diterima, ini khusus berlaku untuk liturgi dan tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang universal, namun juga disadari sebagai musik yang kontekstual dan lokal. Gereja-gereja di Asia maupun Afrika menyadari akan hal itu, misalnya Abineno pada tahun 1959 telah mengusulkan supaya diadakan revisi atas Mazmur-Mazmur dan pujian gereja, karena ia merupakan terjemahan dari buku nyanyian gereja-gereja Belanda dan tidak memuat satu pun puji-pujian Asia. Jadi sejalan dengan kesadaran akan perlunya iman yang kontestual dan Injil yang kontekstual, maka, diperlukan pula puji-pujian yang kontekstual. Hal ini ditekankan oleh gereja-gereja Asia. Dalam pertemuannya di parohan terakhir tahun 50-an, mereka memutuskan perlunya menyajikan Injil dalam terminologi Asia. Gagasan ini secara konsekuen diterapkan pula pada kebutuhan puji-pujian oleh gereja-gereja Asia dengan dipublikasikannya EACC Hymnbook yang berisi puji-pujian dari gereja-gereja Asia pada tahun depan musik gereja adalah musik gereja yang kontekstual, ini juga berlaku untuk liturgi, tempat musik gereja itu berperan. Musik gereja yang kontekstual dalam ibadat yang kontekstual kemudian ditunjang dan dihayati dengan ekspresi seni kontekstualisasi musik gerejawi memang bukan hal yang gampang, seperti halnya yang dikatakan I-to Loh, gereja-gereja di Asia sudah merasa nyaman dengan puji-pujian yang diwarisi dari gereja-gereja Barat. I-to Loh mengusulkan agar diadakan usaha mendidik ulang gereja-gereja Asia supaya mengenal kembali budayanya sendiri. Memang kontekstualisasi musik gerejawi bukan sekedar usaha untuk menghidupkan kembali budaya yang hilang di gereja. Namun perlu diperhatikan pula bahwa kontekstualisasi musik gerejawi itu dilakukan dalam upaya mengkontekstualkan gereja itu sendiri dan juga mengkontekstualkan Injil, supaya baik Injil maupun gereja tidak menjadi bagian yang asing bagi masyarakat tempat gereja dan Injil itu D. Musik Liturgi Sebagai Bahasa dan Wahana Bagi Injil dan Budaya BertemuSudah disebutkan di atas bahwa musik itu kontekstual. Ia terikat erat dengan budaya lingkungannya. Bukan hanya erat tetapi juga wahana rasa sedih dan duka cita, benci dan kasih diungkapkan. Dengan berbagai macam bentuk melalui gamelan maupun musik jazz, ungkapan-ungkapan ini dapat ditangkap. Jadi musik yang sering hanya dipandang sebagai hal yang menghibur, sesungguhnya merupakan bahasa dari suatu masyarakat yang dipakai untuk mengungkapkan kehidupan sehari-hari, secara sadar atau tidak manusia telah melaluinya dengan berbagai ritus, dari bangun pagi sampai mau tidur malam. Sehingga dapat dikatakan bahwa kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari ritus-ritus. Hal ini nampak sekali dalam kehidupan beragama, karena ritus mendapat perhatian utama dan dikembangkan secara khusus. Bentuk-bentuk ritual merupakan kerangka rumah tempat manusia hidup bersosial dan beragama sedangkan musik merupakan bahasa yang dapat menimbulkan rasa keterikatan seseorang baik dengan sesama maupun dengan rumah gereja itu sendiri. Oleh sebab itu ikatan antara musik dengan ibadat sangat kuat yang kuat itu dapat dilihat bahwa ibadat dan musik tidak pernah absen dalam kehidupan gereja. Musik yang menjadi bagian kehidupan sosial masyarakat Israel kuno kemudian menjadi bagian kehidupan ritual di Bait Allah. Musik-musik dalam ibadat Israel kuno mengalami perubahan, saat gereja berpindah pusat orientasinya dari dunia Palestina ke dunia Yunani-Romawi. Tahlil chanting, musik ibadah Israel kuno dalam bentuk yang tetap sering dicampur dengan nyanyian spontanitas. Gaya-gaya nyanyian dan puisi Helenis mulai muncul, tidak lagi memakai pola puji-pujian Yahudi yang ada. Jadi sebagaimana liturgi senantiasa mengalami perubahan karena konteksnya, demikian pula musik liturgipun mengalami pengkontekstualisasian dari masa ke masa. Pengkontekstualisasian baik liturgi maupun musik liturgi bukan merupakan paksaan dari konteks yang ada. Ini disadari karena yang pertama Allah senantiasa mengkontekstualisasikan diri-Nya, dan yang kedua adalah baik liturgi maupun musik liturgi merupakan bahasa dan wahana Allah dan manusia sesungguhnya merupakan terintegrasinya Injil dengan konteks. Ia mengacu pada Allah yang menjadi daging dan Allah yang diam di antara mereka. Liturgi maupun musik liturgi dipandang sebagai bahasa tempat manusia dapat mengekspresikan rasa dan imannya. Maka kontekstualisasi musik gerejawi sebenarnya bukan menjadikan bagaimana musik Barat dapat diterima oleh gereja-gereja non Barat, melainkan bagaimana musik sebagai bahasa lokal itu dapat ditumbuhkembangkan menyatu dalam diri manusia sekaligus menjadi wahana tempat Allah hadir dan menyatu dengan konteks, manusia, dan budaya. BAB IVMUSIK LITURGI DI INDONESIA A. Sejarah dan Perkembangan Musik Liturgi di Indonesia Sebelum Konsili Vatikan IIMusik liturgi di Indonesia merupakan bagian dari musik liturgi pada umumnya. Oleh karena itu sejarah dan perkembangan musik liturgi di Indonesia tidak dapat terelakkan juga mendapat pengaruh dari kehidupan musik liturgi dunia. Sebenarnya musik liturgi di Indonesia sudah merasa cocok dengan liturgi dan musik liturgi dari Barat. Namun demikian perlu diketahui bahwa pertemuan tradisi gereja yang masuk ke Indonesia ternyata mengalami apa yang disebut sebagai inkulturasi. Hal ini dapat disadari karena Indonesia merupakan salah satu daerah misi tempat gereja Katolik melebarkan sayapnya, dan Indonesia dapat dikatakan sebagai bangsa yang kukuh mempertahankan pribadi budayanya. Sehingga metode inkulturasi, indegenisasi, pempribumian atau pula kontekstualisasi menjadi celah yang dipilih bagi gereja untuk mewujudkan dirinya secara jauh sebelum Konsili Vatikan II, di Indonesia sudah mengalami inkulturasi yakni saat pertama kali agama Katolik ini masuk. Inkulturasi juga sudah giat dilaksanakan dalam liturgi, demikian juga dengan musik liturgi. Sebelum Konsili Vatikan II, yang menjadi landasan baru mengenai inkulturasi musik liturgi, izin yang diperoleh dari keuskupan gereja Roma-lah yang menjadi dasar inkulturasi dalam musik liturgi. Sehingga di daerah-daerah Indonesia sudah banyak dijumpai upaya Keadaan Musik Liturgi Pada Beberapa Daerah di IndonesiaSebelum Konsili Vatikan II di daerah telah terjadi inkulturasi musik liturgi. Di Manggarai, Flores Barat, proses inkulturasi musik liturgi sudah dimulai sebelum perang dunia. Mgr. W. Van Beckum SVD seorang uskup di Ruteng adalah perintis inkulturasi. Ia giat mengumpulkan lagu-lagu Manggarai dan berusaha agar lagu-lagu tersebut dapat ditulis dengan not, sehingga dapat dipelajari. Ia juga mengajak sejumlah ketua adat untuk menciptakan lagu baru untuk keperluan ibadat di luar misa. Maka pada tahun 1947 di Ende terbit satu buku nyanyian yang berjudul Dere Serani. Sampai sekarang buku tersebut masih daerah Dawan, Timor, inkulturasi nyanyian liturgi diusahakan oleh Vincent Lecovic SVD. Usahanya adalah mencatat lagu-lagu tradisional. Beberapa lagu ratapan diolah untuk dipergunakan dalam ibadat, ia juga mengarang sendiri beberapa nyanyian baru dalam gaya musik Dawan. Akhirnya pada tahun 1960 terbit satu buku nyanyian dengan judul Tsi Tanaeb Uis Neno dengan beberapa nyanyian dalam gaya musik Dawan, namun banyak pula lagu yang diambil alih dari buku Jubilate yang diterjemahkan ke dalam bahasa Dawan. Buku Tsi Tanaeb Uis Neno ini beberapa kali dicetak kembali dan diperluas isinya. Menurut umat di Timor, lagu-lagu dari Tsi Tanaeb Uis Neno sampai sekarang masih dipakai dan disenangi. Namun umumnya di Flores dan Timor proses inkulturasi cukup lama terhambat oleh karena adanya buku nyanyian Jawa Tengah, inkulturasi gendhing di dalam ibadat sudah di mulai pada tahun 1925. Di sekolah pendidikan guru Muntilan, C. Hardjasoebrata atas dorongan Br. Clementius memberanikan diri untuk mengarang beberapa gendhing gereja dalam bahasa Jawa dengan tangga nada pelog yang dinyanyikan tanpa iringan, antara lain Atur Roncen. Dengan koor dari Muntilan lagu-lagu ini dipentaskan pertama kali di Gereja Kidul Loji Yogyakarta di hadapan para pembesar gereja dan umat. Meskipun ada suara yang keberatan karena dianggap profan, namun para pembesar gereja tidak keberatan. Maka usaha C. Hardjasoebrata diperbolehkan jalan terus asal lagu tersebut tidak dipakai dalam misa. Pada saat pentas kedua berlangsung 31 Januari 1926 di tempat yang sama, suara-suara yang keberatan tadi menyadari bahwa lagu gereja baru tersebut mirip dengan lagu kraton bukan mirip dengan lagu dolanan atau hiburan. Usaha C. Hardjasoebrata ini diteruskan di Solo, eksperimen diperluas juga di lain tempat seperti Ganjuran, Wedi, serta perang dunia II, Mgr. Suryopranoto yang menjadi pendorong untuk memajukan gamelan dalam gereja. Pada tahun 1955 didirikan suatu panitia khusus untuk gendhing gereja. Pada tahun 1956 untuk pertama kali diadakan demonstrasi gendhing gereja karangan Atmodarsono dan C. Hardjasoebrata dengan iringan gamelan. Demonstrasi ini disaksikan oleh bapak uskup. Karena hasilnya dirasa amat positif, maka bapak uskup meminta izin ke Roma agar gendhing gereja boleh dipakai dalam misa namun dengan bahasa tahun 1956 paroki Pugeran Yogyakarta menjadi pusat kegiatan musik gamelan gerejani. R. Hajowardoyo menerbitkan kumpulan gendhing gereja dengan judul Kyriale dan Natalia. Perkembangan berjalan terus dan mendapat banyak animo oleh Konsili Vatikan II yang secara terang-terangan mendukung ide inkulturasi. Dalam bahasa Jawa juga terdapat buku semacam Jubilate dengan judul Pepudyan Suci yang terbit untuk pertama kali pada tahun 1937. Namun peranan dan pengaruh dari buku nyanyian ini tidak begitu kuat, dan beberapa kali pula buku ini mengalami perubahan sejarah dan perkembangan musik liturgi di Indonesia sebelum Konsili Vatikan II, inkulturasi bukan hanya terjadi di Flores, Timor atau Jawa Tengah saja. Pada daerah lainpun mengalami inkulturasi, hanya saja karena daerah tersebut jauh seperti Sumatra, Sulawesi, Kalimantan bahkan Irian Jaya, maka tidak terangkat beritanya sebagaimana kurang banyak diketahui bahwa inkulturasi liturgi ataupun musik liturgi sudah terjadi sebelum Konsili Vatikan Inkulturasi Nyanyian Liturgi pada Buku Nyanyian JubilateJubilate adalah sebuah buku nyanyian liturgi. Buku ini pertama kali diterbitkan di Ende pada tahun 1930 oleh Pastor Does SVD Pustardos. Isi dari buku ini terutama bukan lagu untuk misa melainkan lagu untuk ibadat pujian salve pada sore waktu perang dunia II para pastor dan bruder memakai waktu luang mereka di kamp tahanan untuk memperbaiki dan melengkapi isi Jubilate. Pada saat buku Jubilate terbit untuk kedua kalinya, tahun 1947 isinya agak berlainan. Isi dari Jubilate dilengkapi dengan nyanyian misa Latin dan Indonesia, karena Indonesia pada saat itu, sudah memperoleh izin dari Roma untuk memakai lagu misa dalam bahasa buku hasil terjemahan, buku Jubilate merupakan suatu prestasi yang tinggi bagi gereja. Buku Jubilate ini juga dikerjakan oleh tim orang yang benar-benar tahu akan musik dan liturgi. Buku ini tersebar di seluruh Indonesia, dalam waktu empat puluh tahun eksemplar buku Jubilate dicetak di Ende. Namun buku Jubilate dipertahankan terlampau lama bahkan sesudah Konsili Vatikan II buku nyanyian ini masih dipakai meskipun terasa adanya perubahan teologis dan liturgis. B. Musik Liturgi di Indonesia Setelah Konsili Vatikan II1. Pengaruh Konsili Vatikan II Terhadap Perkembangan Musik Liturgi di IndonesiaKemajuan inkulturasi di Indonesia tiada bisa lepas dari Konsili Vatikan II yang merupakan tonggak sejarah yang menandakan awal suatu era baru. Konsili dengan sekitar 2500 peserta dari seluruh penjuru dunia telah membuka pintu dan jendela gereja selebar-lebarnya. Umat di dalam gereja dapat melihat ke luar dan udara serta angin dari luar berhembus masuk dengan segala pikiran dilontarkan, banyak niat dan tekad disepakati, semua dilakukan dengan semangat iman, demi mencari apa yang paling baik bagi pemekaran iman umat dan bagi kepentingan umum umat manusia. Dan Konsili menjadi pedoman arah dengan meletakkan dasar bagi pengembangan pemikiran, gerakan serta tindakan pembaharuan, peremajaan dan pemantapan yang sangat Konsili Vatikan II berakhir, inkulturasi dalam bidang musik liturgi terus berlanjut. Pembaharuan liturgi sekaligus pambaharuan musik liturgi kian marak, hal ini dapat dilihat dari beraneka kegiatan usaha untuk menginkulturasikan kian mencolok. Tidak hanya lewat kongres-kongres nasional berbagai artikel ataupun tulisan, seminar, penataran bahkan sampai ada pekan inkulturasi sudah banyak dilewati dan zaman atau generasi memiliki kekhususannya sendiri dan ini tidak dapat dianggap sebagai ketidaksetiaan atau bidaah. Hal inilah yang membuat Konsili menetapkan kebijaksanaan bahwa hal-hal yang tidak menyangkut iman atau kepentingan seluruh persekutuan gereja tidak ingin memaksakan suatu keseragaman bentuk yang kaku. Dan liturgi sendiri terdiri atas bagian yang tidak dapat diubah dan atas bagian yang dapat berubah, yang selama peredaran zaman dapat atau malah Kondisi Indonesia Sebagai Suatu Keunikan TersendiriIndonesia merupakan negara kepulauan dengan dikelilingi lautan yang luas. Kekayaan Indonesia bukan saja karena Indonesia terdiri atas berjajar pulau-pulau dengan kandungan alam di dalamnya. Suatu keunikan tersendiri beraneka ragam suku dan bahasa dengan budaya yang berbeda-beda terdapat di tanah air ini. Namun juga karena kemajemukan ini Indonesia mengalami kendala tersendiri dalam hal inkulturasi terutama kontekstualisasi dalam liturgi dan musik liturgi. Tradisi gereja yang sudah ada bergelut dengan konteks budaya yang kompleks. Bila terjadi suatu titik temu akan menjadikan Indonesia benar-benar unik, karena budaya-budaya yang Kaidah Pengembangan Musik Liturgi di IndonesiaTradisi musik di dalam gereja merupakan khazanah gereja universal yang tak ternilai. Itu adalah kelebihan diantara ungkapan-ungkapan seni lainnya. Indonesia memiliki tradisi musik sendiri dan tradisi musik ini diakui dan diterima dalam gereja. Sebagaimana konsili Vatikan II mengharapkan agar nyanyian-nyanyian keagamaan rakyat harus dipupuk dengan cermat, sehingga dalam ibadat-ibadat saleh dan kudus serta dalam kegiatan liturgi sendiri, suara umat beriman dapat bergema, sesuai kaidah dan ketetapan ketetapan yang lain, gereja mengakui nyanyian Gregorian sebagai nyanyian khas liturgi Roma. Karena itu musik Gregorian mendapat tempat utama dalam kegiatan-kegiatan liturgi bila tidak ada pertimbangan-pertimbangan yang lebih penting. Namun jenis-jenis musik suci lainnya, terutama musik Polifon sama sekali tidak dilarang dari perayaan ibadat Ilahi, asal saja sesuai dengan semangat liturgi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keikutsertaan aktif, maka hendaknya aklamasi oleh umat, jawaban-jawaban, pendarasan mazmur, antifon-antifon, dan lagu-lagu, demikian pula gerak-gerik peragaan serta sikap badan dikembangkan. Inilah kaidah yang menjadi pegangan bagi pengembangan musik liturgi di Proses Inkulturasi Musik Liturgi di Kendala Inkulturasi Musik Liturgi di IndonesiaDengan kondisi Indonesia yang kompleks maka kendala yang terjadi antara lain1. Umat paroki sangat berbeda-beda baik suku maupun adat budayanya sehingga pemilihan salah satu adat untuk dijadikan titik pangkal inkulturasi sangat sulit, dan tidak mengena pada semua umat. Apalagi di paroki yang semua umatnya sebagian besar Adanya unsur magis, mistis, animistis, takhayul, feodal, dan sebagainya dalam unsur budaya Unsur budaya sangat bersifat kedaerahan, sehingga hal ini dapat mengurangi kesatuan dan keumuman universalita gereja Ada beberapa adat yang bersifat pertunjukan, profan, sehingga mengganggu kekhidmatan dan konsentrasi umat atau Dari situasi sosial pihak adat merasa keberatan, orang Katolik lama menolak yang serba baru, yang muda menolak yang terlalu adat, sementara pemimpin gereja kurang memperhatikan. Dalam upacara ada pula unsur pemborosan, baik bagi keluarga yang berkepentingan maupun bagi gereja atau Kurangnya pengetahuan, baik terhadap arti agama atau iman Katolik maupun terhadap adat itu di lain pihak di luar kendala sebagai akibat kemajemukan Indonesia, inkulturasi itu sendiri mempunyai masalah pokok sebagai akibat dari kehidupan modern, yakni1. Kurang pengertian dan penghargaan terhadap adat istiadat. Kebanyakan umat, terutama kaum muda, kurang mengenal dan acuh tak acuh terhadap kebudayaan dan adat istiadat Ada heterogenitas dalam adat istiadat sehingga sulit menentukan memilih unsur-unsur pokok dari adat kebudayaan Indonesia yang dapat dimasukkan dalam Sistem pendidikan sekarang kurang merangsang penghargaan terhadap kebudayaan setempat. Sebaliknya semakin banyak orang khususnya kaum muda, melepaskan diri dari kebudayaan sendiri, dan lebih gampang menerima nilai kebudayaan baru dari pihak gereja dan umat Katolik sendiri terdapat hubungan yang kurang maksimal. Masing-masing keduanya mempunyai masalah sendiri, diantaranya1. Umat merasa memerlukan sesuatu yang dapat diperoleh dari Kurang pengertian dan partisipasi umat dalam liturgi, karena kurang adanya bimbingan dan penyadaran liturgi terhadap Gereja menghadapi masalah umat yang heterogen, perbedaan usia tua-muda, perbedaan tinggi rendahnya tingkat pendidikan, perbedaan suku dan Pandangan hidup umat terpecah atas dua pola hidup, kurang ada harmoni, integrasi antara kebutuhan, sikap matearialistis dan kebutuhan Banyak umat mengalami krisis identitas sukunya Metode Inkulturasi Bagi Musik Liturgi di IndonesiaDengan melihat kondisi dan keadaan semacam ini, tujuan liturgi mulia menjadi kurang maksimal. Agar inkulturasi dapat berhasil, dengan keinginan mencapai liturgi yang sesungguhnya maka gereja merasa perlu adanya metode dalam inkulturasi yakni1. Mencari bentuk Menerapkan pedoman-pedoman Mencari arti, pesan, amanat baru yang akan disampaikan tidak lain adalah pangkal dari membuat penilaian, berpangkal dari bentuk asli metode nomor 1, mencari unsur-unsur yang cocok metode nomor 2 dan 3 serta mana yang tidak cocok Menyusun lagu baru, mengujinya apakah makna kristiani cukup jelas dan Memberi penjelasan, pengenalan kepada umat tentang arti lagu baru sehingga umat dapat memahami dan menghayati sebagai unsur integral dalam hidup kebudayaan dan Badan Yang Menangani Musik Liturgi di IndonesiaSalah satu upaya menanggulangi hambatan adalah harus ada penelitian terhadap unsur budaya setempat atau adat yang akan dimasukkan ke dalam upacara gereja, sehingga pemilihan dapat selektif dan tepat Apostolik memberi wewenang kepada pimpinan gereja setempat supaya penyesuaian dijalankan dengan kewaspadaan seperlunya. Ketetapan-ketetapan tentang liturgi biasanya menimbulkan kesulitan-kesulitan khas mengenai penyesuaian, terutama di daerah-daerah misi seperti Indonesia. Maka dalam menyusun ketetapan-ketetapan itu hendaknya tersedia ahli-ahli untuk bidang yang dengan semangat Kristiani, hendaknya para seniman musik menyadari bahwa mereka dipanggil untuk mengembangkan musik liturgi dan memperkaya khazanahnya. Jadi diharapkan seniman-seniman musik mengarang lagu-lagu yang mempunyai sifat liturgi yang sesungguhnya, dan tidak hanya dapat dinyanyikan oleh paduan-paduan suara yang kecil dan mengembangkan keikutsertaan aktif jemaat beriman. Syair-syair bagi nyanyian liturgi harus selaras dengan ajaran Katolik, bahkan yang utama hendaknya ditimba dari kitab suci dan bersumber liturgi. Itulah panggilan dari gereja bagi pengarang itu seperti halnya Universa Laus, sebuah lembaga internasional yang menangani musik liturgi, Indonesia mempunyai badan juga yang menangani khusus pengembangan musik liturgi di tanah yang menangani musik liturgi di Indonesia terbagi dalam tiga skala, yang pertama adalah Seksi Musik Liturgi KWI Konperensi Waligereja Indonesia, yang kedua, Seksi Musik Liturgi keuskupan, dan yang terakhir adalah sanggar-sanggar Musik Liturgi. Secara garis besar tugas pokok ketiganya meliputi tiga bidang yakni penyediaan sarana, pendidikan serta koordinasi dan komunikasi. Namun berdasarkan skala wilayah yang mereka bawahi terdapat perbedaan Seksi Musik Komisi Liturgi KWISeksi Musik Komisi Liturgi KWI adalah bagian dari Komisi Liturgi KWI yang secara khusus menangani bidang musik liturgi di Indonesia. Seksi Musik Komisi Liturgi KWI mempunyai wewenang menilai lagu-lagu yang sedang dan akan beredar serta memberikan nihil obstat atas lagu-lagu liturgi. Dalam bidang koordinasi dan komunikasi Seksi Musik Komisi Liturgi KWI bertugas antara laina. Mencari atau menyampaikan informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan musik liturgi dari atau kepada pihak-pihak yang Menyelenggarakan atau menghadiri Mengadakan Kongres Musik Membina komunikasi antar atau dengan Seksi Musik Membina komunikasi antar atau dengan Sanggar-sanggar Musik Membina komunikasi antar para ahli musik Mendelegasikan tugas kepada Seksi Musik Liturgi Keuskupan, Sanggar dan ahli musik Mengusahakan adanya buletin sebagai sarana komunikasi dan informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyediaan sarana, pendidikan, koordinasi dan informasi serta wewenang di bidang musik Membina komunikasi dengan gereja Membina komunikasi dengan instansi Membina komunikasi dengan seksi musik liturgi negara Seksi Musik Liturgi KeuskupanDalam mengamalkan fungsi dan tugasnya, Komisi Liturgi KWI bekerjasama dengan mitranya di tingkat keuskupan. Setiap keuskupan di Indonesia memiliki Komisi Liturgi Keuskupan, entah sebagai komisi sendiri entah dipadukan dengan komisi lain. Indonesia memiliki 34 Komisi Liturgi di keuskupan-keuskupan Musik Liturgi Keuskupan adalah bagian dari Komisi Liturgi Keuskupan yang memikirkan pelaksanaan pengembangan musik liturgi di keuskupan yang bersangkutan. Seksi Musik Komisi Liturgi Keuskupan mempunyai wewenang memberikan nihil obstat kepada lagu-lagu atau buku-buku nyanyian ibadat untuk diterbitkan dan digunakan oleh umat sekeuskupan, selain itu juga berwenang mengadakan sensor atas lagu-lagu yang sedang dan akan beredar. Dalam bidang koordinasi dan komunikasi Seksi Musik Liturgi Keuskupan mempunyai tugasa. Mengkoordinasi adanya dan lancarnya hubungan antara kelompok, paroki, lembaga, sanggar dan ahli-ahli musik liturgi yang ada di keuskupan yang Mencari atau menyampaikan informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan musik liturgi baik dari maupun kepada pihak-pihak yang berkepentingan di seluruh Menugaskan seseorang, sanggar atau sekelompok ahli musik liturgi untuk menggarap satu tugas dalam bidang musik Membina komunikasi dengan Seksi Musik Komisi Liturgi KWI, Seksi Musik Liturgi, dan sanggar keuskupan lain untuk bertukar pengalaman atau menambah pengetahuan dalam bidang musik Mengusahakan adanya buletin sebagai sarana komunikasi dan informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyediaan sarana, pendidikan, koordinasi dan informasi serta wewenang dalam bidang musik Membina komunikasi dengan instansi pemerintah atau lembaga-lembaga lain Sanggar Musik Liturgi Yang dimaksud dengan Sanggar Musik Liturgi adalah kelompok atau badan atau lembaga di luar Seksi Musik Komisi Liturgi KWI dan Seksi Musik Liturgi Keuskupan, yang lewat inisiatif dan kreatifitasnya ikut serta menggarap dan mengembangkan musik liturgi di Indonesia. Seksi Musik Liturgi mempunyai wewenang mengusulkan dan memberikan saran-saran kepada pihak yang berwenang mengenai hal-hal yang berkaitan dengan nihil obstat lagu-lagu liturgi. Dalam bidang koordinasi dan komunikasi Sanggar Musik Liturgi bertugasa. Mencari dan menyampaikan informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan musik liturgi baik dari maupun kepada pihak-pihak yang Menyelenggarakan atau menghadiri Membina komunikasi antar atau dengan Seksi Musik Liturgi Keuskupan atau Seksi Musik Liturgi Membina komunikasi antar atau dengan Sanggar-sanggar Musik Membina komunikasi dengan para ahli musik Mendelegasikan tugas dengan Mendelegasikan tugas kepada para ahli musik Mengusahakan adanya buletin sebagai sarana komunikasi dan informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyediaan sarana, pendidikan, koordinasi dan informasi serta wewenang di bidang musik Membina komunikasi dengan gereja Membina komunikasi dengan instansi Membina komunikasi dengan Seksi Musik Liturgi negara satu sanggar musik liturgi adalah Pusat Musik Liturgi Yogyakarta didirikan oleh Serikat Jesus pada tahun 1971. Pada tahun 1987 PML dijadikan salah satu bagian dari Pusat Kataketik. Tujuan PML adalah untuk mengabdi pada perkembangan musik di Indonesia pada umumnya dan musik liturgi pada khususnya, terutama dalam rangka inkulturasi. Tujuan ini diusahakan melalui studi terhadap lagu-lagu daerah dan lagu gerejani yang dikirim atau dikumpulkan, kemudian ditanggapi, diperbaiki seperlunya dan diterbitkan. Kadang-kadang diadakan pula lokakarya bersama para musikus daerah atau lokal. Selain itu PML melakukan rekaman dan memproduksi Kaset. Kursus Musik Gereja yang ditangani oleh PML mendidik dirigen, organis dan pemain gamelan. Selain itu diterbitkan pula majalah bulanan Warta Musik bidang penyediaan sarana dan pendidikan antara Seksi Musik Komisi Liturgi KWI, Seksi Musik Liturgi Keuskupan dan Sanggar atau Pusat Musik Liturgi mempunyai tugas yang sama. Dalam bidang penyediaan sarana antara laina. Menginventarisasi lagu dan buku-buku nyanyian Menerjemahkan lagu-lagu berbahasa asing ke dalam bahasa Indonesia atau daerah atau lagu-lagu berbahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah Menggubah lagu-lagu Mengusahakan tersedianya lagu-lagu dan buku-buku Mengusahakan adanya dan terbacanya buku-buku bacaan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan tentang musik Memberikan dorongan atau petunjuk kepada kelompok atau paroki yang ingin memiliki alat musik untuk kebutuhan satu usaha pengembangan musik liturgi di Indonesia adalah dalam bidang pendidikan untuk musik liturgi. Mengenai hal ini Gereja-gereja Katolik di Indonesia menggunakan kaidah no. 115 dari konsili suci yakni bahwa pendidikan dan praktek musik harus dijunjung tinggi di dalam seminari-seminari, di dalam novisiat dan lembaga-lembaga pendidikan biarawati-biarawati demikian pula dalam lembaga-lembaga dan sekolah-sekolah Katolik lainnya. Untuk menjamin pendidikan ini, harus dibina dengan baik pengajar-pengajar yang ditugaskan untuk mengajar musik suci. Selain itu dianjurkan agar apabila mungkin, didirikan Sekolah Tinggi Musik Suci. Seniman-seniman musik, penyanyi-penyanyi terutama anak-anak harus pula diberikan pendidikan bidang pendidikan tugas komisi-komisi liturgi itu antara laina. Menyelenggarakan atau memberikan penataran musik liturgi, misalnya penataran dirigen, organis, solis dan Mengadakan lokakarya musik Menyelenggarakan atau memberikan kursus musik Mengusahakan tersedianya tenaga ahli di bidang musik Menanggapi lagu-lagu yang sedang beredar, dan sejauh perlu memberikan saran-saran perbaikan. C. Wujud Inkulturasi Musik Liturgi di IndonesiaPenyesuaian secara oikumenis terjadi di dalam gerakan liturgis Liturgical Movement. Gerakan Liturgis dimulai sejak pertengahan abad ke-19 dan memuncak pada Konsili Vatikan II di gereja Roma Katolik 1963-1965. Penyesuaian dan gerakan liturgis, memberikan pembaharuan pada unsur-unsur di dalam liturgi. Tata ibadat, termasuk tata ruang, para petugas, simbolik, tata gerak, musik, dan sakramen dalam liturgi ditempatkan dalam pemahaman kontekstualisasi dan semangat gerakan penyesuaian liturgi pada abad ke-20 tiba pada pergumulan kontekstualisasi, terutama bagi gereja-gereja di Asia, termasuk di Indonesia. Penyesuaian dibuka terutama dalam hal pelayanan sakramen, sakramentalia, perarakan, bahasa liturgi, musik, dan seni suci. Inkulturasi liturgi dan musik liturgi adalah suatu tuntutan dari Konsili Vatikan II serta keputusan Kongres liturgi dan musik liturgi di Indonesia. Sedangkan Indonesianisasi merupakan suatu langkah khusus sesuai dengan situasi di Indonesia. Kepulauan Indonesia ternyata tidak merupakan suatu kesatuan kebudayaan tetapi menunjukkan perbedaan-perbedaan yang cukup besar antara pulau dan kebudayaan masing-masing. Maka sulit dicari suatu musik gereja Indonesia karena tidak ada kebudayaan Indonesia. Yang ada adalah kebudayaan dan musik Flores, Batak, Dayak, Jawa dan pihak, perbedaan-perbedaan di antara daerah dirasa sebagai kebhinekaan yang cukup segar, gaya masing-masing daerah atau suku memuat suatu ungkapan yang khas. Bila nyanyian-nyanyian itu diberi kedudukan dalam ibadat secara fungsional maka tidak hanya akan menimbulkan suatu variasi yang kaya tetapi juga masing-masing lagu dapat mendukung apa yang ingin dicapai pada saat itu dalam Inkulturasi Musik Liturgi di Daerah-daerah Di Flores dan Timor Pada tahun 1966 sampai 1970 di seminari Tinggi Ledalero Flores merupakan masa jaya pencarian nyanyian ibadat baru. Meskipun lagu yang dihasilkan berlagu dan bernada Barat, namun bentuk dan syair sudah bernafas liturgi baru. Hasilnya diterbitkan dalam seri Turut Serta di Ende 1967 dan seterusnya, dengan pengarang seperti Jan Riberu, Dan Kitti SVD, Martin Runi, Alfons Hayon dan sebagainya. Kemudian untuk sebagian lagu Turut Serta masuk pula dalam buku nyanyian Syukur Kepada Bapa. Buku ini untuk sebagian besar merupakan hasil kerja dari tim P. Appie Van der Heijden SVD bersama P. Alex Beding SVD. Dengan usaha untuk mengambil alih lagu dari Jubilate dengan mengganti syair serta menambah lebih banyak lagu mazmur maka terkumpullah 403 nyanyian. Namun hanya sedikit sekali lagu yang bernada Flores. Sebagai buku yang sesuai dengan liturgi sesudah Konsili Vatikan II, buku nyanyian ini tidak begitu menarik. Akibatnya umat semakin merasa kehilangan tradisi nyanyian sehingga masuk akal bila ada suara yang ingin kembali pada buku nyanyian Jubilate. Dengan demikian keadaan musik gereja di Nusa Tenggara Timur menjadi sangat heterogen. Keinginan untuk mempertahankan tradisi dimana sudah terjadi perubahan di dalam gereja, liturgi dan dalam kebudayaan menghambat timbulnya rasa dahaga pada nyanyian baru. Lebih dekat pada kebudayaan Flores adalah usaha yang diadakan di Seminari Menengah Mataloko, Bajawa, Flores. Pada tahun 1970 dirayakan hari ulang tahun ke-40 Seminari Menengah. Alasan ini mendorong komponis muda, Martin Runi mengarang satu deretan lagu misa atas dasar motif-motif lagu adat Ngada yang sekaligus disertai tarian. Dengan cukup teliti motif-motif dipilih dan dengan dikembangkannya cukup lagu, maka akhirnya terwujudlah misa Panca Windu karangan Martin Runi yang untuk pertama kalinya dipentaskan dan ditarikan tahun 1970 di Mataloko. Berdasarkan pengalaman ini, Martin Runi mengarang sejumlah lagu lain dengan motif Belu, Timor antara lain Misa tahun 1974, Larantuka, Flores Timur mendapat seorang uskup baru Mgr. Darius Nggawa. Terdorong oleh kebanggaan atas diangkatnya seorang pribumi sebagai uskup setempat, maka Matius Weruin, seorang guru musik yang cukup terkenal di seluruh Flores Timur, mengarang sebuah misa dengan mengolah bagian-bagian lagu daerah setempat yakni lagu Dolo-dolo menjadi Misa Dolo-dolo. Misa ini dengan cepat tersebar di seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur, suatu bukti betapa tepat hasil karya ini. Meskipun demikian, mula-mula terdapat juga suara yang merasa teringat lagu daerah aslinya dan kedudukannya sebagai lagu hiburan, namun nyanyian baru tersebut begitu kuat ungkapannya sehingga berhasil merebut tahun 1977 Seminari Tinggi Ledalero kembali menjadi pusat perkembangan lagu liturgi, berhubung akan dirayakannya HUT ke-40 Seminari Tinggi ini, maka lahirlah Misa Pengembara yang diprakarsai antara lain oleh P. Anton Sigoama, P. Alfons Hayon, serta P. Dan Kitti. Memang pantas untuk dipuji terutama syair itu tentu saja masih terdapat banyak lagi percobaan di dalam paroki-paroki yang tersebar di kepulauan Flores, Timor, dan Sumba. Namun tetap terasa bahwa belum ada pengganti untuk Jubilate. Buku Madah Bakti belum banyak beredar di Flores dan Timor, tahun 1986 kurang lebih hanya terdapat buku Madah Bakti di Flores dan buku di Timor. Hanya keuskupan Weetebula, Sumba yang berani mengambil langkah untuk memakai buku Madah Bakti malah dengan edisi khusus yakni dengan tambahan 47 lagu kesayangan umat Sumba dari buku Syukur Kepada Flores dan Timor umat tidak terlalu aktif dalam ikut bernyanyi terutama karena tidak ada buku. Secara lokal, kekosongan-kekosongan ini diatasi dengan komposisi-komposisi oleh dirigen atau komponis setempat. Namun ternyata yang bernyanyi terutama koor. Lagu-lagu baru sepertinya lenyap seperti stensilan yang dibuat untuk beberapa kali pakai. Lagu yang khas bergaya Flores dan Timor ada juga, terutama lagu yang merupakan hasil lokakarya komposisi yang diadakan dalam kerjasama dengan Pusat Musik Liturgi Yogyakarta tahun 1979 di Detusoko Flores dan tahun 1986 di Betun, Di Jawa TengahSebelum Konsili Vatikan II gendhing sudah digunakan dalam perbuatan liturgi. Namun setelah Konsili Vatikan II yang secara terang-terangan mendukung ide inkulturasi, maka dengan marak tumbuhlah banyak sekali gendhing Mazmur antara lain oleh M. Siswanto, Ign. Pujoharsono, RL. Suwardja, Z. Sudiro, dan V. Marsudi. Kemudian dikumpulkan oleh RM. Wahyosudibyo Pr dan diterbitkan diawal tahun 70-an dengan judul Kidung Mazmur Gendhing Jawi, Gendhing Pengiring Bojana Kurban, Kidung Suci Gendhing Jawi Minggu Adi. Satu langkah lebih baru lagi adalah eksperimen di sekitar Kisah Sengsara, Macapat, dan kethoprak, Rm. Fx. Wiyono Pr bersama JB. Sukodi main peranan yang cukup besar. Sebagian eksperimen ini didokumentasikan dalam kaset gendhing gereja yang diterbitkan oleh 1968 Seksi Musik Kolsani menerbitkan buku Kidung Anyar Kagem Gusti dengan Mazmur-mazmur namun bukan gendhing. Pada tahun 1975 Rm. Wahyusudibyo menerbitkan 2 jilid buku nyanyian gereja Jawa dengan judul Kidung Puji Ekaristi, namun peredaran buku nyanyian ini hanya di paroki Jetis saja. PML menerbitkan pada tahun 1978 suatu kumpulan lagu gereja non gendhing dengan judul Cahaya Sumunar. Tahun 1983 suatu panitia khusus dari keuskupan Agung Semarang bersama PML menyusun buku Kidung Adi yang merupakan suatu paduan antara gaya gendhing dan lagu gereja dengan tangga nada diatonis, baik dengan lagu dan Di Sumatra Inkulturasi di Sumatra Utara terutama Batak tidaklah mudah. Hal ini berhubungan dengan kedudukan musik Batak. Dalam suku Batak Toba umumnya musik tradisional berhubungan dengan gondang, artinya merupakan iringan tarian Tortor. Sedangkan lagu daerah Toba sudah sedikit menjauh dari pola ini dan berbau Barat. Dalam suku Simalungun terdapat beberapa langkah menciptakan lagu gereja dengan irama cengkok Simalungun Misa, lagu kisah sengsara dan sebagaimana dalam bahasa Simalungun antara lain hasil Seminari Tinggi Pematang Siantar. Di Paroki Seribudolok pada tahun 70-an seorang pastor Belanda meminta kepada seorang pemusik tradisional yang beragama Islam untuk menciptakan beberapa lagu gereja yang bercorak dan berbahasa Simalungun. Lagu ini sidetensil, contohnya terdapat dalam kaset PML 36 Puspa Ragam Musik Gereja Batak kuno dirasa agak asing diantara suku Batak, baru sekarang hal ini mulai diperhatikan oleh gereja maka belum terdapat banyak sekali hasil inkulturasi. Sementara suku Batak Pakpak, Dairi merupakan suku Batak yang paling kecil dan terpencil, maka langkah inkulturasi belum sempat bulan Juni-Juli 1986, dalam lokakarya Komposisi Keuskupan Agung Medan di Pematang Siantar untuk pertama kali diadakan langkah serius untuk mempelajari lagu Batak dan mengolahnya kembali atau mencipta lagu-lagu gereja baru yang bercorak Batak. Lokakarya ini dibimbing oleh tim dari PML menghasilkan 42 lagu baru yang belum khusus terjadi di pulau Nias, ia terpencil namun berkebudayaan dan berbahasa khusus. Sebagaimana di Batak begitu juga di Nias, para pendeta pada abad yang lalu melarang segala unsur adat namun ternyata tidak seratus persen berhasil. Di pegunungan dan ujung selatan masih hidup musik tradisional, terutama yang berhubungan dengan perang dan pertandingan. Namun lagunya terlalu galak untuk diolah begitu saja menjadi lagu ibadat. Sedangkan tari Maena yang sangat populer di pulau Nias, tidak berakar pada musik adat ini melainkan berbau Barat. Maka belum banyak terdapat lagu gereja yang khas Nias. Di KalimantanSuku-suku Dayak di Kalimantan tidak merupakan satu kesatuan kultural. Hubungan antara Kalbar dan Kalteng serta Kaltim cukup sulit pula. Maka tidak mengherankan bahwa belum terdapat banyak langkah kearah inkulturasi. Atau mungkin ada langkah namun tidak diketahui selain orang setempat. Kesempatan lokal tentu selalu ada seperti hari raya Natal, Paskah, perkawinan, syukur atas panen, tahbisan atau kematian. Musik tradisional Kalimantan terutama berupa lagu instrumental sebagai iringan tarian. Maka sanggar yang dibuka oleh P. Lucius Ginting OFM Cap di Pahauman Kalbar berupa sanggar tari dengan tim pengiringnya. Hasil berbagai tari untuk ibadat persembahan, syukur dan sebagainya serta kaset dan musiknya. Namun setelah P. Lucius Ginting OFM Cap pindah ke Pontianak, sanggar di Pahauman sedikit mengalami kemunduran. Begitu juga dengan nasib sanggar-sanggar swasta yang pernah didirikan di Sanggau, Putusibau Kalbar, Buntok Kalteng dan Huvang MSF seorang putra asli Kaltim keuskupan Banjarmasin, pada bulan juli 1984 mengundang tim PML untuk mengadakan lokakarya komposisi di Buntok Kalimantan Tengah bersama 40 pemusik daerah. Hasilnya adalah 20 lagu gereja baru. Pada tahun 1985 usaha semacam ini dilakukan di Tering Kalimantan Timur untuk para pemusik dari Kaltim. Atas inisiatif PML para uskup sedaerah di Kalimantan memutuskan untuk menerbitkan lagu tersebut sebagai tambahan dalam Madah Bakti edisi khusus Kalimantan. Sebanyak 45 lagu tersebut termuat pula dalam buku dan kaset Buluh Puncak Awangan terbitan PML 1986. Di Sulawesi Daerah di Sulawesi yang sudah menjadi Kristen adalah Toraja dan Manado. Terutama di Sulawesi Utara sudah terdapat inkulturasi berkaitan dengan Musik Kolintang. Di seluruh Indonesia alat musik Kolintang sudah sangat populer. Sejak akhir tahun 60-an terdapat lagu gereja yang diciptakan terutama di sekitar seminari Tinggi Pineleng Sulawesi Utara. Lagu-lagu itu mengambil inspirasi irama dan corak dari tari daerah Maengket dan musik Kolintang. Maka lahirlah sejumlah lagu misa dan Mazmur yang diterbitkan oleh PML tahun 1974 dengan judul Misa Minahasa dan kaset Majulah ke Depan. Dalam Madah Bakti terdapat sejumlah lagu terpilih dari koleksi ini, namun sayang usaha pengolahan musik tradisional Minahasa macet sejak pertengahan tahun 70-an hal ini disebabkan para tokohnya seperti P. Tinggogoy, Felix Mongdong, dan Pontoan pindah ke Jawa. Di Maluku dan Irian Jaya Nasib inkulturasi di kepulauan Maluku sama seperti di Kalimantan, karena komunikasinya sulit maka kurang diketahui. Namun sebenarnya ada langkah-langkah lokal hanya tidak ada Konsili Vatikan II pada tahun 1979 di keuskupan Ambon diterbitkan buku nyanyian gereja dengan judul Mari Bermadah, namun lagu yang bercorak tradisi Kei atau Tanimbar atau Ambon tidak termuat dalam buku tersebut. Buku Mari Bermadah masih tetap dipakai di Ambon karena buku nyanyian Madah Bakti belum banyak beredar di tahun 1978 Irian Jaya menjadi terkenal, karena di sana muncul satu deretan lagu gereja dengan judul Misa Maiwana. Setelah diteliti lagu ini ternyata lahir di Papua Nugini dan diIndonesiakan di Irian Jaya. Sebagian dari misa ini juga termuat dalam Madah Bakti. Yang beredar di sana ada eksemplar lebih. 2. Inkulturasi dalam Buku Nyanyian Liturgi Madah BaktiSebagai jerih payah para komisi-komisi Musik Liturgi, tokoh-tokoh gereja, seniman-seniman gereja, atas lokakarya-lokakarya dan musyawarah liturgi serta musik liturgi yang dilakukan berkaitan dengan penegasan Konsili Vatikan II pantaslah disebutkan di sini adalah buku Madah memuat sederetan lagu-lagu daerah yang diambil dari buku-buku nyanyian liturgi yang telah terbit sebelumnya penerbitan buku ini juga untuk memenuhi keinginan umat yang haus akan adanya satu buku pedoman untuk nyanyian liturgi. Hal ini juga didukung oleh ketentuan konstitusi liturgi mengenai musik suci nomor 117 mengenai penerbitan buku-buku nyanyian liturgi terutama untuk nyanyian Gregorian dan nyanyian yang lebih sederhana. Bahwa edisi contoh buku-buku Gregorian harus diselesaikan, bahkan harus disiapkan penerbitan yang lebih kritis dari buku-buku yang telah diterbitkan sesudah pembaharuan Santo Pius X. Juga baik apabila disiapkan penerbitan yang memuat lagu-lagu yang lebih sederhana untuk digunakan di gereja-gereja yang lebih kecil. Setelah diterbitkannya beberapa buku nyanyian liturgi sebelumnya, maka pada saat Kongres Musik Liturgi III pada tahun 1980 di Jakarta terbit buku doa dan nyanyian gereja berjudul Madah Bakti. Madah Bakti merupakan salah satu wujud inkulturasi dan Indonesianisasi, suatu bentuk yang sesuai dengan Konsili Vatikan II. Dalam Madah Bakti tersebut memuat kebhinekaan Bakti disusun dan disebarkan oleh Pusat Musik Liturgi Yogyakarta. Selain nyanyian di dalam buku ini terdapat pula sejumlah doa. Nyanyian-nyanyian di dalamnya mencerminkan perkembangan musik liturgi di Indonesia sesudah Konsili Vatikan II. Sepertiga kurang lebih 150 lagu dari khazanah lagu Madah Bakti merupakan lagu terjemahan dari Eropa. Lagu yang diambil alih dari gereja Barat lagu Natal, Maria, Gregorian. Sepertiga lagi merupakan lagu ciptaan baru oleh beberapa komponis Indonesia, namun bercorak Barat atau bergaya musik internasional. Dan sepertiga yang terakhir mencerminkan suatu gaya khas kedaerahan Indonesia, gaya Flores, Jawa, Kalimantan, Pentatonis dan kedaerahan dalam buku Madah Bakti ini merupakan suatu kesempatan untuk merayakan ibadat dengan lagu daerah setempat, sehingga lebih mengena di hati. Kebhinekaan dalam 450 lagu tersebut dimaksudkan agar umat dapat memilih nyanyian sesuka hati. Madah Bakti memberikan kesempatan untuk mengenal lagu dari daerah Indonesia, jiwa orang Katolik di Indonesia. Tubuh Kristus mempersatukan suku, maka boleh juga Madah Bakti ini digunakan di luar daerah yang bersangkutan asal Tahun 1992 diterbitkan Madah Bakti Suplemen dengan 270 lagu baru dari daerah-daerah di Indonesia yang sampai saat itu kurang diwakili. Jumlah Madah Bakti yang diedarkan sampai tahun 1994 mencapai hampir dua juta eksemplar. Beberapa keuskupan menambah lampiran khusus pada Madah Bakti. Mengenai Madah Bakti 2000 Sejak tahun 1997 Pusat Musik Liturgi berusaha untuk mengadakan penyegaran buku Madah Bakti yang pertama kali terbit tahun 1980. Dalam penyegaran ini tetap mempertahankan 450 nyanyian, namun 52 lagu diganti dengan lagu baru. Selain itu, nomor-nomor, syair dan lagu nyanyian Madah Bakti lama dipertahankan. Hal ini dimaksudkan supaya buku Madah Bakti lama dapat dipakai bersama dengan buku Madah Bakti baru, terutama buku-buku kor dan buku-buku iringan tetap berguna. Selain itu Pusat Musik Liturgi Yogyakarta berpendapat bahwa sebuah nyanyian yang sudah dihapal tidak boleh dirubah lagu dan syairnya karena sudah menjadi daging, sudah menjadi milik umat sehingga dapat dinyanyikan sebagai doa. Dalam Madah Bakti edisi 2000 ini lagu Gregorian ditiadakan karena ternyata kurang dipakai, cukup sulit untuk dinyanyikan sehingga diganti dengan Mazmur dan Kidung. Meski di satu pihak banyak umat yang belum merasa pas dengan Mazmur, namun di lain pihak isi sejumlah Mazmur sangat aktual dengan hidup zaman sekarang. Untuk peminat lagu Gregorian sudah ada buku khusus yang berjudul Lux et Origo terbitan PML juga. Nyanyian baru dalam buku Madah Bakti 2000 berasal dari 39 lokakarya Komposisi yang diadakan oleh pusat Musik Liturgi di berbagai daerah bersama lebih dari 1000 pemusik dari berbagai keuskupan. Lagu-lagu diciptakan bersama-sama dengan tujuan untuk memperkaya liturgi dengan warna-warna unsur musik tradisi Indonesia. Begitulah kiranya, musik gereja di Indonesia ternyata berkembang terus sesuai dengan tugasnya dari Konsili Vatikan II dan keputusan Konperensi Uskup Indonesia yakni untuk berinkulturasi. BAB VPENUTUP A. Kesimpulan1. Sebelum Konsili Vatikan II musik liturgi di Indonesia telah mengalami inkulturasi berdasarkan izin dari keuskupan Roma, dan setelah Konsili Vatikan II usaha inkulturasi musik liturgi diusahakan secara lebih baik, inkulturasi menjadi tanggung jawab bersama dan dokumen Konsili Vatikan menjadi sumber dan Keanekaragaman suku, budaya dan bahasa yang berbeda memang bisa menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi inkulturasi musik liturgi, namun dalam prosesnya hal itu juga bisa menjadi suatu kendala, sementara terdapat masalah pokok di sekitar inkulturasi sebagai akibat kehidupan modern misalnya, adanya sikap kurang menghargai budaya sendiri dan cenderung mengadopsi kebudayaan dari Setelah Konsili Vatikan II kegiatan inkulturasi musik liturgi di Indonesia kian marak, lokakarya musik liturgi yang diadakan menghasilkan kreasi-kreasi baru dalam musik liturgi seperti dalam buku nyanyian Madah Bakti, sehingga tidak hanya dikenal musik Gregorian dan Polifoni Suci yang selama ini biasa digunakan dalam beribadat. B. Saran-Saran1. Musik liturgi di Indonesia senantiasa terus berkembang sesuai dengan konteks kebudayaan dan masyarakat yang senantiasa dinamis. Kajian dari seorang sarjana dalam bidang Perbandingan Agama sungguh diperlukan untuk mengungkap kasus lebih lanjut dari permasalahan musik liturgi di Adapun manfaat penelitian ini bagi umat Islam adalah memperluas wacana dan pengetahuan tentang musik liturgi untuk dijadikan bahan bagi usaha pengembangan khazanah musik Islami, seperti dibentuknya suatu badan khusus yang menangani pengembangan musik tersebut. Skripsi
B Liturgi Sabda 4. Makna Liturgi Sabda Allah bersabda kepada umat-Nya dan umat menanggapi sabda Tuhan tersebut. Sebagai Pusat dan puncak liturgi sabda adalah membaca Injil suci 5. Mazmur Tanggapan atau Nyanyian Tanggapan Untuk memperdalam dan menanggapi Sabda Allah. Diambil dari Kitab Suci dan disesuaikan dengan bacaan pertama.
Nyanyian adalah ungkapan hati seseorang yang diekspresikan melalui syair dan nada, yang merupakan hal penting bagi kehidupan, baik itu kehidupan secara individu maupun universal. Allah sendiri yang menciptakan nyanyian dengan tujuan agar melalui nyanyian umat ciptaannya dapat memuji dan menyembah-Nya sebagai Allah pencipta yang nyanyian juga para tokoh agama kita yang terdahulu telah memuliakan Tuhan dan menyembah-Nya. Contohnya raja Daud, di mana ia menyanyikan pujian dan mazmur bagi Allah atas pertolongan bagi orang Israel Mazmur 661, 2. Setiap kemenangan yang telah dialami oleh bangsa Israel selalu disertai dengan ungkapan syukur oleh Daud di mana ia memuji dan mengagungkan pujian itu terus berlangsung hingga pada saat ini di mana generasi kita sekarang dalam setiap gereja dan persekutuan tentunya menjadikan nyanyian sebagai salah satu bagian yang terpenting dalam ibadah untuk menyembah Tuhan. Dari zaman ke zaman nyanyian telah menjadi hal yang universal. Salah satu contohnya dapat dilihat pada penggunaan nyanyian di dalam pelaksanaan ibadah, di mana dalam suatu ibadah apabila tidak terdapat nyanyian maka ibadah itu bisa dikatakan tidak hidup sebab nyanyian merupakan sarana yang menciptakan suasana yang hidup dalam ibadah serta kesatuan, yang membawa orang dalam sikap nyanyian juga terdapat unsur yang sangat penting yaitu melalui nyanyian orang dapat mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan serta mengingatkan kembali betapa besar dan dahsyat kasih yang Allah berikan. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa yang dialami oleh umat Israel yang dipimpin oleh Nabi Musa untuk menyanyikan puji-pujian yang menyatakan kedahsyatan Allah ketika mereka berhasil menyeberangi laut Teberau dan mengalami pembebasan Keluaran 151-21.Selain nyanyian merupakan sarana yang digunakan untuk nyatakan ungkapan syukur, nyanyian juga dapat digunakan sebagai senjata yang digunakan untuk meraih kemenangan?kemanangan dalam peperangan rohani. Dari pernyataan ini dilihat bahwa nyanyian memegang peranan yang penting di mana nyanyian dapat membawa orang masuk kepada pengenalan akan Allah yang dapat mengubah kehidupan orang menuju pada jalan yang benar. âNyanyian gereja adalah nyanyian persekutuan, dan apabila dilihat dari istilah dalam himnologi dapat dikatakan 5bahwa nyanyian orang banyak community singingâ. Nyanyian yang ditempatkan Tuhan dalam hati setiap orang, akan mulai mengalir keluar dan ini terjadi secara spontan, di mana kata- kata dari nyanyian itu bukan keluar dari pikiran melainkan dari hati, sehingga ketika nyanyian itu dinyanyikan, maka orang akan mengalami kelepasan di dalam roh dan memperoleh kemerdekaan yang baru, dan apabila nyanyian itu dinyanyikan dengan Roh dan penuh pengertian kepada Tuhan, maka penyanyi- penyanyi yang di surga juga akan menyatakan syukurnya melalui pujian. Maksud dari pernyataan ini adalah nyanyian yang dinyanyikan bukanlah dilihat dari keindahan syair atau kata-kata dari nyanyian tersebut melainkan dari pengekspresiannya, sebagai salah satu wujud bahwa seseorang memiliki sikap hati yang memuji Tuhan dan yang mau bersekutu setiap gereja tentu saja terdapat nyanyian-nyanyian yang ditetapkan untuk mendukung jalannya ibadah baik itu nyanyian hymne ataupun nyanyian kontemporer yang telah disusun dalam liturgi yang merupakan tempat di mana kita menyanyikan akan sebuah pengharapan dan masa depan serta sekaligus menjadi sarana di mana umat dapat terhanyut oleh visi mengenai kerajaan yang sedang datang. Setiap pujian yang telah diatur dapat dipakai untuk memuji dan memuliakan nama Tuhan. Hendaklah nyanyian yang dinyanyikan oleh setiap orang memiliki satu tujuan yaitu untuk memuji dan menyembah kepada Kristus dalam roh dan kebenaran bukan dengan seorang tokoh musik gerejawi, Manawe yang adalah seorang teolog Perjanjian Lama dari Indonesia juga memberikan perhatian dalam musik gereja. Dalam bukunya Gereja yang Bernyanyi menyebutkan musik gereja merupakan ungkapan isi hati orang percaya Kristen yang diungkapkan dalam bunyi-bunyi yang bernada dan berirama secara harmonis, antara lain dalam bentuk lagu dan Dari pennyataan ini dapat dilihat bahwa musik serta nyanyian dalam gereja mengambil peranan penting dalam peribadahan, karena musik dan nyanyian itu sangat mempengaruhi hati setiap orang dalam penyembahan kepada Allah To read the file of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.
Kidungkannyanyian bagi Tuhan Allah Kita! Persembahkanlah mazmur demi Keluhuran dan Kemuliaan Nama-Nya! Bersoraklah dan nyanyikan Haleluyah!!! ( Wadah para siswa-siswi SMAK St. Louis 1 untuk mengembangkan talenta bernyanyi & bermain musik untuk memuji Tuhan Allah Sumber Cinta kasih Ilahi ) Alamat: Jalan Polisi Istimewa 7 Surabaya.
âMenyanyikan pujian bagi Allah itu baik.ââMZ. 1471. NYANYIAN 10, 2 * 1. Apa manfaat nyanyian dalam ibadah kita? SEORANG penulis lagu yang terkenal pernah berkata, âKata-kata menyentuh pikiran kita. Musik menyentuh hati kita. Tapi, sebuah nyanyian menyentuh hati dan pikiran kita.â Lagu-lagu kita berisi pujian dan ungkapan sayang kepada Bapak kita, Yehuwa. Dengan menyanyikannya, kita akan merasa semakin akrab dengan Yehuwa. Jadi jelaslah, bernyanyi sendiri atau bersama saudara-saudari adalah bagian penting dari ibadah kita kepada Yehuwa. 2, 3. a Apa yang mungkin dirasakan beberapa orang tentang bernyanyi di sidang? b Pertanyaan apa saja yang akan dibahas dalam artikel ini? 2 Tapi, apakah Saudara senang bernyanyi dengan lantang di sidang? Atau, apakah Saudara malu? Dalam beberapa kebudayaan, para pria tidak terbiasa untuk bernyanyi di depan orang lain. Kebiasaan seperti ini bisa berpengaruh buruk atas sidang, apalagi jika para penatua malah sibuk melakukan kegiatan lain atau menahan diri sewaktu bernyanyi.âMz. 3012. 3 Ibadah kepada Yehuwa juga mencakup bernyanyi. Jadi, kita pasti tidak mau melewatkan bagian nyanyian dalam perhimpunan. Kita semua perlu merenungkan, âApakah saya menganggap penting bagian nyanyian dalam perhimpunan? Kalau saya tidak terbiasa bernyanyi di depan orang, apa yang bisa saya lakukan? Dan, bagaimana agar saya bisa bernyanyi dari hati?â BERNYANYI ADALAH BAGIAN PENTING DARI IBADAH KITA 4, 5. Bagaimana musik dan nyanyian digunakan dalam ibadah pada zaman Israel dulu? 4 Dari dulu sampai sekarang, umat Yehuwa selalu memuji Allah melalui musik. Sewaktu orang Israel menaati Yehuwa, nyanyian menjadi bagian penting dari ibadah mereka. Misalnya, saat Daud mempersiapkan pembangunan bait, dia juga mengatur agar ada orang Lewi yang memuji Yehuwa melalui musik. Dari antara mereka, ada 288 orang yang âterlatih untuk bernyanyi bagi Yehuwa, yang semuanya ahliâ.â1 Taw. 235; 257. 5 Saat bait ditahbiskan, musik dan nyanyian pun berperan penting. Alkitab mencatat, âBegitu para peniup trompet dan penyanyi bersatu memuji Yehuwa dan bersyukur, dan begitu suara trompet, simbal, dan alat musik lainnya terdengar saat mereka memuji Yehuwa, . . . kemuliaan Yehuwa memenuhi rumah Allah yang benar.â Bayangkan perasaan orang Israel pada waktu itu. Mereka pasti semakin beriman kepada Yehuwa!â2 Taw. 513, 14; 76. 6. Pengaturan apa yang Nehemia buat soal musik dan nyanyian? 6 Contoh lainnya adalah Nehemia, gubernur Yerusalem. Selain mengarahkan orang Israel untuk membangun kembali tembok Yerusalem, dia juga mengatur orang Lewi untuk bernyanyi dan memainkan musik. Saat tembok itu diresmikan, pertunjukan musik dari orang-orang Lewi itu membuat suasana di sana semakin gembira. Nehemia telah mengatur agar ada âdua paduan suara besar yang menyanyikan ucapan syukurâ. Dua kelompok paduan suara itu mulai berjalan di atas tembok kota. Kelompok yang pertama berjalan ke arah kanan. Kelompok yang kedua berjalan ke arah kiri. Akhirnya, mereka bertemu di sisi tembok yang paling dekat dengan kawasan bait. Musik dan nyanyian mereka terdengar sampai di kejauhan karena begitu kencang. Neh. 1227, 28, 31, 38, 40, 43 Pastilah Yehuwa senang saat mendengar umat-Nya bernyanyi dengan sangat bersemangat untuk memuji-Nya. 7. Bagaimana Yesus menunjukkan bahwa nyanyian adalah bagian penting dari ibadah orang Kristen? 7 Pada zaman Yesus, musik juga masih menjadi bagian penting dari ibadah kepada Yehuwa. Perhatikan apa yang terjadi pada malam terpenting dalam sejarah umat manusia. Setelah Yesus mengadakan Perjamuan Malam Tuan, dia dan murid-muridnya menyanyikan pujian untuk Yehuwa.âBaca Matius 2630. 8. Teladan apa yang bisa kita tiru dari orang Kristen pada masa awal? 8 Orang-orang Kristen pada masa awal menjadi teladan bagi kita dalam hal memuji Allah melalui nyanyian. Berbeda dengan orang Israel yang beribadah kepada Yehuwa di bait, mereka beribadah di rumah-rumah. Memang, rumah-rumah itu tidak seindah dan semegah bait. Tapi sewaktu beribadah, mereka tetap bernyanyi dengan penuh semangat. Rasul Paulus memberi tahu saudara-saudarinya, âTeruslah mengajar dan menguatkan satu sama lain dengan mazmur, puji-pujian kepada Allah, dan lagu-lagu rohani yang dinyanyikan dengan rasa syukur, dan bernyanyilah untuk Yehuwa dari hati kalian.â Kol. 316 Lagu-lagu dalam buku nyanyian kita seharusnya âdinyanyikan dengan rasa syukurâ. Lagu-lagu itu termasuk âmakanan pada waktu yang tepatâ yang disediakan oleh âbudak yang setia dan bijaksanaâ bagi kita.âMat. 2445. PERCAYA DIRI SAAT BERNYANYI 9. a Mengapa beberapa orang malu untuk bernyanyi di perhimpunan dan kebaktian? b Bagaimana seharusnya kita bernyanyi untuk memuji Yehuwa, dan siapa yang seharusnya menjadi contoh? Lihat gambar di awal artikel. 9 Mengapa Saudara mungkin malu untuk bernyanyi? Bisa jadi, dalam keluarga dan budaya Saudara, orang-orang tidak terbiasa bernyanyi. Atau, karena Saudara membandingkan diri dengan penyanyi profesional di radio atau TV, Saudara merasa malu atau kecewa dengan suara Saudara. Tapi ingatlah, kita semua bertanggung jawab untuk menyanyikan pujian bagi Yehuwa. Jadi, tegakkan kepala Saudara, angkat buku nyanyian, dan bernyanyilah dengan bersemangat! Ezr. 311; baca Mazmur 1471. Saat ini, di banyak Balai Kerajaan, ada layar yang menampilkan lirik lagu-lagu kita. Jadi, kita bisa bernyanyi dengan lepas. Dan yang menarik, menyanyikan lagu Kerajaan sekarang termasuk dalam acara Sekolah Pelayanan Kerajaan bagi para penatua. Ini menunjukkan bahwa para penatua perlu menjadi contoh sewaktu bernyanyi di perhimpunan. 10. Apa yang perlu kita ingat jika kita ragu untuk bernyanyi dengan lantang? 10 Banyak orang tidak mau bernyanyi dengan lantang karena takut suara mereka terlalu kencang atau kurang merdu. Tapi, coba pikirkan ini. âKita semua sering tersandungâ saat berbicara. Meski begitu, kita tidak berhenti berbicara. Yak. 32, ctk. Jadi, meski suara kita tidak sempurna, kita tidak ingin berhenti bernyanyi memuji Yehuwa. 11, 12. Apa yang bisa kita lakukan agar bisa bernyanyi dengan lebih baik? 11 Kita mungkin ragu untuk bernyanyi karena tidak tahu caranya bernyanyi. Tapi, ada beberapa hal mudah yang bisa kita lakukan agar bisa bernyanyi dengan lebih baik. * 12 Kita bisa bernyanyi dengan suara yang lantang jika kita tahu caranya bernapas dengan benar. Sebagai contoh, lampu bisa menyala jika ada aliran listrik. Begitu juga, kita bisa bernyanyi dan berbicara dengan lantang jika ada aliran udara yang benar. Volume suara Saudara saat bernyanyi seharusnya sebesar volume suara Saudara saat berbicara atau bahkan lebih besar. Lihat saran di buku Memperoleh Manfaat dari Pendidikan Sekolah Pelayanan Teokratis, halaman 181 sampai 184, di bawah subjudul âMengatur Persediaan Udara Saudara dengan Baikâ. Malah, Alkitab kadang memberi tahu umat Yehuwa untuk âbersorakâ sewaktu menyanyikan pujian.âMz. 331-3. 13. Bagaimana caranya bernyanyi dengan percaya diri? 13 Saat ibadat keluarga atau pelajaran pribadi, coba lakukan ini Pilih salah satu lagu favorit Saudara dari buku nyanyian kita. Baca liriknya dengan lantang dan tanpa ragu-ragu. Lalu, dengan volume suara yang sama, ucapkan setiap kelompok kata dalam satu tarikan napas. Kemudian, nyanyikan setiap kelompok kata itu dengan volume suara yang sama. Yes. 2414 Suara nyanyian Saudara pasti jadi lebih kuat. Jangan takut atau malu bernyanyi seperti itu! 14. a Apa lagi yang bisa kita lakukan agar bisa bernyanyi dengan lantang? Lihat kotak â Cara Bernyanyi yang Baikâ. b Saran mana yang berguna bagi Saudara? 14 Agar bisa bernyanyi dengan lantang, Saudara perlu membuka mulut dengan lebar. Jadi saat bernyanyi, bukalah mulut Saudara lebih lebar daripada saat Saudara berbicara. Tapi, bagaimana jika Saudara merasa bahwa suara Saudara lemah atau terlalu melengking? Ada saran yang bagus di kotak âMengatasi Problem-Problem Spesifikâ dalam buku Memperoleh Manfaat dari Pendidikan Sekolah Pelayanan Teokratis, halaman 184. BERNYANYILAH DARI HATI 15. a Apa yang diumumkan pada pertemuan tahunan 2016? b Sebutkan beberapa alasan mengapa buku nyanyian direvisi. 15 Pada pertemuan tahunan 2016, semua hadirin sangat senang saat Saudara Stephen Lett dari Badan Pimpinan mengumumkan adanya buku nyanyian baru yang berjudul Bernyanyi Sepenuh Hati bagi Yehuwa. Mengapa kita butuh buku nyanyian yang baru? Seperti yang dijelaskan Saudara Lett, salah satu alasannya adalah karena Kitab Suci Terjemahan Dunia Baru telah direvisi. Karena ada istilah-istilah yang sudah tidak dipakai lagi pada Terjemahan Dunia Baru, lirik lagu-lagu kita juga perlu diubah. Selain itu, beberapa lagu tentang pengabaran dan tebusan juga ditambahkan. Bernyanyi adalah bagian penting dari ibadah kita. Jadi, Badan Pimpinan ingin menghasilkan buku nyanyian yang bermutu tinggi. Karena itu, sampulnya dibuat mirip seperti Terjemahan Dunia Baru. 16, 17. Perubahan lain apa saja yang dibuat dalam buku nyanyian yang baru? 16 Agar buku nyanyian yang baru mudah digunakan, lagu-lagunya dikelompokkan sesuai topik. Misalnya, 12 lagu pertama bercerita tentang Yehuwa, 8 lagu berikutnya bercerita tentang Yesus serta tebusan, dan seterusnya. Daftar lengkapnya ada di bagian awal buku itu. Ini bisa berguna misalnya bagi seorang saudara yang sedang memilih nyanyian untuk khotbah umumnya. 17 Supaya semua bisa bernyanyi dari hati, beberapa lirik diubah sehingga pesan dari lagu itu semakin jelas. Kata-kata yang tidak umum digunakan juga diganti. Contohnya adalah âmaksud-tujuanâ, âkefasikanâ, dan âcakapâ. Contoh lainnya adalah judul lagu âBerlaksa-laksa Saudaraâ yang diubah menjadi âJutaan Saudaraâ, dan lirik lagunya juga diubah. Selain itu, judul lagu âJagalah Hatimuâ yang terdengar seperti perintah juga diubah menjadi pernyataan âKujaga Hatikuâ. Mengapa? Karena sewaktu seseorang menyanyikan lirik yang lama, dia seperti sedang memberitahukan apa yang seharusnya dilakukan orang lain. Akibatnya, orang-orang yang masih baru, peminat, anak muda, dan para saudari bisa merasa canggung saat menyanyikannya di perhimpunan dan kebaktian. Jadi, judul dan liriknya pun diubah. Berlatihlah bernyanyi saat ibadat keluarga Lihat paragraf 18 18. Mengapa kita perlu mengenali lagu-lagu dalam buku nyanyian yang baru? Lihat juga catatan kaki. 18 Dalam buku Bernyanyi Sepenuh Hati bagi Yehuwa, ada banyak lagu yang kata-katanya seperti doa. Lagu-lagu itu membantu kita untuk mengungkapkan perasaan kita kepada Yehuwa. Lagu-lagu lainnya bisa menggerakkan kita âuntuk menunjukkan kasih dan kebaikanâ. Ibr. 1024 Karena itu, kita ingin mengenali nada, irama, dan lirik lagu-lagu kita. Sewaktu berlatih menyanyikannya di rumah, bernyanyilah dengan percaya diri dan sepenuh hati. * 19. Apa yang bisa dilakukan semua orang di sidang untuk menyembah Yehuwa? 19 Ingatlah bahwa bernyanyi adalah bagian penting dari ibadah kita. Dengan bernyanyi, kita menunjukkan bahwa kita sungguh-sungguh menyayangi Yehuwa dan bersyukur atas segala sesuatu yang telah Yehuwa berikan kepada kita. Baca Yesaya 125. Jika Saudara bernyanyi dengan bersemangat, saudara-saudari yang lain juga bisa tergerak untuk melakukan yang sama. Semua di sidang, baik anak muda, lansia, maupun yang masih baru dalam kebenaran, bisa memuji Yehuwa dengan bernyanyi. Jadi, jangan menahan diri untuk bernyanyi dari hati. Ikutilah pemazmur yang berkata, âBernyanyilah bagi Yehuwa!â Jadi, bernyanyilah dengan sepenuh hati!âMz. 961.
Paduansuara gerejani adalah sekelompok orang yang bertugas menyemarakkan liturgi dengan nyanyian. Mereka semua mempunyai peran yang penting. Namun dari antara mereka, terdapat beberapa orang yang mempunyai peran lebih besar, yakni: (1) Dirigen, yang mempunyai peran sebagai pemimpin paduan suara, memilih lagu-lagu yang sesuai dengan tema ibadat, mengabdi kelompok itu dan melakukan tugasnya
ArticlePDF Available AbstractKonteks bergereja dewasa ini adalah âperang gaya baru,â yaitu perang ibadah. Gereja-gereja kontemporer tampil dengan wajah segar dalam berbagai bidang pelayanan yang market sensitiveâpeka pasar, peka dengan keinginan orang-orang di zaman iniâtermasuk ibadah yang ditata untuk menarik pengunjung gereja. Dampak yang diakibatkan tak dapat dibilang kecil. Kian meruncing tensi antara gereja-gereja kontemporer dengan gereja-gereja tradisional yang formal-liturgical ataupun hymn-based. Tetapi dari sekian area yang menjadi âPadang Kurusetraâ perang ibadah itu, musik dan nyanyian gereja merupakan area yang penuh ranjau! ... Makalah ini berusaha menolong jemaat untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab dalam memilih nyanyian gereja. Jangkauan tulisan ini yaitu pada teologi nyanyian jemaat, tempat nyanyian jemaat dalam liturgi gereja serta kandungan teologis sebuah himne. Terhadap âperang ibadahâ dan khususnya âperang musik,â keputusan kita sering dikendalikan oleh dua hal 1 menurut selera kita; atau 2 menurut kebiasaan yang selama ini berlaku. Cara pertimbangan seperti ini tentu tidak tepat. Sebagai gereja Kristen, kita seharusnya mempertimbangkan tiga hal untuk bersikap 1 selaras dengan Kitab Suci, 2 dengan mempertimbangkan tradisi gereja, serta 3 konteks budaya di mana gereja berada. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. VERITAS 8/2 Oktober 2007 205-229MENGENAL NYANYIAN GEREJADAN TEMPATNYA DALAM LITURGININDYO SASONGKOPENDAHULUANKonteks bergereja dewasa ini adalah âperang gaya baru,â yaitu perang Gereja-gereja kontemporer tampil dengan wajah segar dalam berbagai bidang pelayanan yang market sensitiveâpeka pasar, peka dengan keinginan orang-orang di zaman iniâtermasuk ibadah yang ditata untuk menarik pengunjung gereja. Dampak yang diakibatkan tak dapat dibilang kecil. Kian meruncing tensi antara gereja-gereja kontemporer dengan gereja-gereja tradisional yang formal-liturgical ataupun hymn-based. Tetapi dari sekian area yang menjadi âPadang Kurusetraâ2 perang ibadah itu, musik dan nyanyian gereja merupakan area yang penuh ranjau!Makalah ini berusaha menolong jemaat untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab dalam memilih nyanyian gereja. Jangkauan tulisan ini yaitu pada teologi nyanyian jemaat, tempat nyanyian jemaat dalam liturgi gereja serta kandungan teologis sebuah Terhadap âperang ibadahâ dan khususnya âperang musik,â keputusan kita sering dikendalikan oleh dua hal 1 menurut selera kita; atau 2 menurut kebiasaan yang selama ini berlaku. Cara pertimbangan seperti ini tentu tidak tepat. Sebagai gereja Kristen, kita seharusnya mempertimbangkan tiga hal untuk bersikap 1 selaras dengan Kitab Suci, 2 dengan mempertimbangkan tradisi gereja, serta 3 konteks budaya di mana gereja berada. Kitab Suci adalah norma tertinggi dan otoritas yang mutlak bagi pranata gereja norma normans non normata, namun kita pun harus menerima fakta bahwa setiap orang Kristen mendekati Alkitab melalui tradisi gereja. Dengan 1Thomas G. Long, Beyond the Worship Wars Building Vital and Faithful Worship Bethesta Alban Institute, 2001 kisah pewayangan Jawa, Padang Kurusetra adalah medan pertempuran puputan trah Bharata, antara Pandawa dan Kurawa yang terkenal sebagai terbatasnya ruang, maka makalah ini mengesampingkan pembahasan mengenai jenis musik apa yang seharusnya masuk dalam gereja. Hal ini sebenarnya banyak dinantikan oleh generasi muda, misalnya mengenai pertanyaan apakah musik rock boleh dipakai dalam kebaktian. 206 Veritas Jurnal Teologi dan Pelayanankata lain, titik start seseorang untuk mendekati Alkitab dan memahaminya adalah melalui tradisi gereja. Apakah tradisi gereja tidak dapat khilaf? Tentu dapat. Tetapi berhasrat menjadi gereja yang alkitabiah tanpa mempertimbangkan tradisi gereja dengan arif dan kritis hanya akan menjerumuskan kita kepada satu bentuk bidat gaya baru. Sebuah gerakan spiritual Kristen dikategorikan sebagai bidat apabila mengklaim pengajarannya dan pranata-pranatanya sebagai yang paling benar dan mengabaikan tradisi yang sudah ada sebagai pihak yang menyimpang, ataupun tidak mau duduk di bawah pengajaran bapa-bapa gereja. Dalam pada itu, tradisi mana yang harus menjadi pertimbangan kita? Menurut hemat penulis, yaitu tradisi Reformasi yang melahirkan gereja-gereja Protestan. Mengapa demikian? Tradisi Reformasi berusaha mempertahankan katolisitas dalam pengajaran gereja Tuhan. Dengan perkataan lain, karakteristik tradisi Reformasi adalah âkatolik.â4 Reformasi tidak bermaksud membuat sebuah âtradisiâ yang baru, tetapi melanjutkan pokok-pokok pengajaran yang diwariskan oleh bapa-bapa gereja berabad-abad sebelumnya. Para reformator arus utama disebut âmurid-murid bapa gerejaâ! Martin Luther menimba pemahaman dari St. Augustinus dari Hippo. Yohanes Calvin, walaupun di satu sisi sangat kritis dengan tradisi Katolik Roma pada waktu itu, ternyata banyak sekali dipengaruhi juga oleh St. Augustinus dan mistikus Katolik St. Bernardus dari Pertimbangan selanjutnya untuk bersikap adalah konteks, sehingga gereja dan segenap pranatanya bukan merupakan âfotokopiâ dari satu kebudayaan asing. Terkadang gereja tidak berani menjadi otentik dalam konteksnya. Katakanlah, kita di Indonesia mewarisi kekristenan dari Eropa, dan saat ini banyak gereja kontemporer mengimpor pranata gereja populer dan karismatik dari Negeri Paman Sam, Amerika Serikatâyang akhirnya menjadi subkultur gereja-gereja pada masa kini! Sebaliknya, gereja perlu mengekspresikan pemahaman iman dalam konteks budaya setempat. Mencermati perkataan Max L. Stackhouse, â[W]e are still in the age of contextualizing the faith, an age which extends from Pentecost to the eschaton, and a faith that is relevant to every particular context.â6 Nyanyian gerejawi pun perlu C. Sproul, What is Reformed Theology? Understanding the Basics Grand Rapids Baker, 2005 Anthony N. S. Lane, John Calvin Student of the Church Fathers Edinburgh T & T Clark; Grand Rapids Baker, 1999.6âContextualization, Contextuality, and Contextualismâ dalam One Faith, Many Cultures Inculturation, Indigenization, and Contextualization ed. Ruy O. Costa; Maryknoll Orbis, 1988 12. 207Mengenal Nyanyian GerejaHIMNE DALAM GEREJA PERJANJIAN BARUMarilah kita mengamati tempat himne dalam gereja PB. Bila kita amati, gereja PB melanjutkan tradisi yang diturunkan oleh Alkitab Ibrani dan orang-orang Yahudi pada zaman MazmurDalam Alkitab Ibrani, Kitab Kidung Mazmur tidak hanya berisi lagu-lagu religius, tetapi lagu-lagu lain yang mempunyai latar belakang dalam lagu sekular dan populer pada zaman itu, seperti lagu-lagu untuk kerja, gita cinta, dan gita pernikahan. Kebanyakan adalah lagu pujian, ucapan syukur, doa dan pertobatan. Juga dapat ditemukan nyanyian Yunani ĆdÄ bersejarah yang berhubungan dengan peristiwa besar di negara Israel, misalnya Mazmur 30 âuntuk penahbisan Bait Suci,â dan Mazmur 137, yang memotret penderitaan orang-orang Yahudi di pembuangan. Mazmur sendiri merupakan bagian penting dalam ibadah di Bait Suci; kitab kidung Mazmur menjadi buku kidung liturgis standar ibadah umat Himne dalam Gereja PerdanaGereja sebenarnya mewarisi harta karun di dalam Alkitab Ibrani Perjanjian Lama yang memuji Allah dengan 1 menyanyikan lagu-lagu bernada sederhana dan beritme ajeg, 2 nyanyian jemaat dengan pengulangan bercorak antifonal dan responsori mazmur, 3 melodi-melodi yang diolah untuk satu kata misalnya Alleluia. Dalam sinagoge Yahudi, gaya membaca dengan lantunan nada dipakai dalam pembacaan kitab, doa-doa dan 7Ibadah memasukkan mazmur terpilih untuk tiap-tiap hari selama seminggu. Mazmur 24 untuk hari I, Mazmur 48 untuk hari II, Mazmur 82 untuk hari III, Mazmur 94 untuk hari IV, Mazmur 81 untuk hari V, Mazmur 93 untuk hari VI, dan Mazmur 92 untuk hari Sabat. Setelah mempersembahkan kurban, pada ibadah pagi umat mengidungkan Mazmur 1051-5 dan Mazmur 96 untuk ibadah malam. Mazmur-mazmur Hallel Mzm. 113-118, 120-136, 146-148 dinyanyikan pada pesta Paskah. Pada masa pascapembuangan, nyanyian Mazmur dipindahkan dari bait suci ke sinagoge, yang di kemudian hari mempengaruhi gereja E. Webber, Worship Old & New A Biblical, Historical, and Practical Introduction ed. rev.; Grand Rapids Zondervan, 1994 197. Gereja kontemporer, khususnya dari aliran Pentakosta dan Kharismatik, mendefinisikan secara sui generis bahwa mazmur adalah lantunan kata-kata dalam nada-nada minor yang terus diulang-ulang, sebagai bentuk pujian yang keluar dari hati penyembah. Namun, bukan pengertian tersebut yang dimaksudkan dalam artikel ini. 208 Veritas Jurnal Teologi dan PelayananDari survei di atas terlihat dengan jelas peran penting nyanyian jemaat dalam gereja PB. Mazmur tetap dipertahankan. Bahkan Hughes Oliphant Old, teolog reformed sekaligus pakar liturgi Protestan, berkata bahwa Mazmur merupakan pusat puji-pujian gereja PB. Bentuk ini juga yang melahirkan âmazmur-mazmur PB,â seperti Magnificat atau Nyanyian Maria Luk. 146-55, Benedictus atau Nyanyian Zakharia Luk. 168-79 serta Nunc Dimittis atau Nyanyian Simeon Luk. 229-32.Mazmur-mazmur PB ini ditulis dalam genre jenis sastra mazmur ucapan syukur lih. Mzm. 100. Dari sudut pandang teologi perjanjian, ada indikasi yang kuat bahwa mazmur PB merupakan pemenuhan mazmur Umat Ibrani mengucap syukur karena Allah memerintah umat dan alam semesta. Sekarang, Mesias Yesus memerintah segala sesuatu, karena itu bukanlah suatu konsep asing bila umat perjanjian baru menaikkan syukur atas pemerintahan Allah. Sementara itu, komposisi-komposisi baru kidung puji-pujian himne berkembang pula dengan pesatnya. Ada jenis nyanyian kuno lain lagi dalam PB, yakni lirik-lirik pendek yang didendangkan seperti âAminâ Amen, âAlleluiaâ dan âKudus, kudus, kudusâ Sanctus.Surat-surat Rasul PaulusRasul Paulus menyebut tiga jenis nyanyian umat mazmur psalmos, himne hymnos dan nyanyian rohani ĆdÄ. Ia menasihati jemaat dalam Efesus 519, âdan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyilah dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.â Demikian juga dalam Kolose 316, âHendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.âMenyanyikan Mazmur merupakan kebiasaan yang diwarisi dari ibadah di sinagoge, dan kita dapat berasumsi bahwa âmazmurâ Kristiani mengikuti gaya berkidung Yahudi. Istilah âhimneâ sangat mungkin mengacu kepada teks-teks yang digubah dalam bentuk puisi, bisa jadi mengikuti model mazmur, hanya kini ditujukan untuk memuji Kristus. âNyanyianâ merujuk kepada lagu yang lebih spontan, keluar dari hati yang meluap, bergaya kontemporer dan dinyanyikan secara melismatic dinyanyikan hanya dalam 1 nada dan kemungkinan cikal bakal nyanyian Alleluia. Ada dugaan bahwa nyanyian ini mirip dengan yang ditemukan dalam kelompok mistik Yahudi, yakni doa yang 9Hughes O. Old, Worship Reformed According to the Scripture ed. rev.; Louisville Westminster/John Knox, 2002 37. 209Mengenal Nyanyian Gerejadinyanyikan secara ekstatis, atau dendangan tanpa kata-kata. Namun, hal yang baru saja dikemukakan ini tidak dapat dijadikan norma bagi istilah ânyanyian.ââMazmurâ psalmos diturunkan dari kata psallĆ yang artinya âmemetik atau memainkan instrumen berdawai,â maka berarti âsuatu nyanyian yang dilantunkan dengan alat musik berdawai.â Penemuan Gulungan Laut Mati 1QH dan 11QPsa dan kitab Mazmur Salomo memberikan titik terang kepada kita bahwa tradisi Yahudi pada abad I telah mempraktikkan nyanyian-nyanyian mazmur gaya baru untuk digunakan dalam ibadah di sinagoge, dan hal ini berlanjut hingga periode PB. Gereja perdana tampaknya memang memakai kitab kidung Mazmur, tetapi tidak berhenti sampai di situ saja. Gereja memiliki kecakapan untuk mengadaptasi tema-tema teologi PL dan menggubahnya sebagai komposisi nyanyian Kristen. Lebih kurang berpadanan dengan mazmur, yaitu âkidung pujianâ hymnos merujuk kepada kidung yang biasanya ditujukan bagi dewata atau para pahlawan dalam dunia Greko-Romawi. Di Kisah 1625, Paulus dan Silas menyanyikan hymnos dalam penjara. Di Ibrani 212, penulis mengutip Mazmur 2223 di mana pemazmur memuji Allah di tengah-tengah jemaat. Maka, dapat disimpulkan bahwa hymnos merupakan ânyanyian untuk memuji-muji Allah.â J. B. Lightfoot pernah mengatakan bahwa mazmur adalah nyanyian yang digubah langsung dari Alkitab, sedangkan himne adalah karangan yang khas dari gereja Kristen; namun pandangan ini belumlah final. Dari penyelidikannya, James D. G. Dunn akhirnya menyimpulkan bahwa orang-orang Kristen perdana juga memakai himne-himne yang diambil dari luar Alkitab, dan hal ini tidak diperdebatkan hingga abad III Kata ketiga, ĆdÄ dipakai sebagai lagu penguburan jenazah dalam suatu tragedi tetapi lebih sering mengacu kepada nyanyian sukacita atau sekadar nyanyian saja. Di PB dipakai pula dalam Wahyu 59; 143; 153. Kata sifat yang menyertainya, ârohani,â merupakan suatu lagu yang dilantunkan oleh ilham langsung dari Roh Kudus dalam Efesus 519, menyanyi berhubungan dengan kepenuhan Roh Kudus. Apakah ini merujuk kepada glossolalia, ricauan ekstatis non-gramatik? Sangat sulit menyimpulkan demikian, sebab kata ini berada dalam konteks pengajaran dan kehidupan berjemaat yang saling menasihati; mungkinkah berkata-kata satu sama lain dalam bahasa-bahasa yang tidak dimengerti? Tetapi yang jelas yakni adanya unsur spontanitas dari dalam hati. Menurut N. T. Wright, ketiga istilah yang dipakai di ayat ini menunjukkan betapa kaya dan beragamnya nyanyian-nyanyian Kristen dan kiranya tidak dipersempit menjadi satu jenis saja atau dibatasi hanya untuk keperluan ibadah 10The Epistle to the Colossians and Philemon NIGTC; Grand Rapids Eerdmans; Carlisle Paternoster, 1996 238. 210 Veritas Jurnal Teologi dan Pada akhirnya, kita mengerti bahwa gereja Paulin berdasarkan tradisi Paulus memandang penting puji-pujian kepada di atas semakin dapat kita pahami dengan jelas apabila memperhatikan parafrase Efesus 519,dengan berkata-kata seorang kepada yang lain dalam mazmur-mazmur, himne dan nyanyian-nyanyian yang diinspirasikan Roh, dengan menyanyikan nyanyian-nyanyian dan memainkan alat musik dengan segenap hatimu kepada klausa memiliki fokus perhatian yang spesifik Pertama, klausa pertama berdimensi horisontal dengan titik berat pada hubungan antarjemaat, sangat mungkin dalam ibadah formal tetapi bisa dalam kesempatan lain pula. Di Efesus, kata yang lebih umum dipakai, âberkata-kata,â sedangkan di Kolose kata khusus âmengajar dan menegur.â Dalam hal ini rasul memaksudkan hal yang sama, yaitu adanya pengajaran, penguatan iman dan penghiburan dengan cara beragam nyanyian yang diilhamkan Roh. Ragam nyanyian itu disebut ârohaniâ tidak semata-mata berciri spontan atau ekstatis mengalami ekstase; fokus utamanya adalah Sumber inspirasi nyanyian ituâRoh Kudus. Fakta bahwa seorang jemaat berkata-kata kepada yang lain mengungkapkan bahwa rasul menghendaki adanya komunikasi ibadah yang dapat dimengertiâbukan meditasi, ucapan yang tidak dapat dimengerti atau klausa kedua berdimensi vertikal dengan titik berat pada menyanyi dengan seluruh keberadaan kepada Tuhan. âHatiâ merujuk kepada totalitas kehidupan seorang Kristen. Maka, pujian seharusnya dipersembahkan dari dalam hati kepada Tuhan yang satu itu, yakni Yesus Kristus. Fokus nyanyian rohani adalah Yesus sebagai Tuhan, Sang Putra yang telah mewujudnyatakan pengharapan keduanya bukan dua aktivitas yang berbeda. Berkata-kata dengan mazmur, kidung pujian dan nyanyian mengingatkan jemaat yang lain kepada Allah yang berkarya di dalam Tuhan Yesus Kristus, tetapi sekaligusâpada momentum yang samaâjemaat menaikkan pujian kepada Tuhan Yesus âdengan seluruh keberadaannya.â Jadi, dengan menyanyi dan memainkan musik, maka tiap-tiap jemaat diajar dan diteguhkan imannya dan pujian 11Colossians and Philemon TNTC; Leicester InterVarsity; Grand Rapids Eerdmans, 1986 e`autoi/j Ăevn yalmoi/j kai. u[mnoij kai. wvdai/j pneumatikai/j a;dontej kai. ya,llontej th/ kardi,a u`mw/n tw/ kuri,w. Perhatikan, âmazmurâ dan ânyanyianâ membentuk struktur khiastik a b bâ aâ, sehingga âberbicara dalam mazmur dan nyanyianâ sejajar dengan âmenyanyikan nyanyian dan memainkan musik.â 211Mengenal Nyanyian Gerejadipersembahkan kepada Tuhan Yesus. Satu nyanyian memiliki dua fungsi dan tujuan sekaligus!Kitab WahyuDalam Wahyu pun bertebaran kidung puji-pujian yang diunjukkan bagi Kristus Pemenang. Wahyu dapat dipahami sebagai Kitab Konflik, Kitab Kemenangan, namun lebih dari itu Kitab Perayaan. Kitab ini merayakan kemenangan Kristus, dengan puji-pujian yang berpusatkan Kristus sebagai klimaks karya Allah. Wahyu merekam banyak sekali nyanyian-nyanyian ibadah jemaat yang bernuansa kidung kemenangan mis. 59-10; 1117-18; 1210-12; 153-4; 196-8. Perhatikan Wahyu 48,Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan âkudusâ yang diulang tiga kali menyatakan penegasan. Dalam ilmu tafsir, pengulangan kata menunjukkan penekanan, maka pengulangan kata âkudusâ hingga tiga kali menyatakan penekanan yang lebih lagi. Para ahli menyatakan bahwa Sanctus merupakan teks liturgis tertua yang dimiliki oleh gereja. Tak dapat diragukan teks ini diambil dari Yesaya 63. Kekudusan Tuhan menarik garis antara Allah sebagai The Wholly Other, âIa yang Sama Sekali Lain,â dari ciptaan, dan Allah akan bersegera dalam menjalankan penghakiman-Nya. Allah disebut sebagai âYang Mahakuasaâ ho pantokratorâgelar teknis favorit penulis Wahyu bagi Allah, berarti Ia yang memiliki kuasa dan pemerintahan atas segala ciptaan. Yang âsudah ada, ada, dan akan datangâ bdk. Why. 18 menegaskan kekekalan dan kedaulatan mutlak Allahâbahwa Allah saja yang mengendalikan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Menurut Robert H. Mounce, ketiga penunjuk waktu ini merentangkan pemahaman mengenai penyataan nama âYahwehâ dalam Kel. 314, âAKU ADALAH AKU.â Wahyu 59-10,Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya âEngkau layak menerima gulungan kitab itu 13The Book of Revelation NICNT; rev. ed.; Grand Rapids Eerdmans, 1998 126. 212 Veritas Jurnal Teologi dan Pelayanandan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa. Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi.âIde ânyanyian baruâ untuk merayakan kedaulatan dan betapa layaknya Allah sering muncul dalam Mazmur, di mana frase itu mengungkapkan ibadah baru yang diilhami oleh kemurahan atau rahmat Allah. Di Yesaya 4210, ânyanyian baruâ berhubungan dengan eskatologi dan penyataan âhamba TUHANâ dan âsesuatu yang baru.â Dalam Wahyu 143, ânyanyian baruâ dihubungkan dengan kehadiran kerajaan akhir, dan di sini nyanyian yang baru merayakan fondasi kerajaan tersebut telah diletakkan, yaitu pengurbanan Sang Anak Domba Allah. Penggunaan kainos, âbaruâ di sini, dan bukan neos, âbaruââkata terakhir tidak dipakai dalam Wahyuâmenegaskan sifat kualitatifnya, bukan perihal baru secara temporal, jenis atau gaya baru yang tidak kuno. Sifat kualitatif juga dipakai untuk âYerusalem baruâ serta âlangit baru dan bumi baruâ; sehingga nyanyian baru tersebut merupakan berita antisipatif akan zaman yang baru, yang akan segera datang itu, pemerintahan Kristus di dalam Kerajaan-Nya yang sempurna. Komposisi nyanyian ini adalah 1 pernyataan betapa layaknya Sang Anak Domba, 59a; 2 karya keselamatan Sang Anak Domba, 59b; dan 3 efek bagi para pengikut Sang Anak Domba, 5 Melihat keindahan Kitab Wahyu yang penuh kidung pujian, maka tak berlebihan bila John Stott menyebut kitab ini sebagai sebuah sursum corda, âAngkatlah hatimu!ââsuatu seruan agar gereja bersorak-sorai oleh karena mahadaya karya Allah di dalam dan melalui Sang 14Grant R. Osborne, Revelation BECNT; Grand Rapids Baker, 2002 in Heavenâ dalam serial khotbah The Future Belongs to Jesus London All Souls Church, 1999 format MP3. 213Mengenal Nyanyian GerejaKesimpulanPertama, isi berita nyanyian jemaat di PB merupakan gema crescendo dari nyanyian PL. Pusat pemberitaan nyanyian umat Allah adalah karya Allah yang maha dahsyat. Gereja memahami jati dirinya sebagai pewaris perjanjian Allah, yang sama dengan para leluhur iman di PL, dan karena itu apa yang dinyatakan PB harus dilihat dalam kacamata teologi perjanjian. PB tidak akan pernah ada tanpa PL. PB juga tak dapat berdiri independen tanpa Maka, warta yang terkandung dalam nyanyian-nyanyian jemaat di PB sesungguhnya adalah karya Allah yang sudah dinyatakan dalam PL, yang kini mencapai klimaksnya dalam Mesias Yesus dan Roh Kudus yang dicurahkan oleh Bapa serta Sang Mesias. Perhatikan Kolose 115-20,15. Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan,16. karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu, dan segala sesuatu ada di dalam Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia,20. dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus. Kedua, nyanyian jemaat merupakan suatu dialog, semacam percakapan; subjek dan objek pembicaraan dalam nyanyian jemaat tidak selalu sama. Suatu kali, Allah sebagai subjek berbicara kepada manusia. Di kali lain, manusia kepada Allah. Lain kali lagi, manusia kepada manusia tentang Allah. Dan di kesempatan lain, manusia berbicara kepada dirinya sendiri. Oleh sebab itu, nyanyian jemaat tidak dibuat dalam bentuk-bentuk esoteris-ekstatisâbahasa-16âMusic and Musical Intrumentsâ dalam Baker Encyclopedia of the Bible ed. W. A. Elwell; Grand Rapids Baker, 1995 214 Veritas Jurnal Teologi dan Pelayananbahasa rahasia yang sulit dipahamiâtetapi memakai bahasa yang menjadi alat komunikasi nyanyian jemaat memiliki pola atau patron yang khas. Dalam puisi Ibrani dikenal adanya sajak, paralelisme dan majas. Puisi disajikan dalam baris-baris teratur dan terikat tidak bebas, sangat memprioritaskan keselarasan bunyi bahasa, baik berupa kesepadanan bunyi, kekontrasan, maupun kesamaan. Mary Hopper menegaskan mengenai himne di PB, âThese texts are set apart by their formal poetic structure and their ardor of enthusiasm.â â17 Nyanyian jemaat, dengan demikian, merupakan karya susastra bermutu tinggi dan dikerjakan dengan sangat serius serta melibatkan aspek intelektual. Inilah bukti bahwa Allah berkehendak agar umat mengasihi-Nya dengan segenap keberadaan mereka lih. Ul. 65; bdk. Mrk. 1230 dan ayat-ayat paralelnya, dan adanya aturan untuk beribadah bagi umat Allah Mzm. 1224, sehingga segala sesuatu berlangsung dengan tertib, sopan dan teratur 1Kor. 1433, 40.Keempat, terdapat ruang yang cukup luas untuk berkreasi. Gubahan-gubahan kidung baru bertebaran di PB. Contohnya Carmen Christi, âKidung Kristusâ dalam Filipi 26-11, 6. [Kristus] yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,7. melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,10. supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,11. dan segala lidah mengaku âYesus Kristus adalah Tuhan,â bagi kemuliaan Allah, Bapa!17Ibid. 1509. 215Mengenal Nyanyian GerejaAda semacam deviasi dari kaidah standar puisi Ibrani dalam kidung di atas tidak ada paralelisme antarbaris, dalam aturan syair, panjangnya serta suku-suku kata yang diberi tekanan. Dapat kita simpulkan, meski Allah menghendaki adanya ketertiban dengan adanya aturan dan patron yang jelas, Allah juga memberikan kemerdekaan dalam ibadah. Patron dan kemerdekaan, adalah karakteristik ibadah Kristen yang dipertahankan dalam gereja-gereja Reformasi. Demikian pula seharusnya dalam puji-pujian TEOLOGIS HIMNE GEREJAWIDari penggalian biblis terhadap nyanyian-nyanyian gereja PB di atas, sekarang marilah kita menyarikan motif-motif teologis himne motif kebenaran truth. Kita dapat menyebutkan motif pertama ini motif âdoktrinal.â Dalam menyusun doktrin, maka Alkitab, tradisi, penalaran, konteks dan pengalaman merupakan pilar-pilarnya. Tak jauh berbeda dengan menggubah himne. Dengan perkataan lain, himne adalah doktrin. Himne pun memiliki fungsi layaknya doktrin, yaitu 1 edifikasi, 2 doksologi dan 3 proklamasi. Sebagai edifikasi, peran himne harus mampu meneguhkan iman jemaat akan kebenaran-kebenaran dasar iman Kristen. Singkatnya, himne mengambil peran dalam pengajaran jemaat. Himne juga berfungsi sebagai doksologi, sebab ia merupakan puji-pujian kepada keagungan Tuhan Yesus Kristus; pada saat yang sama keberanian untuk memuji Kristus merupakan proklamasi di hadapan dunia. Menyebut Yesus adalah Tuhan dalam pujian berarti kita berani mendeklarasikan diri kita sebagai umat yang dipimpin oleh Mesias Yesus. Contoh himne untuk Perjamuan Kudus gubahan St. Thomas Aquinas,Lauda, Sion, Salvatorem . . . .Pange, lingua, gloriosi Corporis mysterium . . . .Verbum supernum prodiens, nec Patris. . . . Atau âLove Divine, All Loves Excellingâ oleh Charles Wesley,Finish then Thy new creation, pure and spotless let us be;Let us see Thy great salvation, perfectly restored in Thee;18Baca N. T. Wright, âFreedom and Framework, Spirit and Truth Recovering Biblical Worship,â The Journal Series, Calvin College 11 January 2002 Wainwright, Doxology The Praise of God in Worship, Doctrine and in Life New York Oxford University Press, 1980 203. 216 Veritas Jurnal Teologi dan PelayananChanged from glory into glory, till in heaven we take our place,Till we cast our crowns before Thee, lost in wonder, love, and motif kebaikan goodness. Atau kita dapat sebut sebagai motif âeksistensial.â Hal ini lebih dari sekadar pengalaman privat ataupun ekspresi emosional. Kebaikan erat kaitannya dengan seluruh keberadaan manusiaâsingkatnya, kehidupan Kristiani secara total. Manusia diciptakan oleh Allah sebagai gambar-Nya âsungguh amat baik.â Dengan demikian, himne harus dapat mengekspresikan sukacita, pergulatan hidup, etos kerja keras, doa-doa, derita dan sengsara hidup, pengharapan untuk menikmati keselamatan seutuhnya, dan syafaat umat bagi dunia. Dalam hal ini, pendobrakan dalam sejarah himne dimulai oleh kejeniusan dan pengaruh besar dari Isaac Watts 1674-1748.20 Ia bereaksi terhadap Calvin yang memutlakkan pemakaian Mazmur dalam ibadah gereja; dan menurutnya hal ini pun tidak sesuai dengan semangat injil-injil. Sebab, dalam injil-injil, dan PB pada umumnya, digubah nyanyian-nyanyian baru. Mulai sejak itu, unsur eksistensialâkehidupan Kristiani yang utuhâdimasukkan dalam himne-himne. Namun harus tetap dicatat, meski terdapat unsur eksistensial, fokus utama tetaplah Allah dan karya- Nya. Contoh âWhen I Survey the Wondrous Crossâ oleh Isaac Watts,Were the whole realm of nature mine,That were an offering far too small;Love so amazing, so divine,Demands my soul, my life, my motif keindahan beauty. Kita menyebut pula motif âpuitis dan kesalehan.â Seni dan spiritualitas berpadu harmonis dalam himne; atau, terdapat sentuhan kreativitas manusia serta unsur mistis kebersatuan orang percaya dengan Allah. Ada ahli yang menyebutnya sebagai ecstatic reason, âpenalaran ekstatis.â Himne, dengan demikian, merupakan urusan yang integral antara rasio dan spiritualitas. Kata-kata himne yang diikat dalam aturan-aturan susastra harus dapat mengantar umat pada rasa takjub dan takzim kepada misteri rencana agung keselamatan dari Allah. Contoh âAnd Can It Be that I Should Gainâ oleh Charles Wesley,He left His Fatherâs throne aboveâSo free, so infinite His graceâEmptied Himself of all but love,And bled for Adamâs helpless Worship Old & New 199-200. 217Mengenal Nyanyian GerejaTis mercy all, immense and free,For, O my God, it found out me!Bila demikian, bagaimanakah kita seharusnya menyanyikan himne? Dari pemahaman mengenai motif internal lagu, marilah kita menelaah sisi teologis tentang bagaimana seharusnya menyanyikan himne gerejawi. Pertama, himne dinyanyikan dari dalam hati. Ibadah dimulai dari rumah, dan sebab itulah setiap orang yang pergi untuk menghadap Allah kiranya mempersiapkan hatinya dengan sungguh-sungguh. Allah tidak sedang menantikan persembahan harta, tetapi hati kita. Allah tidak membutuhkan lagu, tetapi hati kita yang terarah kepada Dia. Hati yang siap menyembah akan menaikkan pujian dengan penuh ketulusan. Kedua, himne dinyanyikan bersama jemaat lokal. Seseorang tidak pernah menjadi Kristen solitaire, seorang diri. Setiap orang Kristen terisap dalam persekutuan orang percaya yang disebut gereja, dan masing-masing pribadi memiliki pergumulan hidup. Ada yang siap menyanyi, ada pula yang tengah bergulat dengan masalah dan kesedihan. Nyanyian jemaat seharusnya mampu menyatakan sukacita dan kesedihan jemaat, dan diikat dalam satu hati maupun satu suara. Bila seseorang terluka, yang lain mendoakannya. Oleh karena itu, nyanyian jemaat perlu ditata agar dapat menyapa semua perasaan umat yang beribadah tetapi bukan ditujukan untuk memuaskan perasaan dan keinginan jemaat.Ketiga, himne dinyanyikan bersama gereja di sepanjang zaman. Cakupan siapa saja yang termasuk umat Allah jauh lebih luas daripada sekadar jemaat lokal. Ketika menyanyikan Mazmur, kita sesungguhnya sedang mengikatkan diri dengan jemaat yang bernyanyi pada zaman Raja Daud di masa lampau. Misalnya, âO God, Our Help in Ages Pastâ KJ 330, âKau, Allah, Benteng yang Bakaâ diambil dari Mazmur 90 yang membawa kita sampai ke zaman Musa O God, our help in ages past, Our hope for years to come,Our shelter from the stormy blast, and our eternal home!Under the shadow of Thy throne, Still may we dwell secure;Sufficient is Thine arm alone, And our defense is berutang ide kepada Emily R. Brink dari Calvin Institute of Christian Worship, Calvin College, Michigan, khususnya melalui makalahnya âA Glimpse of Hymnology Praying Our Songs and Singing Our Prayers,â makalah yang disampaikan dalam Pertemuan Raya Pemusik Gereja di Wisma Kinasih, Caringin, Bogor, 17 Agustus 2006. 218 Veritas Jurnal Teologi dan PelayananBefore the hills in order stood, Or earth received her frame,From everlasting Thou art God, To endless years the thousand ages in Thy sight, Are like an evening gone;Short as the watch that ends the night, Before the rising God, our help in ages past, Our hope for years to come,Be Thou our guide while life shall last, and our eternal home!Musa mula-mula menggubah syair mazmur itu, para ahli kitab kemudian menyalinnya. Orang lain menerjemahkan ke dalam bahasa Yunani, dan akhirnya ke bahasa Inggris. Lebih dari tiga ratus tahun yang lalu, Isaac Watts 1674-1748 menggubah sebuah syair berdasarkan mazmur tersebut. Seseorang yang lain menulis lagunya. Seseorang lain lagi membawanya ke Amerika, dan orang lain membawanya pula hingga tiba ke Indonesia. Kalau begitu, tiap kali menyanyikan mazmur ini, kita pun sedang mengikatkan diri kita dalam satu ibadah menyembah Allah bersama-sama dengan Musa, hamba Allah. Hendaklah kita selalu ingat, Musa masih hidup hingga saat ini, yakni di hadirat Allah. Jadi, apabila kita sedang menyanyikannya, maka sebenarnya kita bernyanyi bersama dengan umat yang dulu telah dan kelak akan menyanyikannya. Inilah harta warisan gereja Tuhan!Keempat, himne dinyanyikan bersama gereja di segala tempat. Umat Allah bernatur universal, meliputi kelima benua di bumi. Visi Allah yakni ketika Yerusalem baru hadir di bumi, matahari dan bulan tak lagi diperlukan sebab kemuliaan Allah meneranginya dan Anak Domba menjadi lampunya, serta âbangsa-bangsa akan berjalan di dalam cahayanya dan raja-raja di bumi membawa kekayaan mereka kepadanyaâ Why. 2124. Kaum pilihan Allah yang berasal dari segala ras serta suku bangsa datang menghadap kepada Allah dan menaikkan sembah bakti mereka kepada Allah. Visi ini telah terpancar melalui pengakuan iman yang am harfiah âkatolikâ, yakni Pengakuan Iman Rasuli. Tetapi visi ini juga mengejawantah dengan cara membawa pergumulan umat Allah di belahan bumi lain dalam doa dan pujian umat yang sedang beribadah. Itulah sebabnya, kitab kidung yang baik tidak hanya mencantumkan sederetan lagu yang berasal dari satu benua, tetapi mewakili kelima benua di dunia. Kelima, himne dinyanyikan bersama semua ciptaan. Kita seharusnya sadar bahwa kita sedang bernyanyi bersama ciptaan. Perhatikan Mazmur 191-5 dan khususnya 984, 8Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, Bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah! 219Mengenal Nyanyian GerejaBiarlah sungai-sungai bertepuk tangan, dan gunung-gunung bersorak-sorai bersama-samaDemikian pula Mazmur pamungkas Mazmur 1506, âBiarlah segala yang bernapas memuji TUHAN! Haleluya!â Pemandangan akbar ini seolah-olah hendak menyerukan warta bahwa semua ciptaan bak orkestra akbar dan manusia adalah konduktornya. Pujian yang dinaikkan oleh seisi alam semesta terdengar harmonis bila kebenaran, kebaikan dan keindahan nyata hadir dalam ciptaan. Inilah visi besar bagi segenap ciptaan metanarasi?, yang hingga saat ini belum juga sempurna, namun pengharapan itu pasti sebab Kristus Yesus telah menebusnya. Orkestra akbar itu harus tetap dimainkan, makin lama makin baik; dan melalui jalan itu setiap umat Allah diingatkan bahwa dalam memuji, mereka tengah menaikkan baik sukacita dan duka segenap makhluk ciptaan ke hadirat Allah. Perhatikan nyanyian âAll Creatures of Our God and King,âAll creatures of our God and King, lift up your voice and with us sing,Alleluia! Alleluia! Thou burning sun with golden beam, Thou silver moon with softer gleam! O praise Him, O praise Him!Alleluia, Alleluia, Alleluia Thou rushing wind that art so strong, Ye clouds that sail in heavân along,O praise Him! Alleluia! Thou rising morn, in praise rejoice,Ye lights of evening find a voice! O praise Him, O praise Him!Alleluia, Alleluia, Alleluia! O flowing waters, pure and clear, make music for your Lord to hear,O praise Him! Alleluia! O fire, so masterful and bright,Providing us with warmth and light. O praise Him, O praise Him!Alleluia, Alleluia, Alleluia!Dear mother earth, who day by day unfolds rich blessings on our praise Him! Alleluia! The fruits and flowârs that verdant grow,Let them his praise abundant show. O praise Him, O praise Him!Alleluia, Alleluia, Alleluia! And all ye men of tender heart, forgiving others, take your part,O sing ye! Alleluia! Ye who long pain and sorrow bear,Praise God and on Him cast your care! O praise Him, O praise Him!Alleluia, Alleluia, Alleluia! 220 Veritas Jurnal Teologi dan PelayananAnd you, most kind and gentle death, Waiting to hush our final breath,O sing ye! Alleluia! You lead to heavân the child of God,Where Christ our Lord the way has trod. O praise Him, O praise Him!Alleluia, Alleluia, Alleluia! Let all things their Creator bless, and worship Him in humbleness,O praise Him! Alleluia! Praise, praise the Father, praise the Son,And praise the Spirit, Three in One! O praise Him, O praise Him!Alleluia, Alleluia, Alleluia! Keenam, himne dinyanyikan bersama seisi surga. Ketika memuji, kita pun sedang bernyanyi bersama orang-orang kudus dan malaikat yang sekarang ini tengah menaikkan puji-pujian di seputar takhta Allah Why. 4 dan 5. Kita bernyanyi bersama orkestra semesta, namun terlebih dari itu kita pun bergabung dengan orkestra dan paduan suara surgawi. Nabi Yesaya di PL dan Yohanes sang pelihat di PB diizinkan untuk mengintip apa yang sedang terjadi di dalam surga. Suatu pemandangan yang sangat memukau. Mereka yang meninggal ternyata tidak mati jiwanya; sesungguhnya mereka sedang bernyanyi-nyanyi di sekeliling hadirat Allah bersama makhluk-makhluk samawi. Bagaimana dengan yang masih hidup di dunia? Tatkala menaikkan lagu, nyanyian kita tak pernah sempurna, tetapi kita tetap menaikkan pujian, berlandaskan keyakinan bahwa pujian kita itu selaras dengan yang dinaikkan oleh segenap isi surga. Justru dengan pujian, hati kita diangkat ke surga untuk dekat ke takhta Allah oleh kuasa Roh Kudus, dan dengan cara itu semakin mantaplah hati kita bahwa Allah akan berbicara kepada kita melalui pujian kita, juga bahwa Allah akan menerima doa-doa kita. Bahkan Allah Trinitas bernyanyi bersama kita. Contoh Doksologi âPraise God from Whom All Blessings Flowâ âPuji Allah Bapa, Putraâ karya terjemahan Thomas Ken 1637-1711 dari bahasa Perancis karya Louise Bourgeois ca. 1510-1561 yang tercantum dalam The Genevan Psalter,Praise God from whom all blessings flow;Praise Him, all creatures here below!Praise Him above, ye heavânly host;Praise Father, Son and Holy PUJIAN DALAM LITURGI IBADAHKita perlu selalu mengingat, Allah perjanjian mendambakan persekutuan dengan umat-Nya. Dalam ibadah, persekutuan ini terwujud mengenai doa dan pujian. Pujian merupakan doa yang dinyanyikan. Para pemimpin dan perancang ibadah perlu peka dengan tempat pujian, dan selalu bertanya, 221Mengenal Nyanyian Gerejabagaimana nyanyian itu menolong jemaat untuk menaikkan doa kepada Allah? Bagaimana doa-doa umat dapat dinaikkan melalui pujian umat?Maka, di mana tempat pujian dalam liturgi ibadah? Liturgi selalu disusun menurut suatu alur logis, dan pujian mendukung alur tersebut. Ada gereja yang mengutamakan kesederhanaan alur dan mementingkan Liturgi Firman. Namun harus kita camkan selalu bahwa liturgi kadang-kadang menjadi sekadar urutan mata acara kebaktian, karena tidak jelas alur pikirnya. Liturgi yang baik dan benar disusun menurut logika kesaksian Alkitab yang utuh dan menyeluruh, yang kita kenal sebagai âsejarah penebusanâ redemptive history. Sejarah penebusan dijabarkan dalam babak-babak penciptaan dan pemeliharaan, kejatuhan ke dalam dosa, anugerah, dan respons umat Allah untuk menjalankan misi hingga datangnya konsumasiâpuncak sejarah alam semesta. Yang sangat penting, sejarah penebusan tersebut berpusatkan pada Yesus KristusâSang Firman yang menjadi daging dan diam di antara kita. Dengan kata lain, liturgi ibadah harus dapat membawa jemaat memahami bahwa mereka sedang berkumpul di sekitar Firman. Untuk tujuan itu, perancang ibadah perlu memahami siapa sedang berbicara kepada siapa.â Panah ke bawah, Allah berbicara kepada kitaâ Panah ke atas, kita berbicara kepada Allahâ Panah horisontal, kadang-kadang kita berbicara kepada sesama jemaat22 Persiapan a. Warta jemaatb. Nyanyian perhimpunanBerkumpul di seputar Firmana. Panggilan beribadah â âb. Nyanyian pujian âc. Salam âd. Doa puja atau doa perhimpunan umat collecta âe. Mazmur atau Himne pujian â â âf. Undangan pengakuan dosa âg. Doa pengakuan dosa atau ratapan dosa â dituturkan atau dinyanyikan h. Jaminan pengampunan/Berita anugerah âi. Nyanyian pujian Gloria Patri âj. Tanda perdamaian â âk. Ucapan syukur âl. Petunjuk hidup baru Hukum Taurat Baru â22Diadaptasi dari The Worship Sourcebook ed. E. Brink dan J. D. Witvliet; Grand Rapids Calvin Institute of Christian Worship; Grand Rapids Baker, 2004 25 serta E. Brink, âA Glimpse of Hymnology Praying Our Songs and Singing Our Prayers.â 222 Veritas Jurnal Teologi dan Pelayananm. Dedikasi kemantapan â â dituturkan atau dinyanyikan Proklamasi Firmana. Leksionari âb. Doa epiklesis atau doa mohon ilham â dituturkan atau dinyanyikanb. Pembacaan Alkitab âc. Khotbah â Respons atas Firmana. Himne respons âb. Penegasan Iman Gereja â âc. Doa umat âd. Persembahan â âPemeteraian Firmana. Deklarasi perjanjian Allah dan Undangan âb. Doa ucapan syukur â atas penciptaan & pemeliharaan, penebusan, sursum corda, Doa Bapa Kamic. Memecahkan roti âd. Pelayanan perjamuan â â âe. Respons syukur âf. Mzm. 103 dituturkan atau dinyanyikanMenyaksikan Firman ke dalam duniaa. Panggilan untuk melayani Allah di dalam dunia atau Titah Pemuridan âb. Doksologi â dinyanyikanc. Berkat Harun atau Berkat Rasuli bukan doa! âHimne dapat dijumpai di setiap bagian di dalam ibadah. Terkadang seluruh jemaat menyanyi, terkadang paduan suara menyanyi. Terkadang kita menyanyikan himne yang panjang, dengan beberapa bait, tetapi kadang-kadang kita menyanyikan lagu yang pendek dan sederhana. Pertanyaan yang mendasar adalah Bagaimana cara yang terbaik agar jemaat terlibat dalam dialog antara Allah dengan umat ibadah ini?HIMNE KEKINIAN DALAM IBADAHBagaimana dengan pernyataan kesaksian firman Tuhan, âNyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN . . .â Mzm. 981; bdk. Mzm. 333; 404; 961; 1449; 1491; Yes. 4210? Bukankah Kitab Suci menganjurkan kita untuk menyanyikan lagu-lagu yang baru? Benar sekali. Kita tidak perlu memutlakkan himne-himne kuno sebagai yang paling benar. âAmazing Graceâ karya John Newton, misalnya, bukanlah karya utuh dari Newton. Ia hanya menulis liriknya, sementara lagu yang biasa kita dengar diambil dari lagu rakyat Amerika Serikat. Sebab itu, kita tidak dapat mengatakan bahwa lagu tersebut 223Mengenal Nyanyian Gerejaselaras dengan keinginan Newton. Demikian pun lagu Jerman âEinâ feste Burg ist unser Gottâ karya Martin Luther, berasal dari lagu rakyat Jerman yang biasanya dinyanyikan di pub-pub umum. Lagu-lagu itu termasuk kontemporer di zamannya, bahkan tergolong sekular. Tetapi, pertimbangan untuk memakai lagu baru kiranya bukan oleh karena rasa bosan dengan lagu-lagu lama. Prinsip yang harus kita ingat ialah, bukan karena selera dan juga bukan karena kebiasaan kita sejak sesungguhnya mengembalikan tempat dan posisi nyanyian rohani sebagai milik umat yang beribadah. Pada era sebelumnya, Abad Pertengahan atau Abad Kegelapan, nyanyian rohani Latin merupakan dominasi para cantor profesional yang diangkat khusus untuk melayani ibadah. Memang lagu-lagu diciptakan sangat indah dan inspiratif, tetapi menyanyi tak lagi diminati oleh umat. Umat pun menjadi Reformasi mendobrak kebiasaan ini dan menempatkan nyanyian sebagai milik jemaat, dengan menggubah lagu-lagu rohani dalam bahasa yang dimengerti umat bahasa ibu serta nada-nada yang dekat dengan kehidupan jemaat. Contoh peristiwa pada tahun 1501, Bohemian Brethren mengumpulkan nyanyian rohani sebanyak 80 buah, dan edisi kedua terbit pada tahun 1505 dengan koleksi lagu 400 himne. Pada tahun 1522, kaum ini menghubungi Luther, dan dengan keramahtamahan yang hangat Luther menyambut mereka, dan di kemudian hari lagu-lagu mereka dimasukkan dalam kitab kidung gubahan Luther. Namun, di sisi lain, para reformator melanjutkan beberapa kebiasaan di gereja Abad Pertengahan dan gereja-gereja kuno sebelumnya. Di gereja Huldreich Zwingli yang sangat radikal dan ketat itu, âAve Mariaâ tetap dipertahankan. Sedangkan Calvin memiliki sumbangsih yang besar dalam perevisian pandangan mengenai Perjamuan Kudus serta penerbitan Nyanyian Mazmur. Ia mengundang komponis-komponis ternama di Eropa untuk memparafrasekan Mazmur dan mengisinya dengan nada-nada yang indah. Hasilnya, The Genevan Psalter 1562 merupakan kitab kidung standar gereja-gereja reformed dan dipandang sebagai buku lagu termasyhur, sebab paling sedikit ada 1000 edisi dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Calvin benar ketika memprioritaskan Mazmur sebagai Firman yang diilhamkan sendiri oleh Allah, dan hal ini selaras dengan pemahaman gereja PB yang tetap mempertahankan Mazmur, bahkan selaras dengan cita-cita Paus Gregorius Agung menjabat 590-604 M..25 Mengenai pengertian âkontemporerâ di kala itu dan tiga abad sesudahnya sangat berbeda dengan sekarang. Meski terbilang kontemporer, para komponis 23Webber, Worship Old & New riset modern membuktikan bahwa nada-nada mazmur Gregorian memiliki akarnya pada nyanyian mazmur Yahudi Hopper, âMusic and Musicalâ 1508. 224 Veritas Jurnal Teologi dan Pelayananzaman dulu saksama dalam menggubah lagu gereja, baik lirik, melodi maupun harmoni. Mereka mempertimbangkan patron dan pola sajak metrical, menulis syair yang mudah dipahami, dan nada-nada yang tepat dan kaya menurut jiwa syair. Contoh, âAmazing Graceâ oleh John Newton, Amazing grace how sweet the sound,That saved a wretch like me;I once was lost but now am found,Was blind but now I lain adalah âO Love That Wilt Not Let Me Goâ oleh George Matheson, O love that wilt not let me go,I rest my weary soul in Thee;I give Thee back the life I owe,That in Thine ocean depth its flowMay richer, fuller hal tersebut pada masa sekarang, yang tertinggal dari warisan di atas hanyalah kata-kata yang mudah dipahami. Memang, lirik lagu-lagu modern terkesan enteng. Lebih jauh dari itu, corak lirik lagu modern semakin sentimental, melankolis, individualistis bahkan terkesan erotis-sensual. Sebutan âBapaâ yang diajarkan Yesus sebagai sebutan baca gelar kerahiman Allah kepada segenap umat Allahâsehingga mereka menyapa âBapa kamiââtelah bergeser kepada pengalaman eksistensial-privat, âBapa-ku.â ContohâBapa yang Kekalâ oleh Julita ManikKasih yang sempurna telah kutârima dari-Mu,Bukan karâna kebaikanku, hanya oleh kasih karunia-Mu,Kau pulihkan aku, layakkanku tuk dapat memanggil-Mu bâri yang kupinta saat kumencari kumendapatkan,Kuketuk pintu-Mu dan Kau bukakan,Sâbab Kau Bapaku, Bapa yang kekalTakkan Kau biarkan, aku melangkah hanya sendirianKau selalu ada bagiku, sâbab Kau Bapaku, Bapa yang kekal. 225Mengenal Nyanyian GerejaâKu Mau Cintaâ Falling in Love oleh Robert dan Lea SutantoKaulah yang kurindukan, Kaulah yang kucinta;Tiada yang lain di hidupku selain Kau cinta Engkau, Yesus, lebih dalam kepada-Mu,Kumau cinta Engkau, Yesus, hanya kepada-Mu.âUntuk Kekasihkuâ oleh Robert LouisDi dalam hadirat-Mu, aku dan generasikuNyanyikan pujian, rindukan cinta-Mu;Dengarlah kekasihku ingin kukatakan kepada-Mu,Nikmatnya cinta-Mu lebih dari anggur Untuk kekasihku kubârikan cintaku,Jadi tunangan-Mu, Tuhan, Yesus kekasihku,Sungguh kubahagia menjadi mempelai tidak sedikit pula nyanyian yang berlirik bombastis-triumphalis dan arogan. ContohâNama Yesusâ oleh Ir. Erwin Badudu dan Franky SihombingBangkit, sârukan nama Yesus; maju, nyatakan kuasa-Nya;Kita buat Iblis gemetar, kalahkah tipu dayanya,Dengan kuasa Yesus, menara yang kuat, Nama Yesus kota benteng yang teguh,Nama Yesus kalahkan semua musuh,Nama Yesus di atas sâgalanya.âAllah Bangkitâ oleh Ir. Lukas H. dan Theresia AgeKerahkanlah kekuatan-Mu, ya Allah,Tunjukkan kuasa-Mu, ya Tuhan,Serakkan musuh-Mu, sâlamatkanlah umat-MuAllah dahsyat di tempat kudus-Nya. 226 Veritas Jurnal Teologi dan PelayananAllah bangkit, bersoraklah!Allah bangkit, bernyanyilah!Musuh dikalahkan, umat-Nya dibebaskanAllah dahsyat di tempat kudus-Nya!Pada beberapa lagu, logika siapa berbicara kepada siapa kian tidak jelas. Demikian pula kandungan bobot teologis yang rancu dan kontradiktif nampak ContohâKasih Allahku Sungguh Tâlah TerbuktiâKasih Allahku sungguh tâlah terbukti,Ketika Dia serahkan Anak-Nya,Kasih Allah mau berkorban bagi kau dan aku,Tak ada kasih seperti bersyukur, bersyukurlah, Bersyukur karâna kasih setia-Mu,Kusembah, kusembah, kusembah dan kusembah,Sâlama hidupku kusembah Kau Tuhan.âBapa, Lembutkanlah Hatikuâ Bapa, lembutkanlah hatiku, tuk dapat lebih mengasihi-Mu,Bapa, bentuklah diriku, untuk dapat menjadi mengerti rencana-Mu di dalam hidupku,Jadikan aku semakin indah, di kasih, Yesusku, târima kasih Yesusku, Puji syukur hanya bagi Tuhanku.âKau Telah Memilihkuâ oleh Ir. Nico Nyotoraharjo Kau telah memilihku, sebelum dunia dibentuk, Betapa aku bersyukur pada-Mu, ya Tuhan, Allahku,Kau telah memilihku sebagai alat Kârajaan-MuBetapa aku bersyukur pada-Mu atas jadi, efek ini dipicu oleh penemuan gitar dan alat-alat musik elektronik yang mudah dipakai dan dimainkan, sehingga ilham bisa datang kapan saja, tepat ketika sang komponis memain-mainkan alat musik tersebut. 227Mengenal Nyanyian GerejaJadikan aku bait Suci-Mu yang kudus dan yang tiada bercela;Jadikan aku mezbah doa-Mu, bagi keselamatan bangsaku.âJadikanku Rumah Doaâ oleh Ir. Nico Nyotoraharjo dan Ir. Djohan HandojoKubawa hidupku sâkarang, ke tempat kudus-Mu, Tuhan,Di mezbah-Mu kuserahkan seluruh hatiku sâkarang dengan urapan yang baru,Agar aku lebih lagi mendengar aku, Tuhan, rumah doa-Mu,Agar semua suku bangsa datang pada itu, kita patut menaikkan syukur kepada Allah, sekalipun banyak komponis yang telah meninggalkan kaidah himne yang benar, serta membuat enteng syair dan kandungan teologis lagu-lagu, masih terdapat komponis-komponis kontemporer yang menggubah nyanyian-nyanyian gerejawi secara serius dan benar dalam kandungan teologisnya. ContohâMajestyâ [âMulia, Sembah Raja Muliaâ] oleh Jack W. Hayford Majesty, worship his majesty,Unto Jesus be all glory, honor and praise,Majesty, Kingdom authorityFlow from His throne, unto His own, His anthem exalt, lift up on high, the name of Jesus,Magnify, come glorify Christ Jesus the King!Majesty, worship his majesty,Jesus who died, now glorified, King of all kings!âMeekness and Majestyâ oleh Graham KendrickMeekness and majesty, manhood and deity,In perfect harmony, the man who is GodLord of eternity, dwells in humanity,Kneels in humility and washes our feet. 228 Veritas Jurnal Teologi dan PelayananO what a mysteryâmeekness and majesty;Bow down and worship, for this is your God,This is your God!âBesar dan Ajaiblah Karya-Muâ oleh Ir. Nico NyotoraharjoBesar dan ajaiblah karya-Mu,Adil dan benarlah jalan-Mu,Raja sâgala bangsa yang mahakuasa,Mulia segala bangsa sujud kepada-Mu,Sâbab Kau Allah yang kudus, layak besar bagi gereja modern adalah menjadikan ibadah gerejawi informal. Tetapi hendaklah kita berhati-hati, sebab informalitas tidak ada kait- mengaitnya dengan berita injil Kristen, tetapi jelas bertalian erat dengan semangat zaman. Ketika informalitas menjadi norma, maka gereja sedang berada di ambang bahaya besar, sebab hal ini merupakan tanda bahwa jemaat semakin jauh dari tuntutan injil mengenai bagaimana penataan ibadah yang benar. Wright mengingatkan kita, âWe must, then, resist the culture-driven pressure to informality. Informality has its place, but it is not the be-all and end-all, and of itself has nothing to specific to do with the gospel.â27Saran IPatut disayangkan, banyak gereja pada masa sekarang telah menjadi sangat asing dengan Nyanyian Mazmur. Bahkan gereja-gereja reformed sendiri kian sedikit yang menyanyikannya dalam ibadah. Nampaknya perlu mengembalikan Nyanyian Mazmur ke dalam gereja! Sebab Mesias Yesus sangat mencintai Mazmur. Gereja perdana di PB meninggikan Mazmur. Gereja reformasi memulihkan tempat Mazmur, jadi mengapa kita tidak membawa kembali nyanyian yang indah ini ke dalam gereja kita, bila kita ingin disebut sebagai gereja yang mengikut jejak Sang Mesias? Ciptakan nada-nada indah untuk Mazmur, seperti pada zaman Calvin di âFreedom and Frameworkâ 14. 229Mengenal Nyanyian GerejaSaran IIBagi para perancang kebaktian, nampaknya perlu segera mengadakan seleksi yang ketat terhadap nyanyian-nyanyian gerejawi. Harus kita sadari bersama, lagu-lagu yang âmenguasai pasarâ adalah lagu-lagu kontemporer yang mudah diakses melalui kaset-kaset dan kebaktian-kebaktian di gereja-gereja baru yang biasanya menarik banyak pengunjung dan pelanggan, sehingga gampang sekali dipelajari dan dihafalkan. Hal ini secara langsung atau tidak membentuk imaji bayangan dalam pikiran banyak orang Kristen bahwa lagu-lagu seperti itulah yang benar dan sesuai untuk dipakai dalam kebaktian pada masa kini. Segi isi teologi dan pengajaran III Dalam pada itu, para komponis himne juga harus memacu dirinya dan mempelajari kaidah-kaidah sebuah himne yang dinyanyikan dalam ibadah. Baik aturan maupun kandungan pengajaran di dalamnya. Tak perlu âBaratisasiâ alias berkiblat kepada gaya Barat, meskipun banyak kidung indah memang tercipta dari belahan dunia tersebut. Hal ini bukan untuk membatasi kreativitas, tetapi justru memotivasi para komponis Kristen lokal untuk menghasilkan karya-karya terbaik, bermutu tinggi dan bernilai kekalâtidak mudah dilupakan oleh generasi-generasi berikutnya. Terpujilah Allah! ... Beberapa orang mengatakan bahwa nyanyian himne itu membosankan dan kuno seperti hidup pada zaman yang sangat lampau pada saat ini. Padahal nyanyian himne mempunyai pesan yang sangat besar bagi kehidupan orang percaya Sasongko, 2007. ...Jhonnedy Kolang Nauli SimatupangThe purpose of this research is to see and provide an understanding of the existence of a hymn in the liturgy of Christian worship today, both hymns and contemporary hymns, and the meaning of the hymn "Mengikut Yesus Keputusanku." A qualitative research method is used through a literature review in writing this scientific work. The results of this research are as follows. First, as church music grows in the liturgy of worship, it can be noted that whether or not the hymns of hymns are a little less, added several church denominations are coming to comfortable with the use of contemporary praise in the liturgy of worship, second, the "Mengikut Yesus Keputusanku." Praise is one of the great testimonies of those who sing this praise, regardless of this praise, it is a form of faith that one believes in God to this day, even this praise continues to grow with various translations and insights. Third, the presence of contemporary music and the praise of hymns should be combined into God. Mathias AdonAlphonsus Tjatur RaharsoThe involvement of Catholics in socio-political life in Indonesia is getting dimmer. The appreciation of the people's faith tends to be focused on inward fellowship, not outward. Whereas the call to become Catholics in Indonesia demands the active involvement of all communities as a contribution to the wealth of the nation's pluralism. This is influenced by the liturgical life which does not touch the struggles of daily life. The liturgy seems to return to Old Testament worship which distances people from celebrations, and worship seems to be a special business for the clergy. The true liturgy is a celebration of the entire community so that it becomes the source and peak of the Christian life. Therefore, this study aims to make the liturgy a celebration of all the people as stated in the Canon Law of the Catholic Church Canon 837. In this way, liturgical celebrations bring renewal of people's lives so that people are increasingly called to manifest their faith through their involvement in socio-political life in Indonesia. This research uses literature study from the perspective of phenomenology. This study found a link between the people's active participation in the liturgy and their involvement in community Kumala SariMengubah lirik lagu nyanian sekuler menjadi nyanyian rohani yang dinyanyikan juga dalam ibadah sedang terjadi di kalangan gereja masa kini. Hal tersebut dapat dilakukan oleh gereja dengan tujuan untuk mewartakan kasih Allah. Namun demikian gereja tetap perlu mempertimbangankan dua sikap etis yaitu pertama, meminta izin terlebih dahulu dengan pemilik hak cipta; kedua, lirik lagu yang telah diubah tidak dinyanyikan dalam ibadah di gereja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan kualitatif dengan analisa interaktif yaitu penggumpulan data literatur pustaka, penyajian data, reduksi data dan penarikan has not been able to resolve any references for this publication.
Kitamelanjutkan pembahasan seri LITURGI, hari ini tentang "Nyanyian Pujian", atau dalam bahasa Latin "Cantio". Kita membaca dari Yakobus 5:13; dan karena Minggu ini adalah Minggu Laetare menurut kalender Gereja, ayatnya adalah dari Yesaya 66:10. Yakobus 5:13, "Kalau ada seorang di antara kamu yang menderita, baiklah ia berdoa!Kalau ada seorang yang bergembira baiklah ia menyanyi!"
Bagaimana kita dapat tetap terus berdoa bersama? Orang-orang seringkali menanyakan hal ini setelah tinggal seminggu di Taizé, atau setelah turut serta dalam pertemuan yang diadakan di luar Taizé. Di sini, beberapa unsur yang penting dalam mempersiapkan sebuah doa yang bersifat meditatif dan "tidak ada awal dan akhir".Mempersiapkan sebuah doa Untuk memulai doa, pilihlah satu atau dua nyanyian pujian. Mazmur Yesus berdoa doa-doa yang kuno ini. Orang-orang Kristen selalu menemukan mata air hidup di dalamnya. Mazmur menempatkan kita dalam persatuan yang dalam bersama dengan semua umat percaya. Kegembiraan, kesedihan, iman kita kepada Tuhan, kehausan dan bahkan kecemasan kita ditemukan dalam ungkapan-ungkapan mazmur. Satu atau dua orang dapat mendaraskan atau membacakan ayat-ayat mazmur. Setelah setiap ayat, semua orang menyambutnya dengan Aleluia atau nyanyian aklamasi yang lainnya. Jika ayat-ayat tersebut dinyanyikan, sebaiknya tidak terlalu panjang, biasanya sepanjang dua baris. Dalam beberapa hal, para peserta doa dapat mendengungkan nada akhir dari aklamasi ketika ayat solo dinyanyikan. Jika ayat-ayat tersebut dibacakan dan tidak dinyanyikan, dapat menjadi lebih panjang. Oleh sebab itu tidaklah perlu untuk membaca keseluruhan mazmur. Janganlah ragu-ragu untuk memilih hanya beberapa ayat dan sebaiknya ayat-ayat tersebut mudah dipahami. Bacaan Membaca Kitab Suci adalah satu jalan menuju "mata air yang tak melelahkan dimana Tuhan telah memberikan diri-Nya sendiri untuk menawarkan dahaga umat manusia" Origen, abad ke tiga. Alkitab merupakan "surat dari Tuhan untuk karya ciptaan-Nya" sehingga mereka "dapat menemukan hati Tuhan di dalam sabda Tuhan" Gregorius Agung, abad ke enam. Komunitas-komunitas yang berdoa bersama secara rutin membaca Alkitab secara teratur. Tetapi untuk acara doa mingguan atau bulanan, bacaan-bacaan yang mudah dipahami harus dipilih, yang juga cocok untuk tema doa atau yang sesuai dengan penanggalan liturgi. Setiap bacaan dapat dimulai dengan kata-kata "Bacaan dari ...." atau "Injil menurut Santo ..." Jika terdapat dua bacaan, bacaan yang pertama dapat dipilih dari Perjanjian Lama, Surat para Rasul, Kisah para Rasul atau dari Wahyu; bacaan kedua sebaiknya selalu dari salah satu Injil. Dalam hal ini, sebuah nyanyian meditatif dapat dinyanyikan di antara kedua bacaan tersebut. Sebelum dan sesudah bacaan, sebaiknya dipilih sebuah nyanyian untuk merayakan cahaya Kristus. Ketika nyanyian ini dinyanyikan, anak-anak atau kaum muda dapat maju ke depan dengan lilin yang bernyala untuk menyalakan lampu minyak yang didirikan di atas sebuah penopang. Tanda ini mengingatkan kita bahwa sekalipun malam sangat gelap, entah itu di dalam hidup kita atau dalam kehidupan umat manusia, cinta Kristus adalah sebuah nyala api yang tak pernah padam. Nyanyian Saat hening Ketika kita mencoba untuk mengungkapkan persatuan dengan Tuhan dalam kata-kata, alam pikiran kita sering datang dengan cepat. Tetapi, di kedalaman diri kita, melalui Roh Kudus, Kristus berdoa jauh lebih banyak dari pada yang dapat kita bayangkan. Sekalipun Tuhan tidak pernah berhenti mencoba untuk berhubungan dengan kita, doa ini tidak pernah dipaksakan. Suara Tuhan seringkali terdengar hanya berupa bisikan, dalam sebuah tarikan napas keheningan. Tinggal diam dalam keheningan dalam kehadiran Tuhan, membuka diri kepada Roh Kudus, adalah sudah merupakan sebuah doa. Jalan menuju kontemplasi bukanlah untuk mencapai keheningan batin dengan jalan mengikuti beberapa teknik yang membuat semacam kehampaan di dalam diri dengan iman seorang anak kecil, kita membiarkan Kristus berdoa dengan hening di dalam diri kita, sehingga suatu hari kita akan menemukan bahwa di kedalaman diri kita terdapat suatu kehadiran. Selama doa bersama dengan orang lain, yang terbaik adalah terdapat satu kali saat hening yang agak panjang 5 sampai 10 menit dari pada beberapa kali saat hening dengan waktu-waktu yang pendek. Jika mereka yang hadir dalam doa tidak terbiasa dengan saat hening, adalah sangat membantu bila sebelumnya diberikan penjelasan singkat Atau, segera sesudah nyanyian penghantar saat hening, seseorang dapat berkata, "Doa akan dilanjutkan dengan saat hening selama beberapa saat." Doa permohonan atau Litani pujian Sebuah doa mengandung petisi doa permohonan pendek atau aklamasi, yang dibantu dengan dengungan, dengan setiap petisi diikuti dengan sebuah jawaban yang dinyanyikan oleh semua orang, dapat berupa semacam "tiang api" di pusat hati doa tersebut. Mendoakan orang lain melebarkan doa kita kepada berbagai sisi kehidupan seluruh umat manusia; kita mempercayakan kepada Tuhan kegembiraan, harapan-harapan, kesedihan dan penderitaan semua orang, khususnya bagi mereka yang terlupakan. Sebuah doa pujian memungkinkan kita untuk merayakan segalanya bahwa Tuhan adalah bagi kita. Satu atau dua orang dapat mengungkapkan doa permohonan mereka atau aklamasi pujian, yang dinyanyikan di awal dan disertai dengan seruan Kyrie eleison, Gospodi pomiluj Tuhan, kasihanilah kami, atau Kami memuji-Mu, Tuhan. Setelah doa permohonan selesai dibacakan, berikanlah waktu sejenak bagi orang-orang untuk mengucapkan berdoa secara spontan melalui kata-kata mereka sendiri, ungkapan doa yang keluar dari hati mereka. Doa-doa spontan ini sebaiknya pendek dan ditujukan kepada Tuhan; bukan merupakan kesempatan untuk menyampaikan gagasan-gagasan pribadi dan pandangan-pandangan bagi orang lain yang mereka bawakan sebagai doa. Setiap doa spontan ini disertai dengan seruan yang sama yang dinyanyikan oleh semua orang. Doa Bapa Kami Doa Penutup Nyanyian Terakhir, nyanyian dapat dilanjutkan untuk beberapa waktu. Sebagian dari peserta doa, jika mereka menginginkannya, dapat tetap tinggal untuk terus bernyanyi atau meneruskan doa. Sebagian dari peserta doa yang lain dapat diundang untuk saling berbagi pendapat dalam kelompok-kelompok kecil yang diadakan tak jauh dari ruangan doa, misalnya untuk merenungkan bacaan dari Kitab Suci, untuk memudahkan dapat digunakan "Renungan Yohanes". Setiap bulan di dalam Surat dari Taizé, terdapat "Renungan Yohanes" yang menyarankan saat hening dan saling berbagi pendapat di seputar bacaan Kitab Suci.
Itusebabnya Nyanyian Jemaat di sini disebut pula Nyanyian Gloria, karena umat bersedia menyatakan komitmen imannya untuk memuliakan Allah dalam seluruh hidupnya. Penggunaan Nyanyian Gloria, misalnya KJ. 45-48, NKB. 30-31, 54; dan PKJ 51, 304. Di antara nyanyian "Gloria" tersebut jemaat diajak untuk mengucapkan "Salam Damai.
TataPerayaan: rangkaian acara yang harus diikuti dalam merayakan liturgi. Misalnya: tata perayaan Ekaristi. "Dimana dua atau tiga orang berhimpun dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka" (Mat 18:20). Di dalam perayaan Ekaristi, umat Allah berhimpun untuk mengenangkan Tuhan atau merayakan kurban Kristus yang dipimpin oleh
. hit4sx601u.pages.dev/717hit4sx601u.pages.dev/863hit4sx601u.pages.dev/823hit4sx601u.pages.dev/372hit4sx601u.pages.dev/211hit4sx601u.pages.dev/147hit4sx601u.pages.dev/580hit4sx601u.pages.dev/929hit4sx601u.pages.dev/417hit4sx601u.pages.dev/670hit4sx601u.pages.dev/906hit4sx601u.pages.dev/724hit4sx601u.pages.dev/410hit4sx601u.pages.dev/792hit4sx601u.pages.dev/626
liturgi adalah nyanyian untuk memuji